Kamis, 25 Agustus 2022

Mencerdaskan kehidupan Bangsa (yang mana?)

Di suatu desa di Pulau Sumatera, anak SD harus menumpang truk pengangkut kayu untuk berangkat sekolah. Jarak rumah ke sekolah terdekat tidak dalam jangkauan jalan kaki. Orang tua mereka, yang pulang setiap beberapa minggu sekali, harus bekerja keras agar keluarga  mereka bisa makan. Bukan hal yang aneh di ‘sana’, anak di bawah umur hidup sendirian di rumah.

Di suatu tempat di Pulau Jawa, sempat heboh anak-anak SD mempertaruhkan nyawa di jembatan runtuh yang hanya menyisakan sedikit tali untuk menyeberang. Di tempat tak jauh dari situ, anak-anak harus berenang melewati sungai yang cukup deras. Semua itu untuk menuju sekolah terdekat.

Di sebuah kepulauan, bukan hal aneh bila anak tak masuk sekolah di musim-musim tertentu. Para orang tua tak selalu memiliki sanak saudara yang bisa menjaga anak mereka selama mereka pergi menunggu budidaya rumput laut maupun menunggu Bagan (rumah apung untuk menangkap ikan). Membawa mereka ke ‘tempat kerja’ adalah satu-satunya opsi. Tantangannya adalah, lokasi budidaya atau Bagan ini biasanya cukup jauh dari pulau utama atau ada di pulau-pulau satelit kecil di sekitar pulau utama tempat anak mereka bersekolah.

Belum lagi untuk naik level pendidikan yang lebih tinggi. Menurut data BPS 2022, ada 394 ribu sekolah di Indonesia yang didominasi SD. Jumlah SD + MI = 174992, SMP + MTs = 60102, SMA + MA = 23443, sedangkan jumlah SMK ‘hanya’ 14198. Dengan demikian, rasio SMP dibanding SD hanya 1:3. Kalau kebetulan nilai pas, bisa masuk SATAP bahkan SMP lokal. Kalau beruntung nilai tinggi dan sanggup membiayai, maka bisa masuk SMP yang lebih bagus di desa bahkan kecamatan sebelah. Apalagi untuk urusan  masuk SMA / SMK yang rasio jumlah sekolah (dan kursinya) jelas lebih sedikit dari SMP apalagi SD.

 

Kompetisi sehat dan privilese

Proporsi ketersediaan sekolah untuk memenuhi Wajib Belajar 12 tahun yang tidak merata, jelas menciptakan seleksi alam. Seleksi alam adalah hal yang alamiah, siapa kuat dia menang. Pemenang adalah yang terkuat, tapi kalau start awalnya berbeda, apakah itu kompetisi sehat? Start awal yang berbeda bisa berupa ketersediaan fasilitas pendidikan publik berkualitas yang dapat dijangkau oleh kemampuan masyarakat manapun, kesadaran dan dukungan penuh keluarga akan pendidikan, hingga kualitas nutrisi sejak dini untuk memastikan tumbuh kembang anak maksimal, termasuk otaknya. Semua itu untuk memastikan setiap anak mencapai potensi dan performa terbaiknya agar siap berkompetisi secara maksimal. Sayangnya, tidak semua anak beruntung memiliki ‘start awal’ yang setara. Start awal yang berbeda, lebih tepatnya keunggulan bawaan yang memastikan seorang individu mencapai potensi dan performa terbaiknya disebut privilese.

 

Meninjau PPDB Daring

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah agenda tahunan penerimaan murid baru di setiap jenjang sekolah. Pada 2020, PPDB secara daring mulai digunakan di beberapa daerah terutama DKI Jakarta dan sekitarnya. Sistem ini mengintegrasikan proses seleksi semua sekolah di setiap level dalam satu zonasi. Sistem ini juga sangat praktikal di saat kasus Covid-19 makin meningkat di Indonesia. Sampai saat ini, PPDB Daring terus digunakan dengan berbagai peningkatan.

Petunjuk teknis PPDB Daring di setiap daerah bisa berbeda-beda, tapi secara umum terdiri atas Jalur Zonasi, Jalur Afirmasi, Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua/ Wali serta Jalur Prestasi. Jalur zonasi memberikan kesempatan bagi siswa di sekitar koordinat sekolah, sedangkan Jalur Afirmasi memberikan kesempatan bagi calon siswa kurang mampu dan disabilitas. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua/ Wali bertujuan memfasilitasi calon siswa yang mengikutiorang tuanya bertugas, baik antar provinsi maupun antar kabupaten / kota. Jalur terakhir yakni jalur prestasi adalah jalur khusus bagi calon siswa di luar zona dengan syarat nilai gabungan mencapai skor tertentu.

Hal yang menarik dari PPDB Online adalah setiap peserta PPDB Daring akan langsung diterima di sekolah piliihannya, selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Sistem daring yang terintegrasi juga memastikan bahwa peserta PPDB Daring hanya akan diterima sebagai calon siswa di 1 sekolah. Artinya, peserta PPDB Daring tidak mungkin diterima sebagai calon siswa di beberapa sekolah sekaligus.

Meskipun terus dilakukan perbaikan sistem, PPDB Daring juga tetap tidak sempurna. Terpantau pada PPDB Daring 2022, kuota sejumlah sekolah di beberapa daerah masih belum terpenuhi hingga akhir masa PPDB Daring. Disdikbud setempat memberikan arahan kepada sekolah-sekolah tersebut untuk memulai KBM sambil membuka PPDB Offline.

 

Seleksi PMB (dan kompleksitasnya)

Berbeda dengan PPDB Daring yang diatur dengan zonasi (dengan ketentuan khusus untuk lintas zonasi maupun jalur lain non zonasi), Penerimaan Mahasiswa Baru khususnya PTN bersifat nasional dan diselenggarakan oleh LTMPT (Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi). Ada 2 jenis tes yang diselenggarakan oleh LTMPT yakni SNMPTN dan SBMPTN.

SNMPTN merupakan seleksi berdasarkan nilai akademik saja atau nilai akademik dan prestasi lainnya yang ditetapkan oleh PTN dengan biaya subsidi penuh pemerintah. Sedangkan SBMPTN adalah seleksi calon mahasiswa baru PTN berdasarkan hasil Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) saja, atau hasil UTBK dan kriteria lain yang ditetapkan bersama oleh PTN Secara garis besar, SNMPTN diselenggarakan lebih awal, konsekuensinya, hasil seleksi SNMPTN dapat diumumkan sebelum SBMPTN.

Selain SNMPTN dan SBMPTN, Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta juga memiliki Jalur Mandiri yang penyelengaraan dan ketentuanya diatur sendiri oleh PT bersangkutan. Meskipun demikian, pemerintah menetapkan aturan terkait kuota PMB dari masing-masing jalur.

"PMB 2022 bagi PTN, Pemerintah menetapkan kuota jalur SNMPTN minimum 20%, SBMPTN minimum 40% dan Jalur Mandiri maksimum 30%. Sedangkan bagi PTNBH, kuota SBMPTN minimum 30% dan Jalur Mandiri maksimum 50%." Plt Dirjen Dikti-Ristek, Kemendikbud-Ristek Nizam melalui MediaIndonesia.com (11 April 2022, 12:44 WIB"

Dikutip dari kompas.com (8 Desember 2021, 09:11 WIB) Per 25 November 2021, ada 16 PTN-BH berdasarkan Peraturan Pemerintah No.114 Tahun 2021 tentang Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Keenam belas universitas tersebut merupakan perguruan tinggi dengan kualitas tinggi dan diminati banyak siswa. Salah satu ‘kelebihan’ PTN-BH adalah kemandirian pada pengelolaan dalam berbagai bentuk bidang seperti bidang keuangan sarana dan prasarana serta ketenagakerjaan, misalnya melalui kuota penyelenggaraan Jalur Mandiri yang lebih besar daripada PTN biasa. Umumnya, Pendaftaran Jalur Mandiri dimulai setelah hasil seleksi SNMPTN keluar, dan berakhir sebelum hasil SBMPTN keluar. Sedangkan Ujian Jalur Mandiri bervariasi, ada yang sebelum pengumuman SBMPTN, ada yang sesudah SBMPTN.

"Program mandiri sangat tergantung dari perguruan tinggi masing-masing karena dilaksanakan oleh masing-masing (kampus), sehingga ada perguruan tinggi yang mensyaratkan kalau sudah lulus SBMPTN, maka tidak diizinkan mengambil mandiri. Tapi hampir sebagian besar tidak mensyaratkan hal tersebut (tidak mengizinkan mengambil mandiri bila sudah lulus SBMPTN-red)". Ketua LTMPT dilansir dari detikjatim (28 Jun 2022 15:21 WIB)

Yang perlu dicermati adalah, dalam website LTPMPT, fungsi lembaga tersebut sudah secara gamblang dideskripsikan hanya “Mengelola dan mengolah data calon mahasiswa untuk bahan seleksi jalur SNMPTN dan SBMPTN oleh rektor PTN Maka dapat diambil kesimpulan bahwa penentu kelolosan seorang peserta tes, baik SNMPTN maupun SBMPTN apalagi jalur Mandiri, adalah PTN tujuan masing-masing. Pertanyannya, kriteria lolos dimaksud apa? Sebab tak jarang siswa tak lulus di SNMPTN dan SBMPTN tapi lolos di jalur Mandiri di pilihan jurusan yang sama.


 

Keberpihakan dalam ‘Kompetisi mendapatkan kursi PTN’

Jadwal yang tumpang tindih dan keinginan untuk ‘mengamankan masa depan’ seringkali membuat para siswa (kadang karena dorongan orang tua) untuk menyiapkan ‘cadangan’ sebanyak-banyaknya. Apalagi bila tidak berkesempatan lolos di jalur SNMPTN. Siswa berlomba-lomba mengambil SBMPTN dan Jalur Mandiri sebanyak mungkin. Ini belum termasuk Sekolah Kedinasan yang biasanya punya jalur dan jadwal seleksiyang berbeda dari ujian ptn pada umumnya. Bahkan di jurusan universitas high rank, ada yang tiba-tiba ‘pamit’ setelah 2 semester bahkan kurang dari 1 semester. Celetukan ‘SekDin, Jangan Ambil Teman Kami” pernah viral dan akhirnya hanya menjadi pemakluman.

Yang lebih disayangkan, kemampuan mendaftar ke banyak jalur sebagai cadangan lagi-lagi hanya dimiliki kaum berprivilese. Sebab biaya tes Jalur Mandiri juga bervariasi.Simak UI berkisar Rp.500.000-Rp.600.000, SM ITB Rp.500.000, UTUL UGM Rp.325.000 dengan 2 pilihan prodi. Biaya Pendaftaran termurah di antara universitas favorit jatuh kepada UNPAD yakni Rp.100.000 (berbasis skor UTBK). Mengikuti Jalur Mandiri juga bukan sekadar membayar biaya pendaftaran, tapi juga transport hingga akomodasi di lokasi ujian, terutama bila bukan tes berbasis komputer / skor UTBK yang bisa dilakukan dari manapun. Plus, ada universitas yang menerapkan semacam ‘uang pangkal’ di jalur Mandiri, misalnya UGM yang menerapkan Sumbangan Sukarela Pengembangan Institusi (SSPI) bagi yang menghendaki.

Bagi sebagian kelompok masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang mampu bahkan di atas rata-rata, uang pendaftaran di atas bisa jadi ’murah’, tapi bagi sebagian lain yang tidak memiliki privilege ekonomi, biaya ‘termurah’ pun bisa terasa mahal. Dengan segala keterbatasan (dan harapan akan dapat bidikmisi/KIP/beasiswa lain), kaum tanpa privilese ekonomi hanya bisa mendaftar SNMPTN (karena gratis), cerdik memilih seleksi tertentu. Serta tentu saja, tidak ada ‘cadangan’ bagi kelompok tanpa privilese. 1 pilihan atau tidak sama sekali. Berbanding terbalik dengan mereka yang secara ekonomi ‘mampu’ menyiapkan cadangan sebanyak mungkin dan ‘tinggal melepas’ yang tidak dipilih.

Kalau sistem yang ada hanya membuat mereka yang punya ‘start awal’ alias privilese menang, itu namanya hukum rimba. Si(apa) yang bertanggungjawab untuk mengatasi kesenjangan ‘start awal’? Kita  semua. Sebab janji kemerdekaan kita bersama adalah “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Ini bukan hanya urusan negara, tapi urusan kita semua sebagai satu bangsa. Tentu saja, ada pembagian peran yang perlu dikelola sebaik mungkin. Termasuk peran negara untuk memastikan kompetisi berlangsung secara sehat.

 

Apa yang bisa dilakukan?

Kebutuhan akan rasa aman dan menciptakan kondisi untuk mendapatkan hal terbaik sebenarnya meupakan insting alamiah. Temasuk menyiapkan berbagai rencana cadangan bagi yang mampu. Maka, penting sekali bagi pemangku kebijakan untuk membaca kebutuhan pasar dan menemukan regulasi yang lebih bisa memberi rasa aman bagi semua pihak, termasuk kelompok yang perlu tambahan dukungan untuk berada di garis start yang sama dalam kompetisi. Jika SNMPTN bisa ‘menyeleksi’ dengan rapor 5 semester saja, mengapa Jalur Mandiri dan Sekolah Kedinasan tidak diselenggarakan lebih awal sehingga calon mahasiswa yang menyasar tujuan tertentu bisa fokus memantapkan diri menuju impiannya? Bila masih belum beruntung, maka perjuangan selanjutnya adalah di SNMPTN dan SBMPTN untuk memenuhi ‘sisa’ batas maksimal kuota Ujian Mandiri.

Ditambah dengan integrasi sistem PMB,dan pengelolaan jadwal ujian diharapkan lebih bisa memberikan tak hanya rasa aman, tapi juga kesempatan bagi sebanyak mungkin calon mahasiswa, serta menghindari kursi kosong yang ditinggalkan karena lolos di banyak tempat sekaligus. Lagian, masak iya, integrasi sekelas universitas yang harusnya level kognitifnya lebih tinggi ‘kalah’ dengan PPDB?

Tapi harus diakui, secara hitungan ‘bisnis’ penataan ulang linimasa itu bisa mengubah situasi pasar. Kondisi belum berhasil masuk jurusan idaman di SNMPTN dan SBMPTN memancing pasar untuk mencari cadangan sebanyak mungkin. Kalau linimasanya dibalik, alias Mandiri dan SekDin lebih awal, faktor psikologis pasar yang sedang panik jelas hilang. Pertanyaanya, kembali ke judul: Mencerdaskan kehidupan Bangsa (yang mana) itu tanggung jawab siapa?



Referensi:
https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data_pub/0000/api_pub/UkJNaEl6ZHRVYXNaMzZhZG9BbS9ZZz09/da_04/1
https://mediaindonesia.com/humaniora/484935/penerimaan-mahasiswa-baru-jalur-ptnbh-maksimum-50

https://www.detik.com/jatim/berita/d-6151330/sudah-lolos-sbmptn-tapi-masih-ingin-daftar-jalur-mandiri-apakah-bisa

https://ltmpt.ac.id/?mid=7