Sabtu, 19 Maret 2016

Earth Hour dan Kemunafikan sebuah Idealisme

*tulisan ini saya buat beberapa tahun yang lalu, diposting ulang untuk mengingatkan teman2 sekalian akan konsistensi kita untuk berkontribusi*

Sabtu, tanggal 27 Maret lalu, beberapa pesan pendek masuk ke ponsel saya. Semua membawa pesan yang sama, “Matikan lampu selama 1 jam, mulai pukul 20.30 hingga 21.30, dalam rangka Earth Hour, mencegah global warming”. Sebelah alis saya pun mengernyit...
Pesan itu tak terhenti disitu, sebagian besar teman saya sibuk menyerukan secara lisan ajakan itu dengan menggebu-gebu, “Cegah global Warming mulai sekarang”. Begitu katanya. Sebagian lagi merasa gelisah, was-was jika nanti, tepat pukul 20.30, listrik akan padam. Maklum, saat itu kami sedang berada di asrama Tafsir Qur'an. Bisa dibayangkan, betapa lampu sangat dibutuhkan. Jika lampu padam, kegiatan belajar mengajar tentu akan ikut terhenti pula.

“Ayo cepetan, keburu listriknya dimatiin.” kata salah seorang teman. Aku hanya tersenyum, dan berujar, “Nggak mungkin lah, PLN nggak ada sangkut pautnya ama program ini, Ini kan tergantung kesadaran pribadi tiap orang. Mau ikut berpartisipasi ya ayuk, kalo nggak ya udah....”. Dan si Mbak dengan ngototnya menyanggah, “Ya nggak mungkin, ini tuh program seluruh dunia, pasti ntar bakal mati listriknya!”. Maka kami pun menunggu....
Teng,...
Pukul 20.30 tepat, listrik tetap menyala....

Aku teringat masa-masa SMP, ketika slogan “Jogjaku Bersih” ramai didengung-dengungkan. Setiap PNS menjadi duta kebersihan dengan pin tersenat di dada kanan, lengkap dengan lambang Pemkot Yogyakarta dan gambar orang membuang sampah. Dinas kebersihan sibuk memasang 2 jenis tempat sampah, Biru untuk sampah organik, dan oranye untuk sampah plastik di setiap sudut kota. Tanaman-tanaman peneduh dipasang di pinggir-pinggir jalan, tak lupa, berbagai pamflet disebar di banyak tempat mengkampanyekan program tersebut.

Tapi,....
Beberapa waktu berselang, pin berslogan “Jogjaku Bersih” masih dengan tertib terpasang di dada para pegawai, tapi 'budaya' berkata lain. Sampah-sampah masih berserakan, pohon-pohon perindang tak lagi terawat. Yang paling menyedihkan, sampah bercampur baur hingga kadang menimbulkan bau tak sedap. Bahkan tak jarang, tempat sampah-tempat sampah tersebut hilang ditelan waktu...

Jauh sebelum program Jogjaku Bersih dicanangkan, pemerintah telah 'menunjukkan kepedulian yang cukup nyata' terhadap isu ini. Kali ini berkaitan dengan ragam administratif. Standar kertas yang digunakan dalam administrasi resmi 'turun pangkat' dari HVS 90 gram menjadi HVS 80 gram. Sayangnya, sosialisasi kebijakan ini belum mencapai 'akar rumput'. Belum semua instansi memberlakukan kebijakan ini.

Ketika pemerintahan SBY naik pangkat, 'operasi lawan global warming' makin marak. Tak kurang, SBY sendiri yang menyerukan minimalisasi penggunaan AC, serta menyerukan penggunaan batik sebagai pengganti jas, untuk mengurangi kegerahan. Tapi, seruan tinggal seruan. Hampir semua pejabat telah kembali 'nyaman' dengan jas masing-masing. “Toh, yang bayar listrik kan negara....” Begitu mungkin pikiran mereka.

Dan kita tak bisa begitu saja melupakan ajakan PLN untuk mematikan sebuah lampu pada jam-jam puncak beban listrik, yaitu antara pukul 18.00-06.00. Hanya yang sayang, sekali lagi, tak semua masyarakat bersedia berpartisipasi pada program ini.

Kita kembali pada isu Earth Hour, saat itu, terutama remaja, saling berlomba-lomba untuk berpartisipasi. Tapi seolah lupa, di luar Earth Hour time, berapa jam televisi menyala di rumah-rumah mereka tanpa ada yang menonton, berapa lama listrik terbuang ketika kita membiarkan charger HP kita tetap menempel semalaman? berapa banyak listrik terbuang untuk komputer, dan radio yang menyala tak henti di kamar untuk sekedar 'menemani tidur'?, Atau, berapa banyak listrik terbuang untuk menghidupkan kembali sebuah komputer / laptop yang kita tinggal sejenak, sulitkah untuk meng-hibernate-kan gadget kita?. Sulitkah mengubah profil Hp kita menjadi “Energy saving mode”, atau mengosongkan wallpaper, menggunakan modus getar, atau segera mengangkat telepon / membuka pesan sehingga ringtone tak perlu mengalun lebih lama?

Lalu saat sebagian remaja lain berjuang meneriakkan penyelamatan hutan, sebagian yang lain 'membuang' berlembar-lembar kertas hanya karena 'salah ketik'. Beberapa civitas akademika masih mempertahankan tradisi kuno, mengumpulkan tugas yang hanya sekian puluh kata dalam bentuk print out. Pernahkah kita berpikir, berapa hektar hutan papirus yang bisa kita selamatkan jika kita mau 'sedikit' berevolusi dengan memaksimalkan penggunaan E-mail?

Yang mencengangkan, sebagian dari kita yang meneriakkan upaya cegah global warming, terkadang melupakan detil-detil kecil yang sesungguhnya cukup berarti. Misalnya, berapa literkah air yang telah kita buang saat kita mandi? Berapa kubikkah polutan yang telah kita muntahkan dari kendaraan kita? Kemanakah bungkus permen yang kita makan isinya? Berapa banyak energi yang 'dibuang' sebuah pabrik untuk membuat makanan instan, sulitkah untuk memilih makanan olah?

Tapi, tak ada salahnya terus berjuang, Masih banyak hal-hal yang perlu kita pertahankan. Masih ingat Kalpataru? Penghargaan khusus dari RI1 untuk kota/ daerah Tk II yang dinyatakan paling bersih ini masih cukup menjadi alasan beberapa daerah untuk mewujudkan kebersihan lingkungan.

Kita bisa melihat perubahan yang cukup berarti di Ibu kota dengan program Jakarta Go Green. Program yang merambah sekolah-sekolah dasar dan daerah tingkat RW ini bisa dikatakan cukup berhasil.
Yang harus diingat, gerakan cegah global warming tak dapat terlaksana dengan satu-dua program mandiri, alias tak akan berguna tanpa tindak lanjut yang signifikan. Kita tak harus serta-merta mengandangkan kendaraan bermotor kita, atau menyingkirkan semua peralatan elektronik kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah menggunakan semua itu dengan sebijak mungkin.

Tentu tak sulit untuk mematikan lampu yang tidak digunakan, ataupun mematikan meteran listrik saat meninggalkan rumah dalam keadaan kosong, semua itu akan mencegah listrik terbuang percuma. Merencanakan rute perjalanan harian agar tak bolak-balik juga bisa mengurangi polutan [dan menyelamatkan kantong kita].
Bila keadaan memungkinkan, menggunakan kendaraan umum adalah alternatif yang cukup menguntungkan. Pertama, kita tak harus mengeluarkan biaya bahan-bakar pribadi, akan sangat menguntungkan dalam perjalanan jauh. Kedua, kita ikut andil mengurangi calon tambahan polutan yang mungkin terjadi jika kita menggunakan kendaraan pribadi. Dan jangan lupa untuk secara teratur menyervis kendaraan kita agar tetap terawat dengan baik. Kendaraan yang terawat dengan baik akan meminimalisir jumlah polutan yang dikeluarkan. Amat sangat disarankan untuk memilih jenis bahan bakar hemat energi untuk kelangsungan hidup planet kita ini, tentu jika keadaan [kantong] memungkinkan.

Selain itu, kita juga bisa menghemat cukup banyak listrik dengan mengganti lampu bohlam dengan lampu TL. Sebab, lampu TL mengubah 70% listrik menjadi cahaya, sedangkan lampu bohlam 'hanya' mengubah sekitar 30% energi listrik menjadi cahaya, sisanya dikonversi menjadi kalor.

Tak lupa, jadilah konsumen cerdas untuk ikut berpartisipasi dalam usaha cegah global warming ini. Membawa kantong belanja dari rumah akan mengurangi jumlah konsumsi plastik, dan memilih alat listrik hemat energi merupakan langkah bijak yang nantinya juga akan menyelamatkan kantong kita dari ancaman tagihan listrik yang membengkak. Tak lupa pula untuk memilih barang-barang yang bisa didaur ulang. Dan tahukah kalian, lebih memilih produk lokal dan organik juga membantu mencegah global-warming lho! Bayangkan, berapa banyak energi [bensin] terbuang untuk mengangkut produk impor masuk wilayah kita? Dan bayangkan berapa banyak polusi yang mencemari tanah dari pupuk kimia untuk menumbuhkan bahan makanan non-organik?

So, tidak sulit bukan untuk ikut berpartisipasi mencegah global warming. Untuk kehidupan yang lebih baik, mari kita mulai dari sekarang, dari diri sendiri, dan dari hal-hal kecil!

Tulisan asli bisa ditemukan di link:

https://mobile.facebook.com/notes/atina-handayani/earth-hour-dan-kemunafikan-sebuah-idealisme/355486386636/?refid=7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar