Jumat, 01 Januari 2010

“Revolusi Moral; Berangkat dari Nurani, Agar tak jadi KHAYALAN BELAKA; dan MEWUJUDKANNYA SEKARANG”

There is many religions, but there is only one morality”

JOHN RUSKIN

(Lectures on Art Lect.ii, sec.37)

John Ruskin tidak sedang mengigau ketika berujar seperti itu, meskipun yeah, hitungan jumlah agama yang banyak, muncul seiring perkembangan jaman, Lha, emang, jaman dulu ada berapa agama?Ko biso dya ngecek kayak gTu?!

Wait, itu bukan bahasan kita kali ini, mari kita kembali ke Topik,

Oke, apa sih moral itu?

Jangan2, kita ikut teriak2, tp gak ngarti, apo lah moral kie?

Duh, gak banget deh,

Hm, menurut hemat saya (iyalah, masak boros...-_-“), Moral merujuk pada suatu tatanan, nilai, yang disepakati oleh manusia, untuk menjunjung harkat dan martabat manusia itu sendiri, yang membedakan manusia dengan makhluk Tuhan yg lain, hewan.

Mengapa ‘merujuk’?

Sebab secara secara harafiah, berdasarkan ilmu linguistic, khususnya ilmu semantic (duh, ap iTu ya...-_-“), moral bukan suatu objek fisik, moral adalah suatu kumpulan konsep yang membentuk suatu kesatuan makna. Sama seperti ‘kursi’.’kursi’ bukan benda, tp konsep, yaitu ‘benda’, yg’dibuat secara khusus oleh manusia’, untuk digunakan ‘duduk’, konsep inilah yg mBedakan ‘kursi’ dengan ‘tanah’, dimana mereka b’2 sm2 digunakan untuk ‘duduk’, dan merupakan ‘benda’, tapi ‘tanah’, bukan ‘dibuat oleh manusia secara khusus’ untuk ‘duduk’.

Dalam kasus ‘moral’, saya mengatakan sebagai “tatanan, nilai, yang disepakati oleh manusia” sebab, pada dasarnya, moral merujuk pada perlakuan yang ingin didapatkan seseorang dari orang lain;

Anda tak suka dibohongi, maka Anda tidak berbohong,

Anda tak suka diintimidasi, maka Anda tidak mengintimidasi,

Anda ingin dicintai, maka Anda mencintai,

Dan keinginan-keinginan yg lain.

Nah, mengapa “untuk menjunjung harkat dan martabat manusia itu sendiri”?

Sebab pada akhirnya, semua keinginan itu muncul dari perasaan ‘ingin dihargai’, ‘ingin diakui’. Pernah anda berharap dijajah oleh org lain hanya karena anda ‘bukan siapa2’? Saya rasa tidak, se’bukan siapa2’-nya anda, anda pasti ingin dihargai, dihargai itu, berbentuk banyak hal, dicintai misalnya, mendapat kejujuran, misalnya,...

Untuk statement terakhir, saya rasa tak perlu dijelaskan panjang lebar, saya toh percaya, Anda pun belum pernah bertemu dengan hewan bermoral, hewan yg tidak mengawini anaknya sendiri, atau yang tidak saling berebut makan dengan saudaranya,hewan yang ngantri minum, dll. Nah, kLo anda bertemu dengan salah satu dari mereka, mgkn Qta bs belajar dr mrk,hehe...

Oscar Wilde, dalam bukunya ‘An Ideal Husband’, Act ii, secara gamblang berrkata bahwa “Morality is simply the attitude we adopt towards people we personally dislike“

Jd, bisa dikatakan, moral adalah suatu sikap kita, menghadapi sesuatu yg tidak kita suka. Apa pun itu.

Nah, dalam ESG, Ary Ginanjar menyebutnya ‘Anggukan Universal’, dimana satu dari beberapa contoh yg ad adalah scene; “Di dalam suatu perjalanan, anda melihat seorang pemuda sedang berusaha menjambret tas seorang wanita tua, perasaan apa yg muncul saat itu?” Saya hmpr yakin 100% bhw, anda tak sempat memikirkan suku apa wanita tersebut, apa agamanya, statusnya, apa keuntungan bg anda jk anda menolongnya, dsb. Yg ada adalah perasaan ;ingin menolong’. Jika dirunut lagi, maka yg muncul adalah “apabila, Anda berada di posisi wanita tua tersebut, pasti Anda ingin ‘ditolong’”... Senada dengan Oscar Wilde, Jika berada dalam situasi tersebut, tentu anda tak ingin ‘tak dipedulikan siapapun dan tak ada yang menolong anda’ bukan?

Selanjutnya, kita beralih pada kata “Revolusi”,

Yapz, revolusi bisa berarti ‘a great change in conditions, ways of working, beliefs, etc, that affects large number of people’ à ini menurut eyang Oxford lho,...

So, sebuah revolusi, harus bisa mempengaruhi / mengajak sebangak mungkin orang untuk bersama-sama mengubah kondisi, pola pikir, kepercayaan, dsb menuju titik tertentu, dalam hal ini perbaikan moral.

Maka yang perlu kita lakukan, tidak hanya sekedar membuat orang lain berkata : “Oh, revolusi Moral tu seperti ini,…” atau; “Revolusi Moral?! Bagus itu, like this deh…!”, atau mungkin; “Iya sih, sudah saatnya kita melakukan Revolusi moral…” tapi kemudian hanya menjadi ujaran biasa, tanpa diikuti tindak lanjut.

Yang perlu kita lakukan adalah membuat orang lain berpikir, “Saya bisa seperti mereka, bahkan lebih baik!”

Nah, pertanyaanya adalah, bagaimana membuat orang lain ikut serta, aktif dalam gerakan perbaikan moral (Hm, pd akhirnya, saya lebih suka menggunakan kata ini) ini. Secara natural, manusia itu selalu menuntut, menginginkan lebih dari sekedar kata2, butuh pembuktian. Maka, saya pribadi lebih suka mengajak orang lain, dengan pengapliasn sehari-hari. Bagaiman mungkin kita meminta orang lain untuk jujur, sedang kita sering berdusta? Bagaimana mungkin kita meminta orang lain untuk bersikap santun, sedang kita tak melakukannya… Saya yakin setiap dari anda memiliki asumsi sendiri2 tentang metode terbaik menjaring pendukung , tapi ingat, bukan hanya sekedar pendukung, tapi ikut serta aktif.

Nah, pada topic kita kali ini, Revolusi Moral, kita perlu tahu pasti, Moral yang manakah? Okelah, kita semua ingin kaya, ingin sukses, berhasil. Sama seperti para pejabat kita di atas sonoh, mereka pun ingin kaya, ingin sukses, ingin berhasil. Namun, ada satu poin penting yg luput dari bahasan. Kita ingin kaya, kaya yg seperti apa?, kaya yang menjatuhkan orang lain? Sukses yang memonopoli pasar? Mari kita balik pola berpikir kita,

Senangkah anda, jika anda dipiting oleh kawan anda sendiri, dalam usahanya menjadi kaya? Atau suka kah anda, jika anda kehilangan usaha karena pasar dikuasai orang lain?

Jawabannya tentu tidak. Nah, dari konflik di atas, muncullah teori Win-Win Solution. Dimana tidak ada yg dirugikan, ketika yang lain menang.

Nah, untuk mencapai kualitas Moral yang bagus, memang dibutuhkan dukungan berbagai pihak, pemerintahan yang bersih, WN yang taat, Hukum yang adil, dsb... Memang, bukan tidak mungkin untuk merealisasikan semua itu - pemerintahan yang bersih, WN yang taat, Hukum yang adil - secepatnya, hanya saja, saat ini kita belum berkemampuan untuk membuat perubahan fundamental dalam tatanan social masyarakat luas. Saat ini, kita memang belum mampu mengubah UU yang menurut Qta kurang, atau tidak pro-rakyat, tapi bukan berarti kita tak bisa berbuat apa pun. Qta bisa memulainya dari hal kecil, dari diri kita sendiri. Berusaha jadi manusia bermoral, untuk meng-influence- yang lain, menunjukkan masih ada manusia berhati nurani. Yang demikian itu menurut saya lebih efektif daripada sekedar ikut berteriak: “Gantung para Koruptor”, “Hukum Mati para Pencuri Harta Bangsa”, “hapus UU xxx,” “Hukum Mati teroris”, dsb (Intinya sih kita tidak senang, hak kita ‘dirampas’ orang tak bertanggung jawab)

Yah, sekali lagi, menuntut, menggugat, menghujat, sumpah serapah, dan teman2nya, tidak menyelesaikan masalah, justru semua itu hanya memperkeruh suasana, menantang ego masing2. Maka, tak perlulah kita menunjuk orang lain, cukup diri kita terlebih dahulu. Ingat, setiap telunjuk kita menunjuk pada orang lain, tiga jari lain mengarah pada kita sendiri.mari kita lakukan SEKARANG, DARI DIRI KITA SENDIRI, okey?!

Nah, terakhir, mengulang pernyataan sebelumnya, saya ingin mengutip kata-kata John Locke, dalam “Essay on Human Understanding”, “New opinions are always suspected, and usually opposed, without any other reason but because they are not already common”

Tapi, bukan berarti gak mungkin kan?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar