Hello
People,
Gimana liburan kalian, rame gak? Kalau beta rame di timeline saja, sibuk
menjawab kuis bego-begoan yang malang melintang di status WA dan belakangan
ikut bikin rame story instagram. Buat kalian yang berhasil jawab bener terus,
selamat ya! Buat yang harus ngerepost, harap bersabar, ini baru latihan ujian,
hhehe. Buat yang belom sempet dapet kuis ini, kayaknya kalian kurang gaul deh,
:p
Oke,mari
kita kupas kuis tersebut dari yang paling gampang.
Kamu
sedang tidur di kamar,kemudian
Ibumu datang mengetuk pintu membawakan
roti, selai dalam toples dan segelas susu.Mana
yang kamu buka duluan?
Kuis ini adalah kuis
yang paling banyak direpost oleh penghuni linimasa status WA saya. Lho, berarti
banyak yang jawab salah dong? Berarti susah? Eits, tunggu dulu. Memang banyak
yang salah, tapi jawaban yang dianggap benar hanya 1. Bisa disimpulkan bahwa
pola pengambilan keputusan menuju jawaban yang dianggap benar sejatinya hanya 1
jalur saja.
Kita akan memulai bahasan dari jawaban-jawaban yang dianggap salah terlebih
dahulu; mulai dari selai, toples, roti, hingga pintu. Loh terus jawaban yang
benar apa?
Dalam dunia psikologi,
kemampuan manusia untuk berfikir kompleks, serta
kemampuan penalaran dan pemecahan masalah disebut kemampuan kognitif. Ada
beberapa teori yang menjelaskan aspek kognitif manusia. Mayers (1996)
menjelaskan bahwa kognisi merupakan kemampuan membayangkan dan menggambarkan
benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan penggambaran ini.
Sedangkan menurut Chaplin, kognisi adalah konsep
umum yang mencakup seluruh bentuk pengenalan, termasuk didalamnya mengamati,
menilai, memerhatikan, menyangka, membayangkan, menduga, dan menilai.
Kaitannya
dengan kuis di atas adalah, jawaban yang dianggap benar adalah hasil dari
kemampuan kognitif yang baik. Kemampuan kognitif yang baik ini ditunjukkan
dengan kemampuan untuk memahami teks secara utuh. Tidak sekedar membaca teks
secara sepenggal demi sepenggal. Kemampuan kognisi yang baik membuat kita mampu
membayangkan keseluruhan konteks kuis tersebut sehingga memungkinkan kita untuk
menentukan langkah pertama yang harus diambil berdasarkan gambaran tersebut.
Mari kita cermati
baik-baik kalimat di atas. [Saya sedang tidur] Lah namanya juga orang sedang
tidur, tau darimana itu yang ngetuk pintu Ibu, lengkap dengan bawaannya pula.
Logika darimana orang tidur bisa tahu fakta dibalik pintu? Kecuali kamu bisa
project astral, kemungkinan besar kamu sedang bermimpi.
Maka jelas, pertanyaan
apa yang dibuka dulu bukan pintu, roti, selai toples apalagi susu. Sebab susu
tinggal diminum, eh. Apa yang dibuka dulu ini berkaitan dengan aktifitas
tidurmu. Tangi cuk, alias wake up. Nha untuk bangun dan sadar sepenuhnya dari
mimpi, ya buka muatamuuuuu (baca: Mata)
Afahamtum?
Mari
kita lanjutkan obrolan kita ke kuis kedua yang gak kalah seru.
1+4 =5
2+5=12
3+6 =21
5+8= …
Ingat
98% orang salah menjawab tes ini. Bila anda menjawab dengan benar berarti anda
jenius.
Hayooo,
siapa yang jawab benar?
:p
Dengan
bekal teori kognitif tadi, mohon baca baik-baik kuis di atas. Sementara itu,
saya mau sedikit cerita tentang paragraf padu dan silogisme.
Paragraf
Padu merupakan paragraf yang kalimat-kalimatnya tersusun secara logis dan
serasi. Sehingga untuk menyusun kalimat menjadi paragraf padu, kalimat-kalimat
penyusunnya haruslah memiliki urutan yang logis. Selain itu, antara kalimat
satu dengan kalimat yang lain disambungkan dengan kata sambung atau konjungsi
yang sesuai membentuk keserasian. Jadi jelas ya, kalimat-kalimat dalam sebuah
paragraf itu harus disambung dengan kata sambung yang sesuai agar bisa disebut
paragraf padu.
Selanjutnya
adalah Silogisme. Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara
deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi
(kesimpulan). Preposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang
kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi
predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Dalam
silogisme, sebuah kesimpulan, atau dalam hal ini jawaban, hanya bisa diambil dari
dua pernyataan yang saling berhubungan.
Mari
kita kembali lagi ke ‘kuis’ di atas. Seorang kawan menjawab 43. Saya tanya
kenapa bisa begitu, dia jawab sebab hasil akhir hitungan adalah adalah gabungan
seluruh nilai yang ada. “Coba liat tin, itu satu ditambah empat jadi 5.Tapi kok
dua ditambah lima jadi dua belas? Kalau dipikir-pikir, dua belas itu kan dua
ditambah lima ditambah value sebelumnya (5) yak? Nah, pas masuk ke 21 bener
tuh. Harusnya jawaban terakhir itu empat puluh tiga dong. Kan lima tambah
delapan plus 21” begitu katanya dengan menggebu. ‘Harusnya’? Iya, karena
setelah itu dia melanjutkan curhatnya; ”Tapi kok salah ya?”
Jadi
begini Mas,
Tolong
cermati baik-baik kuis di atas. Apa judulnya? Oh situkan anak matematika yak,
kalau dalam silogisme, premis mayornya yang mana, premis minornya yang mana?
Loh kok jadi soligisme? Lha iya, kan situ mau cari konklusi alias kesimpulan
tho? Dan masnya pun mak klakop. Tidak ada. Oke kalau begitu, teori silogisme
tidak bisa dipakai njih. Ndak usah nggathuk-nggathukke angka-angka yang ada.
Lanjut, di bawah angka-angka itu ada informasi yang cukup mencengangkan: ‘Ingat
98% orang salah menjawab tes ini. Bila anda menjawab dengan benar berarti anda
jenius.’
Mari kita baca
baik-baik. ‘tes ini’. Hm, ‘ini’ merujuk kemana ya? Di mana kata sambung yang
menghubungkan ‘itu’ dengan referensinya? Lha wong di atas tidak ada ‘kata’ tes
kok.
Berarti jawabannya apa? Di kalimat selanjutnya, shay. Bila anda menjawab
dengan benar berarti anda jenius. ‘Dengan’ itu ‘cara’, pembuat ‘kuis’
udah baik banget tuh ngasih jawaban, kok situ masih ngeyel. LAGIAN KAN UDAH GUE
BILANG DI ATAS SONO NOH!
Nah,kali ini kuisnya
agak kompleks. Sebab ada beberapa versi jawaban benar. ‘Sebenar’ apa sih
jawaban mereka? Mari kita cek kuis ketiga berikut:
Ada bus, isinya supir, ada nenek, ada orang buta, ada anak kuliah, ada pekerja
kantor, semuanya turun di halte yang sama. Ketika berhenti di halte, yang turun
duluan adalah....
Sekali
lagi, mari baca baik-baik kuis di atas. Seperti biasa, saya akan memulai dengan
memampang jawaban yang salah: Siapapun pilihan anda,jawaban anda tetap salah.
Loh kok bisa? Sebab sejauh yang saya dapat, jawaban yang dianggap benar adalah
‘kecepatan’, ‘spedoometer’, ‘ban’ dan ‘kaki’. Dari keempat jawaban tersebut,
mana yang menurut anda paling benar?
Setelah
membaca kuis tersebut dengan seksama, jika kemampuan kognitif anda berkembang
dengan baik, seharusnya kita bisa sama-sama membayangkan reka ulang kejadian.
Sebuah bis dengan berbagai penghuninya. Masuk ke frase pertama kalimat kedua:
Ketika berhenti di halte. Momennya adalah saat berhenti. Berhenti artinya tidak ada perpindahan tempat, berarti V
= 0. Maka, opsi jawaban ‘kecepatan’ menjadi batal demi nalar. Kecuali jika
premisyang diajukan adalah ‘ketika akan berhenti’. Paham beda antara ‘akan
berhenti’ dengan ‘berhenti’, kan? Hal ini berimbas pada opsi jawaban
‘spedoometer’. Sebab ‘Spedoometer’ adalah bacaan data dari kecepatan. Kalau
kecepatan nol ya jarum spedoometer juga di titik nol.
Bagaimana
dengan Ban dan Kaki? Hm, mari kita bayangkan situasi kuis tersebut. Bus berisi
beberapa orang yang akan turun di halte yang sama. Ketika si Bus sudah
berhenti? Yang turun duluan adalah orang-orang di dalam Bus tersebut lah. Tapi
siapapun orangnya, yang pasti turun duluan adalah kaki mereka!
Hal
yang menarik dari ketiga kuis di atas adalah bagaimana kuis tersebut bisa
memunculkan jawaban yang berbeda-beda. Rekan-rekan yang salah menjawab
rata-rata ‘terjebak’ pada nomina yang disebutkan dalam kuis. Pilihannya?
Tergantung pada pengalaman yang pernah mereka alami berkenaan nomina-nomina
itu.Yang jawab roti ya karena biasanya ambil rotinya dulu. Yang jawab selai, ya
karena biasanya ambil selai dulu.
Dalam
kajian ilmu semantik, ada petanda dan penanda. Petanda adalah nomina terkait sedangkan
penanda adalah konsep dalam kepala kita terkait petanda. Jadi ketika menyebut
‘selai’, maka otak kita akan membayangkan warna, bau serta rasa selai itu.
Itulah kesatuan konsep tentang selai di di pikiran kita. Nah, Otak manusia ini
unik, dia menyukai sesuai yang berbeda, yang melibatkan sebanyak mungkin
indera. Ini adalah ‘jawaban’ mengapa nomina alias kata benda lebih cepat ditangkap
oleh otak manusia sebagai fokus daripada kata kerja. Selanjutnya, tergantung
pengalaman J
Bila
kita mau sedikit berefleksi, sesungguhnya inilah sifat asli manusia. Cenderung
fokus pada hal-hal yang lebih ‘menarik’. Harap diingat bahwa ‘menarik’ tidak
selalu memiliki referen bernilai positif. Inilah yang sangat disayangkan. Ketika
udah terlanjur benci, kita bisa dengan mudah ‘mengabaikan’ hal-hal baik dari
seseorang. Bahkan, kita bisa mengabaikan keseluruhan konteks hanya karena
terlanjur fokus ke satu titik.
Di kuis
kedua, ini agak kompleks nih. Kecerdasan kadang membuat kita merasa paling
benar dan nggathuk-nggathukke berbagai hal. Padahal tidak semua hal perlu
disambung-sambungin. Mari belajar bersabar, melihat keseluruhan konteksdan
melihat konektifitas satu hal dengan yang lain alih-alih terburu mengambil
kesimpulan. Bila tidak ada penghubung antar titik, ya ndak usah
dihubung-hubungkan.
Hayo
ngaku, di dunia nyata, siapa yang suka uthak-athik gathuk, kesel sendiri, eh
taunya Cuma asumsi doank. Heheheh
Nah,
kalau yang ketiga ini sih sebenernya sederhana. Gunakan nalarmu sebaik-baiknya.
Sebaik apapun pertimbanganmu, tetaplah kritis untuk menemukan pangkal dari
segala hal.
Salam
Nalar,
Afahamtum?