tag:blogger.com,1999:blog-65019091056565796132023-11-15T22:36:47.006-08:00Karna Hidup Harus Memilihsetiap pilihan, pasti mengorbankan pilihan yang lain,
yang terbaik adalah yang benar2 kau pahami,
jangan ragu,
ambil sikapMu, kawan!Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.comBlogger59125tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-4477231922754697452022-08-25T22:14:00.001-07:002022-08-25T22:28:50.368-07:00Mencerdaskan kehidupan Bangsa (yang mana?)<p><span style="font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt; text-align: justify;">Di suatu desa di Pulau
Sumatera, anak SD harus menumpang truk pengangkut kayu untuk berangkat sekolah.
Jarak rumah ke sekolah terdekat tidak dalam jangkauan jalan kaki. Orang tua
mereka, yang pulang setiap beberapa minggu sekali, harus bekerja keras agar
keluarga</span><span style="font-size: 12pt; text-align: justify;"> </span><span style="font-size: 12pt; text-align: justify;">mereka bisa makan. Bukan hal
yang aneh di ‘sana’, anak di bawah umur hidup sendirian di rumah.</span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Di suatu tempat di
Pulau Jawa, sempat heboh anak-anak SD mempertaruhkan nyawa di jembatan runtuh
yang hanya menyisakan sedikit tali untuk menyeberang. Di tempat tak jauh dari
situ, anak-anak harus berenang melewati sungai yang cukup deras. Semua itu
untuk menuju sekolah terdekat.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Di sebuah kepulauan,
bukan hal aneh bila anak tak masuk sekolah di musim-musim tertentu. Para orang
tua tak selalu memiliki sanak saudara yang bisa menjaga anak mereka selama
mereka pergi menunggu budidaya rumput laut maupun menunggu Bagan (rumah apung
untuk menangkap ikan). Membawa mereka ke ‘tempat kerja’ adalah satu-satunya
opsi. Tantangannya adalah, lokasi budidaya atau Bagan ini biasanya cukup jauh
dari pulau utama atau ada di pulau-pulau satelit kecil di sekitar pulau utama
tempat anak mereka bersekolah.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Belum lagi untuk naik
level pendidikan yang lebih tinggi. Menurut data BPS 2022, ada 394 ribu sekolah
di Indonesia yang didominasi SD. Jumlah SD + MI = 174992, SMP + MTs = 60102,
SMA + MA = 23443, sedangkan jumlah SMK ‘hanya’ 14198. Dengan demikian, rasio
SMP dibanding SD hanya 1:3. Kalau kebetulan nilai pas, bisa masuk SATAP bahkan
SMP lokal. Kalau beruntung nilai tinggi dan sanggup membiayai, maka bisa masuk
SMP yang lebih bagus di desa bahkan kecamatan sebelah. Apalagi untuk
urusan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>masuk SMA / SMK yang rasio jumlah
sekolah (dan kursinya) jelas lebih sedikit dari SMP apalagi SD.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><span style="font-family: arial;"> </span></o:p></span></p>
<h3 style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Kompetisi sehat dan privilese</span></span></b></h3>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Proporsi ketersediaan
sekolah untuk memenuhi Wajib Belajar 12 tahun yang tidak merata, jelas menciptakan
seleksi alam. Seleksi alam adalah hal yang alamiah, siapa kuat dia menang. Pemenang
adalah yang terkuat, tapi kalau start awalnya berbeda, apakah itu kompetisi
sehat? Start awal yang berbeda bisa berupa ketersediaan fasilitas pendidikan
publik berkualitas yang dapat dijangkau oleh kemampuan masyarakat manapun,
kesadaran dan dukungan penuh keluarga akan pendidikan, hingga kualitas nutrisi
sejak dini untuk memastikan tumbuh kembang anak maksimal, termasuk otaknya.
Semua itu untuk memastikan setiap anak mencapai potensi dan performa terbaiknya
agar siap berkompetisi secara maksimal. Sayangnya, tidak semua anak beruntung
memiliki ‘start awal’ yang setara. Start awal yang berbeda, lebih tepatnya
keunggulan bawaan yang memastikan seorang individu mencapai potensi dan
performa terbaiknya disebut privilese.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><span style="font-family: arial;"> </span></o:p></span></p>
<h3 style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Meninjau PPDB Daring</span></span></b></h3>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB) adalah <span style="background: white;">agenda tahunan
penerimaan murid baru di setiap jenjang sekolah. Pada 2020, PPDB secara daring
mulai digunakan di beberapa daerah terutama DKI Jakarta dan sekitarnya. Sistem
ini mengintegrasikan proses seleksi semua sekolah di setiap level dalam satu
zonasi. Sistem ini juga sangat praktikal di saat kasus Covid-19 makin meningkat
di Indonesia. Sampai saat ini, PPDB Daring terus digunakan dengan berbagai
peningkatan. <o:p></o:p></span></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="background: white; color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Petunjuk
teknis PPDB Daring di setiap daerah bisa berbeda-beda, tapi secara umum terdiri
atas Jalur Zonasi, Jalur Afirmasi, Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua/ Wali
serta Jalur Prestasi. Jalur zonasi memberikan kesempatan bagi siswa di sekitar
koordinat sekolah, sedangkan Jalur Afirmasi memberikan kesempatan bagi calon
siswa kurang mampu dan disabilitas. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua/ Wali
bertujuan memfasilitasi calon siswa yang mengikutiorang tuanya bertugas, baik
antar provinsi maupun antar kabupaten / kota. Jalur terakhir yakni jalur
prestasi adalah jalur khusus bagi calon siswa di luar zona dengan syarat nilai
gabungan mencapai skor tertentu.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="background: white; color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Hal
yang menarik dari PPDB Online adalah setiap peserta PPDB Daring akan langsung
diterima di sekolah piliihannya, selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Sistem
daring yang terintegrasi juga memastikan bahwa peserta PPDB Daring hanya akan
diterima sebagai calon siswa di 1 sekolah. Artinya, peserta PPDB Daring tidak
mungkin diterima sebagai calon siswa di beberapa sekolah sekaligus.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span style="background: white; color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Meskipun
terus dilakukan perbaikan sistem, PPDB Daring juga tetap tidak sempurna. Terpantau
pada PPDB Daring 2022, kuota sejumlah sekolah di beberapa daerah masih belum terpenuhi
hingga akhir masa PPDB Daring. Disdikbud setempat memberikan arahan kepada
sekolah-sekolah tersebut untuk memulai KBM sambil membuka PPDB Offline.</span><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><span style="font-family: arial;"> </span></o:p></span></p>
<h3 style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Seleksi PMB (dan kompleksitasnya)</span></span></b></h3>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Berbeda dengan PPDB
Daring yang diatur dengan zonasi (dengan ketentuan khusus untuk lintas zonasi
maupun jalur lain non zonasi), Penerimaan Mahasiswa Baru khususnya PTN bersifat
nasional dan diselenggarakan oleh LTMPT (<span style="background: white;">Lembaga
Tes Masuk Perguruan Tinggi). </span>Ada 2 jenis tes yang diselenggarakan oleh
LTMPT yakni SNMPTN dan SBMPTN. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span style="background: white; color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;">SNMPTN
merupakan seleksi berdasarkan nilai akademik saja atau nilai akademik dan
prestasi lainnya yang ditetapkan oleh PTN dengan biaya subsidi penuh
pemerintah. Sedangkan SBMPTN adalah seleksi calon mahasiswa baru PTN
berdasarkan hasil Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) saja, atau hasil UTBK dan
kriteria lain yang ditetapkan bersama oleh PTN</span><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Secara garis besar, SNMPTN
diselenggarakan lebih awal, konsekuensinya, hasil seleksi SNMPTN dapat diumumkan
sebelum SBMPTN. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Selain SNMPTN dan
SBMPTN, Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta juga memiliki Jalur Mandiri yang
penyelengaraan dan ketentuanya diatur sendiri oleh PT bersangkutan. Meskipun
demikian, pemerintah menetapkan aturan terkait kuota PMB dari masing-masing
jalur.</span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"></span></span></p><blockquote><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;">"PMB 2022 bagi PTN, Pemerintah menetapkan
kuota jalur SNMPTN minimum 20%, SBMPTN minimum 40% dan Jalur Mandiri maksimum
30%. </span><span lang="FR" style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sedangkan bagi PTNBH,
kuota SBMPTN minimum 30% dan Jalur Mandiri maksimum 50%." </span><span style="font-size: 16px; text-align: justify;">Plt Dirjen Dikti-Ristek, Kemendikbud-Ristek Nizam melalui MediaIndonesia.com (</span><span class="selectable-text" style="font-size: 16px; text-align: justify;">11 April 2022, 12:44 WIB</span><span style="font-size: 16px; text-align: justify;">) </span><span style="font-size: 12pt;">"</span></span></blockquote><span lang="FR" style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;"><o:p></o:p></span></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Dikutip dari
kompas.com (<span class="selectable-text">8 Desember 2021, 09:11 WIB) </span>Per <span class="selectable-text">25 November 2021</span>, ada 16 PTN-BH berdasarkan <span class="selectable-text">Peraturan Pemerintah No.114 Tahun 2021 tentang Perguruan
Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Keenam belas universitas tersebut
merupakan perguruan tinggi dengan kualitas tinggi dan diminati banyak siswa. Salah
satu ‘kelebihan’ PTN-BH adalah kemandirian pada pengelolaan dalam berbagai
bentuk bidang seperti bidang keuangan sarana dan prasarana serta
ketenagakerjaan, misalnya melalui kuota penyelenggaraan Jalur Mandiri yang
lebih besar daripada PTN biasa. Umumnya, Pendaftaran Jalur Mandiri dimulai
setelah hasil seleksi SNMPTN keluar, dan berakhir sebelum hasil SBMPTN keluar. Sedangkan
Ujian Jalur Mandiri bervariasi, ada yang sebelum pengumuman SBMPTN, ada yang
sesudah SBMPTN. <o:p></o:p></span></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span class="selectable-text"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;"></span></span></span></p><blockquote><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;">"Program
mandiri sangat tergantung dari perguruan tinggi masing-masing karena
dilaksanakan oleh masing-masing (kampus), sehingga ada perguruan tinggi yang
mensyaratkan kalau sudah lulus SBMPTN, maka tidak diizinkan mengambil mandiri.
Tapi hampir sebagian besar tidak mensyaratkan hal tersebut (tidak mengizinkan mengambil
mandiri bila sudah lulus SBMPTN-red)". </span><span style="font-size: 16px;">Ketua LTMPT d</span><span style="font-size: 16px;">ilansir dari detikjatim (28 Jun 2022 15:21 WIB)</span></span></blockquote><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;"><o:p></o:p></span></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Yang perlu dicermati
adalah, dalam website LTPMPT, fungsi lembaga tersebut sudah secara gamblang
dideskripsikan hanya “<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Mengelola dan
mengolah data</b> calon mahasiswa untuk <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">bahan
seleksi jalur SNMPTN dan SBMPTN oleh rektor PTN</b>”<span style="background: white;"> Maka dapat diambil kesimpulan bahwa penentu kelolosan seorang peserta
tes, baik SNMPTN maupun SBMPTN apalagi jalur Mandiri, adalah PTN tujuan
masing-masing. Pertanyannya, kriteria lolos dimaksud apa? Sebab tak jarang siswa
tak lulus di SNMPTN dan SBMPTN tapi lolos di jalur Mandiri di pilihan jurusan
yang sama.<o:p></o:p></span></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="background: white; color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><span style="font-family: arial;"></span></o:p></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-family: arial;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifuhJEsgDQDgt-OtZLhLywKitBlmTJ5QqC8UenrRVqhAVT02_BPbAjOJ_VjnRFIZRrERImZ6FCiMRNK7N-ij-fwFszopkdfYheFxNHvhb_kdl45byqMgbRim9DSNXSk9pH0r_AgFrHJZaTMgC-aJWP4h6QEfwgbSAC8cAfYXAsSU7-EgF4tsZp6q-7/s1365/fungsi%20LTPMT.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="646" data-original-width="1365" height="301" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifuhJEsgDQDgt-OtZLhLywKitBlmTJ5QqC8UenrRVqhAVT02_BPbAjOJ_VjnRFIZRrERImZ6FCiMRNK7N-ij-fwFszopkdfYheFxNHvhb_kdl45byqMgbRim9DSNXSk9pH0r_AgFrHJZaTMgC-aJWP4h6QEfwgbSAC8cAfYXAsSU7-EgF4tsZp6q-7/w637-h301/fungsi%20LTPMT.jpg" width="637" /></a></span></div><span style="font-family: arial;"><br /> </span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Keberpihakan dalam ‘Kompetisi mendapatkan kursi PTN’<o:p></o:p></span></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Jadwal yang tumpang tindih dan keinginan untuk
‘mengamankan masa depan’ seringkali membuat para siswa (kadang karena dorongan
orang tua) untuk menyiapkan ‘cadangan’ sebanyak-banyaknya. Apalagi bila tidak
berkesempatan lolos di jalur SNMPTN. Siswa berlomba-lomba mengambil SBMPTN dan
Jalur Mandiri sebanyak mungkin. Ini belum termasuk Sekolah Kedinasan yang
biasanya punya jalur dan jadwal seleksiyang berbeda dari ujian ptn pada
umumnya. Bahkan di jurusan universitas high rank, ada yang tiba-tiba ‘pamit’
setelah 2 semester bahkan kurang dari 1 semester. Celetukan ‘SekDin, Jangan
Ambil Teman Kami” pernah viral dan akhirnya hanya menjadi pemakluman.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Yang lebih disayangkan, kemampuan mendaftar ke banyak
jalur sebagai cadangan lagi-lagi hanya dimiliki kaum berprivilese. Sebab biaya
tes Jalur Mandiri juga bervariasi.Simak UI berkisar Rp.500.000-Rp.600.000, SM
ITB Rp.500.000, UTUL UGM Rp.325.000 dengan 2 pilihan prodi. Biaya Pendaftaran
termurah di antara universitas favorit jatuh kepada UNPAD yakni Rp.100.000
(berbasis skor UTBK). Mengikuti Jalur Mandiri juga bukan sekadar membayar biaya
pendaftaran, tapi juga transport hingga akomodasi di lokasi ujian, terutama
bila bukan tes berbasis komputer / skor UTBK yang bisa dilakukan dari manapun. Plus,
ada universitas yang menerapkan semacam ‘uang pangkal’ di jalur Mandiri,
misalnya UGM yang menerapkan Sumbangan Sukarela Pengembangan Institusi (SSPI) bagi
yang menghendaki.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Bagi sebagian
kelompok masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang mampu bahkan di atas
rata-rata, uang pendaftaran di atas bisa jadi ’murah’, tapi bagi sebagian lain yang
tidak memiliki privilege ekonomi, biaya ‘termurah’ pun bisa terasa mahal.
Dengan segala keterbatasan (dan harapan akan dapat bidikmisi/KIP/beasiswa
lain), kaum tanpa privilese ekonomi hanya bisa mendaftar SNMPTN (karena gratis),
cerdik memilih seleksi tertentu. Serta tentu saja, tidak ada ‘cadangan’ bagi
kelompok tanpa privilese. 1 pilihan atau tidak sama sekali. Berbanding terbalik
dengan mereka yang secara ekonomi ‘mampu’ menyiapkan cadangan sebanyak mungkin
dan ‘tinggal melepas’ yang tidak dipilih.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Kalau sistem yang ada
hanya membuat mereka yang punya ‘start awal’ alias privilese menang, itu
namanya hukum rimba. Si(apa) yang bertanggungjawab untuk mengatasi kesenjangan
‘start awal’? Kita<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>semua. Sebab janji
kemerdekaan kita bersama adalah “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Ini bukan
hanya urusan negara, tapi urusan kita semua sebagai satu bangsa. Tentu saja,
ada pembagian peran yang perlu dikelola sebaik mungkin. Termasuk peran negara
untuk memastikan kompetisi berlangsung secara sehat. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><span style="font-family: arial;"> </span></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Apa yang bisa dilakukan?<o:p></o:p></span></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Kebutuhan akan rasa aman dan menciptakan kondisi untuk
mendapatkan hal terbaik sebenarnya meupakan insting alamiah. Temasuk menyiapkan
berbagai rencana cadangan bagi yang mampu. Maka, penting sekali bagi pemangku
kebijakan untuk membaca kebutuhan pasar dan menemukan regulasi yang lebih bisa memberi
rasa aman bagi semua pihak, termasuk kelompok yang perlu tambahan dukungan
untuk berada di garis start yang sama dalam kompetisi. Jika SNMPTN bisa
‘menyeleksi’ dengan rapor 5 semester saja, mengapa Jalur Mandiri dan Sekolah
Kedinasan tidak diselenggarakan lebih awal sehingga calon mahasiswa yang
menyasar tujuan tertentu bisa fokus memantapkan diri menuju impiannya? Bila
masih belum beruntung, maka perjuangan selanjutnya adalah di SNMPTN dan SBMPTN untuk
memenuhi ‘sisa’ batas maksimal kuota Ujian Mandiri.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Ditambah dengan integrasi sistem PMB,dan pengelolaan
jadwal ujian diharapkan lebih bisa memberikan tak hanya rasa aman, tapi juga
kesempatan bagi sebanyak mungkin calon mahasiswa, serta menghindari kursi
kosong yang ditinggalkan karena lolos di banyak tempat sekaligus. Lagian, masak
iya, integrasi sekelas universitas yang harusnya level kognitifnya lebih tinggi
‘kalah’ dengan PPDB?<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">Tapi harus diakui, secara hitungan ‘bisnis’ penataan
ulang linimasa itu bisa mengubah situasi pasar. Kondisi belum berhasil masuk
jurusan idaman di SNMPTN dan SBMPTN memancing pasar untuk mencari cadangan
sebanyak mungkin. Kalau linimasanya dibalik, alias Mandiri dan SekDin lebih
awal, faktor psikologis pasar yang sedang panik jelas hilang. Pertanyaanya,
kembali ke judul: Mencerdaskan kehidupan Bangsa (yang mana) itu tanggung jawab
siapa?<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="color: black; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;"><span style="font-size: 12pt;">Referensi:</span><br />https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data_pub/0000/api_pub/UkJNaEl6ZHRVYXNaMzZhZG9BbS9ZZz09/da_04/1<br />https://mediaindonesia.com/humaniora/484935/penerimaan-mahasiswa-baru-jalur-ptnbh-maksimum-50</span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">https://www.detik.com/jatim/berita/d-6151330/sudah-lolos-sbmptn-tapi-masih-ingin-daftar-jalur-mandiri-apakah-bisa</span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="line-height: 150%;"><span style="font-family: arial;">https://ltmpt.ac.id/?mid=7</span></span></p>Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-53010714845593731002020-03-18T05:37:00.000-07:002020-03-18T05:37:45.423-07:004 GOLONGAN ORANG DALAM ISU COVID-19 <div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkAFKi58rJUkpv7N4ZeAsUJuXojSIr77wir9lXAnKlWI10z1a2aJDnP3ILK40vROh4fOxVpCHvVTe5zURWXMHTc5mnRSTKvPDeVgctf86adB7gNDmZ7-mM9SigTblliWWT0j5EeiREnJs/s1600/1584533884990618-0.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkAFKi58rJUkpv7N4ZeAsUJuXojSIr77wir9lXAnKlWI10z1a2aJDnP3ILK40vROh4fOxVpCHvVTe5zURWXMHTc5mnRSTKvPDeVgctf86adB7gNDmZ7-mM9SigTblliWWT0j5EeiREnJs/s1600/1584533884990618-0.png" width="400"></a></div><br></div><div><br></div><div>A adalah Pembawa Virus Awal. Mereka mudah dideteksi, kebanyakan dari mereka sedang dalam pengobatan.<br></div><div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvQfFIvge7k1dMNLmccBkAnN0thhC9EXXC5ydc9GRVKFZyF5XBWaQogubfQ4C_O00zW3MH0F7TS8V9xqrf71C9hWpKhNcqbeaX1yqTy0qOMkBH0djg26X1IGeny85EnwagCowdXX1AZvI/s1600/1584533875399806-1.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvQfFIvge7k1dMNLmccBkAnN0thhC9EXXC5ydc9GRVKFZyF5XBWaQogubfQ4C_O00zW3MH0F7TS8V9xqrf71C9hWpKhNcqbeaX1yqTy0qOMkBH0djg26X1IGeny85EnwagCowdXX1AZvI/s1600/1584533875399806-1.png" width="400"></a></div><br></div><div>A bepergian untuk bertemu C, (di dalam perjalanan menuju C), A tidak sengaja berpapasan dengan B di area publik.</div><div>A dan B tidak saling mengenal.</div><div><br></div><div>Papasan tak disengaja tersebut bisa terjadi di:</div><div>- bandara </div><div>- terminal</div><div>- toilet umum</div><div>- taksi</div><div>- salon</div><div>- lift</div><div>- stasiun</div><div>- rest area jalan cepat (Tol) </div><div>- restoran</div><div>- supermarket </div><div>- tempat berbelanja</div><div>- konter Milk Tea</div><div>- dsb</div><div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxWKD9MTUpxLRrp8AbzeoOzc_O80LhgPlq1yvuKba0QfBq-eL2BVBywGG9GommI5fJ-BM4MJCikwkASunQ06hWJCPcKVHvedUm6nHmSQ-nrBzRAXzBE1OIyxdzc4waWgp7rwezKLywRQM/s1600/1584533869695972-2.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxWKD9MTUpxLRrp8AbzeoOzc_O80LhgPlq1yvuKba0QfBq-eL2BVBywGG9GommI5fJ-BM4MJCikwkASunQ06hWJCPcKVHvedUm6nHmSQ-nrBzRAXzBE1OIyxdzc4waWgp7rwezKLywRQM/s1600/1584533869695972-2.png" width="400"></a></div><br></div><div><br></div><div>A akhirnya tiba dan melakukan interaksi dengan C.</div><div>Tak peduli seberapa banyak C, kita bisa menemukan mereka.</div><div><br></div><div>C bisa saja:</div><div>- Keluarga </div><div>- teman</div><div>- rekan kerja</div><div>- tetangga</div><div>- kasir tempat kita berbelanja</div><div>- petugas konter bioskop</div><div>- pengantar pesanan makanan</div><div>- dsb</div><div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLBJJGFiEEAKlkUI1tiVv1AJRXcTF8hdEpwHA8YWd36uXXHJ0uoirL-av1HrYEe8IpaMde8u4ujLWdFFL_UWdcR8lfbvfew-0FsUFNWhUUOSGJnwOE6zsLfsFmveeyqIfGYvYolaBFdRE/s1600/1584533864673982-3.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLBJJGFiEEAKlkUI1tiVv1AJRXcTF8hdEpwHA8YWd36uXXHJ0uoirL-av1HrYEe8IpaMde8u4ujLWdFFL_UWdcR8lfbvfew-0FsUFNWhUUOSGJnwOE6zsLfsFmveeyqIfGYvYolaBFdRE/s1600/1584533864673982-3.png" width="400"></a></div><br></div><div><br></div><div>(Karena C dapat ditelusuri keberadaannya),</div><div>Maka C dikarantina dan diobservasi</div><div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXWj-TWMO6XZq_v6y2mX2QhuFLM2O9Q87_z4KLY_w4HQCz3iydoLu7x6xG3x5tzbadoaZ-OrLQx6lTJth6jQriGFgA0rOpvaLq7u9p_4L2iWBUTuRG9RsLFvj91mgd9gdaMxAhVTBGmCo/s1600/1584533856929730-4.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXWj-TWMO6XZq_v6y2mX2QhuFLM2O9Q87_z4KLY_w4HQCz3iydoLu7x6xG3x5tzbadoaZ-OrLQx6lTJth6jQriGFgA0rOpvaLq7u9p_4L2iWBUTuRG9RsLFvj91mgd9gdaMxAhVTBGmCo/s1600/1584533856929730-4.png" width="400"></a></div><br></div><div>Masalahnya adalah, kita tidak dapat menemukan 'B'. Tidak ada yang tahu 'siapakah B itu', bahkan 'B' sendiri. </div><div>(ingat, B tidak kenal A, dia TIDAK BERMAKSUD bertemu A, dia TIDAK TAHU bahwa A membawa Virus) </div><div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi9QFVjjnRg-3JMTaX_eeJcp5nnu8MzuM49XLeItMXysTtGIHTmucQP_Aqsdwi0W1vrqeiBzLEFVzk4Dbn1DI4Ayeg0XeW2Z-omM58UnASapVZFNk83x_KHVZmm2010mKmZFrG77goHSc/s1600/1584533852006397-5.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi9QFVjjnRg-3JMTaX_eeJcp5nnu8MzuM49XLeItMXysTtGIHTmucQP_Aqsdwi0W1vrqeiBzLEFVzk4Dbn1DI4Ayeg0XeW2Z-omM58UnASapVZFNk83x_KHVZmm2010mKmZFrG77goHSc/s1600/1584533852006397-5.png" width="400"></a></div><br></div><div><br></div><div>Lantas D keluar rumah, dia mungkin saja melakukan kontak / bertemu / tidak sengaja bersinggungan dengan B.</div><div>Maka, D menjadi B baru (B2)</div><div><br></div><div>Kontak / pertemuan / papasan tak disengaja tersebut bisa berupa:</div><div>- nongkrong bareng</div><div>- pergi ke supermarket</div><div>- berada dalam lift yang sama</div><div>- berjalan di keramaian </div><div>- jogging</div><div>- berbelanja</div><div>- antri di toilet umum</div><div>- dsb</div><div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhirdG3r6Nm0g5yYJtQ9FQqLElt_E97piruUK1dJ8M4tIAUpDEbyD_UbkKveYg5wfOFIvDGS6F9JXQGkIQp4BOna-dwtnpsKk8EzKojbwbOY3JSJNPB0_V3qsgGzP1JTIEqdANnmkKW50E/s1600/1584533847013885-6.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhirdG3r6Nm0g5yYJtQ9FQqLElt_E97piruUK1dJ8M4tIAUpDEbyD_UbkKveYg5wfOFIvDGS6F9JXQGkIQp4BOna-dwtnpsKk8EzKojbwbOY3JSJNPB0_V3qsgGzP1JTIEqdANnmkKW50E/s1600/1584533847013885-6.png" width="400"></a></div><br></div><div><br></div><div>D (yang lain lagi) tetap berada di rumah dan tidak pernah bepergian</div><div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJBwv3L6tYipKAM2ImSW-0VI01eb8U9eV_Hn8Q4KKdgKQNSt9S6GMfRgI0x9sWmm1bdoq20e6U9N6d8hyphenhyphenYmt2joZXaTG7-0Vx3AOWSNHGxF4AFRG50_fHjpl7kUWdGvuMeszdWsWNWO1c/s1600/1584533841920944-7.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJBwv3L6tYipKAM2ImSW-0VI01eb8U9eV_Hn8Q4KKdgKQNSt9S6GMfRgI0x9sWmm1bdoq20e6U9N6d8hyphenhyphenYmt2joZXaTG7-0Vx3AOWSNHGxF4AFRG50_fHjpl7kUWdGvuMeszdWsWNWO1c/s1600/1584533841920944-7.png" width="400"></a></div><br></div><div><br></div><div>Pada dasarnya, masa inkubasi virus adalah 2 minggu.</div><div>Dalam kurun waktu 2 minggu, golongan B akan mengalami gejala terjangkit virus.</div><div>Gejala tersebut dapat berupa:</div><div>- Demam </div><div>- Batuk</div><div>- Kesulitan bernapas</div><div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjK5cnHGgwOFbhuk_MYdQzs578EY-Gh9S7QXYA-DqE3dP_r0E96oCP6Luw3r-7FkzaEqy8x1GdDV31lDzxrfUEtxS9he5EGS971I7Nkli_lgkToxNsdODF-E2HHb_9rVk8khcg1GU-EULk/s1600/1584533837243139-8.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjK5cnHGgwOFbhuk_MYdQzs578EY-Gh9S7QXYA-DqE3dP_r0E96oCP6Luw3r-7FkzaEqy8x1GdDV31lDzxrfUEtxS9he5EGS971I7Nkli_lgkToxNsdODF-E2HHb_9rVk8khcg1GU-EULk/s1600/1584533837243139-8.png" width="400"></a></div><br></div><div><br></div><div>Tujuan dari Lockdown (karantina wilayah) dan karantina penduduk adalah menggunakan waktu untuk menemukan siapapun yang tergolong B</div><div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOThNIhQY2f9lCoHcw_gWtC_Uqzb-iyzWqKhty74EHp7W57mmuAxmDlKChO6dcZaaPPNNXZ-pQJTefb0iaWZosoS2YYbcDboUaAuHW0qhPkXqLAfZRl3MRBNQc-WebymZ6CJQHI2IRRfk/s1600/1584533832191465-9.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOThNIhQY2f9lCoHcw_gWtC_Uqzb-iyzWqKhty74EHp7W57mmuAxmDlKChO6dcZaaPPNNXZ-pQJTefb0iaWZosoS2YYbcDboUaAuHW0qhPkXqLAfZRl3MRBNQc-WebymZ6CJQHI2IRRfk/s1600/1584533832191465-9.png" width="400"></a></div><br></div><div><br></div><div>Dengan metode Karantina Wilayah dan Karantina Penduduk, kita dapat:</div><div>- menemukan golongan B, menerapkan karantina dan pengobatan pada mereka</div><div>- mengurangi dan menghentikan munculnya B2</div><div>- bahkan bisa menghentikan persebaran virus</div><div><div class="separator"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi0-SSEosCkGAWz9Nf0y7F-YEBIW0G84HngXxmeEq0lzsRVX4Qwq0nDmFaMd7exFCeASAnyQnyXsBSfPv6xxZh8N6et2wMY2siyYMRBVDZ6FNI4BYkZoV5fzH_nxhlxBVhLVyWqh8cAsI/s1600/1584533827036789-10.png" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi0-SSEosCkGAWz9Nf0y7F-YEBIW0G84HngXxmeEq0lzsRVX4Qwq0nDmFaMd7exFCeASAnyQnyXsBSfPv6xxZh8N6et2wMY2siyYMRBVDZ6FNI4BYkZoV5fzH_nxhlxBVhLVyWqh8cAsI/s1600/1584533827036789-10.png" width="400"></a></div><br></div><div><br></div><div>Sumber:</div><div>https://twitter.com/BukhairiAbd/status/1239865478975127557?s=19</div><div><br></div>Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-44224044264517437582020-01-26T15:08:00.000-08:002022-08-25T18:18:40.289-07:00#SaveKucingKoneng dari Pasar Gamping yang terkena Scabies parah<p dir="ltr">Hai Pawfriends, <br>
Kemarin sore saat saya ke Pasar Gamping, saya melihat kucing kuning dengan scabies parah di seluruh kepala, leher hingga punggungnya.</p>
<p dir="ltr">Karena warnanya koneng, saya kasih nama Kucing Koneng</p><p dir="ltr"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjr_j2QffKdZhaBxbCdpxT5xGSUxc_SBme9Ph-HAiA-70mpdAEdqdTHrQLxxbrf3CsCOqI2emOx2F8PTT-3OgzbslmwFkj9krZONMu5VgS1nnLoVHhBTgh11GevT2hVowNGkr-YbsQ-_no/s1600/1580058132289867-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjr_j2QffKdZhaBxbCdpxT5xGSUxc_SBme9Ph-HAiA-70mpdAEdqdTHrQLxxbrf3CsCOqI2emOx2F8PTT-3OgzbslmwFkj9krZONMu5VgS1nnLoVHhBTgh11GevT2hVowNGkr-YbsQ-_no/s1600/1580058132289867-0.png" width="400">
</a>
</div><br><p></p><p dir="ltr"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipf4E7Ios1ZoYqIHk_ifxnCLlr3_8fliHLUJbR_xWAA5NmxH4yDRbmxkYYITToDTuzPnPKLI2xtVDDCMLdsbGjj-JLWf-fDd8uDwyokz3_VWRK-caoOdHBzauKyu4iRLErVkglCpNyLMs/s1600/1580058121820437-1.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipf4E7Ios1ZoYqIHk_ifxnCLlr3_8fliHLUJbR_xWAA5NmxH4yDRbmxkYYITToDTuzPnPKLI2xtVDDCMLdsbGjj-JLWf-fDd8uDwyokz3_VWRK-caoOdHBzauKyu4iRLErVkglCpNyLMs/s1600/1580058121820437-1.png" width="400">
</a>
</div><br><p></p>
<p dir="ltr">Sore itu saya langsung coba untuk tangkap, tapi dia kabur.<br>
Apalagi saya cuma bawa keranjang sayur, makin mudahlah dia kabur.<br>
😭</p>
<p dir="ltr">Btw,<br>
Dia kayaknya punya trauma dibuang gtu, begitu liat keranjang, dia nampak panik.<br>
😢</p>
<p dir="ltr">Akhirnya saya pulang untuk mengambil keranjang kucing, karung goni dan wet food untuk memancing dia. Plus saya ajak adik karena repot banget kalau sendirian.</p>
<p dir="ltr">Saat saya kembali ke Pasar Gamping, saya agak kesulitan mencari Koneng karena dia tidak berada di tempat saya melihat dia terakhir kalinya. Akhirnya dengan bantuan beberapa bapak-bapak di Pasar Gamping, Koneng ditemukan di dekat bangunan semacam masjid yg sedang dibangun di dekat pasar</p>
<p dir="ltr">Setelah drama dicakar (dan digigit 😅)<br>
Akhirnya Koneng bisa ditangkap. Saat ini Koneng ada di rumah saya.</p><p dir="ltr"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoJyluyVblSzez1hmCX6RVjE_n6XeTn7d1e5joWnGPiAqqoXs6efzuSY-UMD-mo4YoARU-WQ6ECMfjKVMIh3_BEnnUbMtMQ3J-ZMoqZIFYXUrUpxMDKQwINg-1ju-SSI81euEIGfpG5cw/s1600/1580058107319342-2.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoJyluyVblSzez1hmCX6RVjE_n6XeTn7d1e5joWnGPiAqqoXs6efzuSY-UMD-mo4YoARU-WQ6ECMfjKVMIh3_BEnnUbMtMQ3J-ZMoqZIFYXUrUpxMDKQwINg-1ju-SSI81euEIGfpG5cw/s1600/1580058107319342-2.png" width="400">
</a>
</div><br><p></p><p dir="ltr"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp1k7adl-hRMn6-DZS8TaQRT0ewNedRQQ174SaAHtdTq9rjWimXrv3e9U_DAl9VkKkKDEB0gmcfDrLdjCQ6RGUK-DS8dDWBb31aU5ZUmcWBqBHEPytfG6tVTys6Wk1gXnQPSoVpHJaEN4/s1600/1580080071092976-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp1k7adl-hRMn6-DZS8TaQRT0ewNedRQQ174SaAHtdTq9rjWimXrv3e9U_DAl9VkKkKDEB0gmcfDrLdjCQ6RGUK-DS8dDWBb31aU5ZUmcWBqBHEPytfG6tVTys6Wk1gXnQPSoVpHJaEN4/s1600/1580080071092976-0.png" width="400">
</a>
</div><br><p></p><p dir="ltr"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzOHt9yq0x12oRa3t1QkD-Kb1Jc9rsRbxwui-5PVBJxt5JiQzUdCkVvT48VGCpiW8HtbAvjmWVlnBoaZnbdSb51jLQnzxC7QY-vy-xvFGOAKfv8X5YWeuTrUmHuT3MQbmD04_aHOcOekI/s1600/1580080061940924-1.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzOHt9yq0x12oRa3t1QkD-Kb1Jc9rsRbxwui-5PVBJxt5JiQzUdCkVvT48VGCpiW8HtbAvjmWVlnBoaZnbdSb51jLQnzxC7QY-vy-xvFGOAKfv8X5YWeuTrUmHuT3MQbmD04_aHOcOekI/s1600/1580080061940924-1.png" width="400">
</a>
</div><br><p></p>
<p dir="ltr"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh60v7qfaVTe56N3HDTf-EuHfUeVTB5EuUU41LJ6cDayClQKbjibKsD5-buTA6QN346IFfnG4sTkDNPop6blmoy6Ys-K0deDQPaoVGmxuGm2VkX3gm_HBQGW5YBjrT9miR3PuRbfqSdK4s/s1600/1580080051317008-2.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh60v7qfaVTe56N3HDTf-EuHfUeVTB5EuUU41LJ6cDayClQKbjibKsD5-buTA6QN346IFfnG4sTkDNPop6blmoy6Ys-K0deDQPaoVGmxuGm2VkX3gm_HBQGW5YBjrT9miR3PuRbfqSdK4s/s1600/1580080051317008-2.png" width="400">
</a>
</div><br><p></p><p dir="ltr">Pagi ini, Koneng akan saya bawa ke Klinik Hewan Kuningan pada Senin pagi, 27 Januari 2020.<br>
Di sana jasa perawatannya gratis, tapi bisa jadi ada beberapa komponen biaya tambahan yang harus ditanggung ng seperti makanan, obat sekunder ataupun multivitamin.<br></p>
<p dir="ltr">Saya akan jadi Foster Family untuk Koneng sampai sembuh.</p>
<p dir="ltr">Setelah itu PawFriend yang berkenan mengadopsi Koneng, sangat dipersilakan lho.</p>
<p dir="ltr">PawFriend yang berkenan berpartisipasi #SaveKucingKoneng boleh hubungi saya dengan leave comment</p>
<p dir="ltr">PawFriend yang berpartisipasi sangat dipersilakan reply bukti partisipasi di twit @kata_atina ini agar PawFriend lain bisa ikut mengawal ya 😘</p>
<p dir="ltr">Segala aktivitas dan penggunaan donasi akan diupdate di akun Twitter @kata_atina agar seluruh PawFriend bisa ikut mengikuti perkembangan Koneng.</p><p dir="ltr"><br></p><p dir="ltr">
#SaveKucingKoneng</p>Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-66182245133975481182019-04-26T03:04:00.003-07:002019-04-26T03:04:38.679-07:00Lelah dan hal-hal yang hilangMatahari masih cukup tinggi, menyoroti dari arah punggung.<br />
Titik air berjatuhan seolah berlomba mencapai bumi secepat mungkin.<br />
<br />
Ada yang hilang, tak kusadari.<br />
Memaksa kembali ke titik awal, menyusuri jalanan yang tak berujung.<br />
<br />
Kesabaran hilang, meredup seiring semangat.<br />
Amarah mengemuka, sejalan dengan kekecewaan.<br />
<br />
Saat lelah,<br />
Banyak hal yang hilang.<br />
Kali ini kutulis, untuk jadi pengingat.Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-6859957894612783752018-11-10T22:25:00.001-08:002018-11-10T22:30:32.157-08:00Pelecehan Seksual (dan Bagaimana Cara Pers Memberitakan)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Setelah berdiskusi dengan beberapa kawan, serta didesak untuk
menulis sebuah opini utuh, tak sekedar mengkritisi tulisan lain, akhirnya saya
memutuskan untuk mencoba menulis kembali. Sudah lama saya tidak menulis hal
yang cukup serius. Jadi biarkan saya menulis dengan logat tutur ala warganet
kekinian. Semoga tidak mengurangi minat rekan-rekan untuk mebaca sedikit
curahan pikiran saya. Sebuah peringatan awal dari saya, tulisan ini akan menggunakan
beberapa kata yang vulgar. Jadi jika anda tidak suka dengan kata-kata yang
vulgar, dan atau belum sampai pada usia yang cukup, silahkan balik kanan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Tentang pelecehan seksual, sebuah term yang seksi bagi sebagian
pihak, sangat menarik untuk dibahas, tetapi masih menjadi tanda tanya besar
bagi sebagian yang lain. Merujuk pada berita yang viral beberapa waktu yang
lalu, yakni dugaan kasus pemerkosaan mahasiswa sebuah PTN oleh rekan sesama
mahasiswa di sebuah kegiatan kampus, warganet yang terlibat pada perdebatan
penggunaan istilah ‘perkosaan’ atau ‘pelecehan’ adalah contoh dari sekelumit
kelompok yang memiliki literasi cukup, dibanding mereka yang bahkan masih
bertanya-tanya apa itu pelecehan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Saya sendiri merasakan jurang pemahaman itu ketika di lingkungan
terkecil saya muncul pertanyaan: “Sebenarnya batasan tindakan terhadap
perempuan yang dianggap sebagai pelecehan itu kayak gimana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Cukup mengejutkan, mengingat pertanyaan itu muncul dari seorang
rekan dengan latar belakang antropologi. Bisa jadi, yang bersangkutan hanya sekadar
melakukan tes ombak. Tapi kebisuan yang merebak menjadi salah satu sinyal kuat
bagi saya bahwa pemahaman yang kuat belum menjadi bagian dari pengetahuan dasar
kelompok tersebut. Bisa jadi sebagian tahu, tapi tidak cukup yakin untuk
menyampaikan pendapat. Di kehidupan sehari-hari, bisa jadi kelompok ini adalah
bagian yang masih ragu mengkategorikan sebuah tindakan sebagai ‘pelecehan’.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Maka, jangankan term pelecehan seksual, kata ‘pelecehan’ saja,
bagi sebagian pihak, masih cukup asing. Saya cukup memahami kondisi ini,
misalnya di suatu daerah yang nuansa kekeluargaannya masih cukup kental. Sapaan
yang mengandung pujian memang tulus. Biasa digunakan sehari-hari untuk
merekatkan hubungan sosial. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Secara umum, ada dua istilah yang diperdebatkan untuk merujuk
dugaan kasus itu, pelecehan dan perkosaan. KOMNAS Perempuan (sebelumnya saya
menyebut KOMNAS HAM) menyebut bahwa Perkosaan adalah serangan dalam bentuk
pemaksaan hubungan seksual dengan memakai penis ke arah vagina, anus atau mulut
korban. Bisa juga menggunakan jari tangan atau benda-benda lainnya. Serangan
dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan, tekanan psikologis,
penyelahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang
penuh paksaan. Definisi ini, merupakan definisi paling mutakhir menyikapi kasus
perkosaan dengan gagang pacul yang sempat viral beberapa waktu yang lalu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Sedangkan menurut KUHP, yang hingga kini belum direvisi, dugaan
kasus kemarin hanya tergolong pencabulan (bahkan bukan pelecehan!) karena tidak
ada persetubuhan yang dimaknai sebagai penetrasi penis ke vagina. Secara rinci <span style="background: white; color: #1a1a1a;">Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) menyebutkan, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena
melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Menurut
tulisan yang viral beberapa waktu yang lalu, terduga pelaku diduga
menggerayangi dan menciumi tubuh terduga korban serta memasukkan jarinya ke
vaginanya. Maka hal itu bukan pemerkosaan melainkan pencabulan, sebagaimana
diatur dalam Pasal 289 KUHP.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="background: white; color: #1a1a1a;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;">Informasi di atas, sebenarnya
justru informasi yang perlu disampaikan pada masyarakat. Bahwa spektrum hukum
kita belum direvisi cakupannya, bahwa mulai ada definisi-definisi yang lebih
berpihak pada keadilan terduga korban, dan sebagainya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;">Kurangnya literasi masyarakat di
isu ini sebenarnya merupakan ‘lahan garapan’ potensial bagi pers untuk
menjalankan peran sebagai media pendidikan masyarakat. Pers, perlu mengambil
langkah yang progresif terkait kurangnya literasi ini dengan tetap
memperhatikan fungsi dan etika yang mengikat. Lantas, bagaimana seharusnya pers
berperan?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;">Sebagai media informasi, penting
bagi pers untuk menyuarakan dugaan kasus yang diduga tak kunjung mendapat
penangan yang optimal ini. Harus diakui, dalam usaha menyajikan data,
investigasi yang dilakukan oleh Balairung sangat luar biasa hebat. Berani
menyentil berbagai pihak terkait. Bisa jadi, penanganan yang berlarut dan tak
kunjung memberikan hasil yang diharapkan oleh terduga korban membuat terduga
korban akhirnya memutuskan untuk buka suara dengan segamblang-gamblangnya,
termasuk mengizinkan Balairung untuk menuliskan secara detil apa yang ia alami.
Di sinilah ujian bagi pers yang diikat beberapa etika seperti perlindungan
korban dan netralitas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;">Mendapat ijin bukan berarti lantas
perlu dipublikasikan. Sebab selain sebagai media informasi, pers juga
menanggung fungsi sebagai media pendidikan masyarakat. Dengan informasi yang
segamblang itu, apakah masyarakat siap, cukup dewasa untuk menerima informasi
tersebut alih-alih fokus pada kekepoan mencari tahu persona terlibat? Apakah
informasi yang akan disebar mampu secara efektif mendidik masyarakat tentang apa
yang diduga terjadi dan mengapa itu disebut pelecehan dan atau perkosaan? Apakah
tulisan yang dibuat cukup memberikan keadilan bagi pihak-pihak yang diduga
terlibat? Apakah berita yang ditulis mampu mendorong masyarakat untuk bersikap
adil? Masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;">Pada kasus dugaan perkosaan tersebut
di atas, pemberitaan oleh lembaga pers mahasiswa setempat bisa menjadi titik
balik. Kasus ini menjadi perhatian banyak sekali pihak, penanganannya turut
menjadi sorotan. Bisa jadi, keberanian persma untuk mengungkap dugaan kasus ini
menjadi angin segar penegakan keadilan atas kasus serupa. Mendorong pengampu
kepentingan untuk memiliki sistem penanganan terbaik atas hal-hal serupa. Selain
evaluasi mendalam agar kasus serupa tak lagi terulang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;">Tak dapat dipungkiri, pilihan persma
setempat untuk menyertakan identitas terduga korban menjadi polemik (baru) tersendiri.
Sebagian warganet justru gagal fokus; terpancing untuk mencari identitas terduga
korban maupun terduga pelaku alih-alih ‘pembelajaran’ kasus. Bahwa hal demikian
adalah perkosaan menurut komnas perempuan, serta pencabulan menurut KUHP yang
belum juga direvisi. Bahwa berdasarkan ulasan ahli, terduga pelaku diancam apa,
dan lain sebagainya. Warganet malah sibuk dengan identitas dan luapan emosional
masing-masing. Bahkan indikasi persekusi pun merebak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;">Pilihan persma untuk menulis secara
detil kronologi dugaan kasus juga membuka ruang debat yang cukup besar. Mulai
dari perdebatan pilihan term yang paling sesuai, perdebatan tentang aspek
kepantasan, hingga perdebatan akar rumput yang kurang literasi sehingga justru
mengecilkan dugaan kasus tersebut dengan kata ‘hanya’. Bukan satu dua kali saya
mendengar ada yang berkomentar ‘itu kan cuma’, ‘ah sudah biasa’, ‘sudah dari
dulu’, hingga ‘dikawinkan saja, keduanya’.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #1a1a1a;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Sungguh amat disayangkan. Menurut hemat saya, persma tersebut kehilangan
momen mendidik masyarakat tentang batapa seriusnya kasus ini lewat kemasan yang
elegan. Pilihan deskripsi kejadian justru mencuri perhatian warganet ke ruang
diskusi liar. Melanggengkan kebutuhan informasi detil berlebih yang berujung persekusi,
dan lain sebagainya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Salut atas investigasi yang dalam, tapi tetap menyayangkan pilihan
cara penyampaian.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Di sisi lain, pilihan persma untuk menyampaikan secara gamblang
deskripsi dugaan kasus tak lepas dari kebutuhan akan info yang semakin dalam
dari pembaca. Pembaca kini tak lagi dapat ‘dipuaskan’ dengan kata-kata
implisit. Pers seolah dituntut jadi mata dan telinga pembaca dengan tanpa saringan.
Bagaimana ini bisa terjadi?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Saya masih ingat betul di kisaran tahun 1996 saat saya baru mulai
bisa membaca koran, media begitu tertib menjaga identitas terduga korban maupun
terduga pelaku. Hanya usia saja yang menyertai inisial. Gambar yang ditampilkan
juga selalu ditutup dengan blok hitam, tak sekedar blur atau pose menundukkan
kepala. Saya juga masih ingat betul, di tahun-tahun itu sedang heboh kasus
Robot Gedek. Saat itulah saya mengenal kata sodomi untuk pertama kalinya.
Penggunaan kata yang vulgar sudah ada sejak dulu, tapi cukup dengan kata sodomi,
tanpa perlu kronologis yang berlebih. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Anak kecil seperti saya saat itu, mendapat penjelasan yang ‘cukup’
dari orang tua saat membaca berita. Bahwa sodomi adalah kejahatan menyakiti
anak kecil di bawah umur, yang sangat jahat. Di tahun-tahun berikutnya setelah
saya lebih besar, akhirnya saya tahu arti sodomi justru dari hadist, di sesi pengajian
yang saya ikuti, merujuk pada azab ke bangsa sodom. Saya tak bisa membayangkan
bila saat itu, di kisaran tahun 1996 yang saya baca bukanlah kata ‘sodomi’,
melainkan memasukkan penis ke dubur. Secara logika, sangat tidak mungkin sodomi
terjadi begitu saja, pasti ada proses rayuan, yang bila si wartawan memilih
untuk menuliskan kronologisnya, bisa saja jadi paragraf-paragraf tersendiri,
mengingat banyaknya korban. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Saya beruntung, di masa awal saya mampu menyerap informasi, saya
berada di era pers yang cukup, tak berlebihan. Sehingga informasi bisa masuk ke
diri saya secara cukup dan bertahap. Pertanyaan tentang ‘rinci atau tidak rinci’
ini kemudian menimbulkan tanda tanya baru. Sejak kapan pers kita harus
sedemikian merinci secara sangat detil?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Saya menduga semua ini bermula dari hingar bingar citizen
journalisme, yang kemudian digandakan dengan era internet di mana setiap orang
bisa mengakses apapun yang dia mau. Semangat citizen journalisme mendorong
orang untuk terlibat menyampaikan berbagai kejadian di sekitar mereka, yang
sayangnya tak selalu diimbangi dengan kemampuan jurnalistik dasar yang cukup.
Jangan tanya soal validitas, netralitas apalagi cover both side. Pemenuhan
5w+1h sebagai unsur pokok berita kadang defisit, kadang surplus. Harap maklum,
tak semua penulis <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bisa menulis dengan
baik</i>. Saya salah satunya sih, tak bisa menulis dengan benar. Hhehe<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Informasi dari sesama warganet yang begitu melimpah membuat kebutuhan
akan informasi menjadi semakin besar: harus tahu persis, segera, sedetil
mungkin. Akun lambe-lambe adalah contoh paling mudah untuk menunjukkan betapa
warganet sekarang sangat perlu detil kehidupan seseorang, yang kadang
sebenarnya bukan hak mereka. Apa daya, label tokoh publik dan ketersediaan
informasi yang memang melimpah ruah, membuat warganet merasa sah-sah saja untuk
ingin tahu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Pertanyaannya adalah: bisa mengakses dan bisa mengetahui, apakah
berhak tahu? Apakah harus tahu sampai sedetil itu? Perilaku warganet saat ini
yang sampai pada tahap ‘harus disajikan kronologi dengan gamblang dan detil
agar dapat meyakinkan pembaca’ ini adalah buah dari proses yang saya sebut di
atas. Jangan-jangan, kita memang sudah seharusnya sampai di tahap keterbukaan informasi
yang sangat ekstrim. Bahkan mungkin, perlu ada evaluasi batas antara ruang
privat dan publik.<o:p></o:p></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-22904951886783422862018-11-10T19:15:00.001-08:002018-11-10T19:15:25.326-08:00Teman Hidup<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="text-indent: 36pt;">Ini adalah cerita tentang seorang teman, yang menjadi teman hidup. Ia yang benar-benar secara </span><i style="text-indent: 36pt;">nyata</i><span style="text-indent: 36pt;"> ada di sekitar kita, membersamai kita menuju kedewasaan.
Teman itu mungkin tidak bisa kita peluk. Mungkin juga bahwa lebih banyak luka
yang tergores daripada senyum yang tersungging. </span><span lang="FR" style="text-indent: 36pt;">Bila yang kau cari adalah bunga yang semerbak, cari saja taman. Kalau yang
kau cari adalah tawa yang menderai, selalu, maka cari saja kekasih.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="FR" style="text-indent: 36pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Teman, yang
bersamanya mungkin tak pernah mudah. Tapi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bersamanya
kita belajar</i> apa itu indah, karena Ia mengenalkan kita pada perih. Ia
membuat kita menghargai rasa, karena Ia menunjukkan pada kita senyap. Kadang,
Teman membuatmu tahu apa itu kesetiaan, karena Ia memperlihatkan kepadamu
pengkhianatan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Banyak teman
lalu lalang dalam kehidupan kita. <span lang="FR" style="mso-ansi-language: FR;">Pada
hidupku, tentu berbilang lebih dari hitungan jari-jemari, juga. Namun ada
seseorang yang begitu terkenang. Pada bilangan jeda bernama jarak yang
membuatnya berada pada tahap teman. Cukup mengenalnya lebih dari sekedar tahu,
tapi juga tak begitu dalam hingga bergeser menjadi sahabat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="FR" style="mso-ansi-language: FR;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="FR" style="mso-ansi-language: FR;">Adalah Ia yang bersamanya, kami melewatkan satu
tahun beberapa bulan masa yang sangat luar biasa. Dimulai dari kecanggunganku
untuk menjadi lepas, selepas persona-persona lain yang begitu mengalir di suatu
persiapan menuju amanah. Entah kenapa ada penolakan luar biasa yang lantas
kurasakan darinya. Pelajaran berharga pertama kumulai di momen itu. Mencari
tahu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">apa</i> yang sebenarnya terjadi.
Saat segala usaha telah kucoba, dan nampaknya tak juga menampakkan hasil. Maka
di antara rasa letih dan perasaan nyaris berputus-asa, lagi-lagi aku belajar
darinya : untuk tidak pernah menyerah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="FR" style="mso-ansi-language: FR;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="FR" style="mso-ansi-language: FR;">Setahun bersamanya di antah-berantah dengan segala
kebisuannya mengajariku lebih dalam : ada karena berusaha ada. </span>Bahwa
pusat kehidupan selalu dinamis, dan sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">yang
hidup</i>, tugas kita untuk bertahan. Tiga ratus kata tak akan pernah cukup
untuk menarasikannya selain memparalelkan kata ‘teman’, ‘hidup’ dan ‘pelajaran
berharga’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Apakah kamu pelajaran
berharga selanjutnya?<o:p></o:p></div>
<br />Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-21566936868099481692018-11-09T10:18:00.001-08:002018-11-10T03:48:05.379-08:00Sikap Saya Terkait Berita Nalar UGM Pincang atas Kasus Perkosaan oleh Balairung Press. <p dir="ltr">"Menurut saya tulisan ini cukup lengkap—meski akan lebih baik lagi jika dilengkapi pernyataan dari HS, sang tertuduh." <br>
~Evi Mariani, Remotivi</p>
<p dir="ltr">======<br>
Akhirnya saya menemukan kritik yang cukup komprehensif atas berita tentang (dugaan) pemerkosaan yang dirilis oleh sebuah Balairung beberapa hari yang lalu. </p>
<p dir="ltr">Bahwa saya mendukung penegakan keadilan, iya betul. Keadilan bagi seluruh pihak. </p>
<p dir="ltr">Yang perlu ditekankan di sini adalah peran media yang terikat beberapa fungsi dan etika. Balairung memang 'hanya' pers mahasiswa, tapi justru, di titik inilah, idealisme lebih layak untuk dilatih dan diperjuangkan. </p>
<p dir="ltr">Maka jelas, bagi saya, lepas dari artikel di atas, ada 3 aspek terkait fungsi dan etika yang perlu diingat kembali:</p>
<p dir="ltr">1. Pers harus netral: cover both side. Sangat disayangkan, tulisan Balairung tidak menyertakan pernyataan dari tertuduh. Saya suka istilah tertuduh yang digunakan dalam tulisan Remotivi ini. Karena belum ada kekuatan hukum tetap terkait kasus ini. Maka jelas, atas nama netralitas, semua info yang disajikan masih bersifat dugaan. </p>
<p dir="ltr">Mari tunggu lembaga peradilan menetapkan hukum, sebelum melekatkan stempel (terbukti) salah dan benar pada siapapun.</p>
<p dir="ltr">2. Soal Identitas: saya sangat sepakat dengan tulisan tersebut bahwa seharusnya, media melindungi identitas korban, bukan hanya nama tapi juga informasi lain yang bisa membuka identitasnya (nama sekolah, tempat tinggal). <br>
Saya masih ingat, di masa-masa awal saya bisa membaca koran, hanya usia yang menyertai inisial pelaku. Oleh karena itu, pembaca bisa fokus mengetahui bahwa ada dugaan kasus terjadi, dan pasal apa yang diduga (iya diduga, karena belum terbukti melakukan kejahatan) dilanggar. Jika ada foto, maka selalu ada blok hitam yang menutupi wajah. </p>
<p dir="ltr">Sekarang, nama terduga korban maupun terduga pelaku tersebar ke mana-mana. Netizen bukan lagi fokus untuk mengetahui bahwa sesuatu adalah kejahatan, tapi malah sibuk mencari tahu identitas, yang berujung pada: persekusi</p>
<p dir="ltr">Di titik ini, pers sebagai media pendidikan masyarakat telah gagal.</p>
<p dir="ltr">3. Tentang rinci, atau tidak rinci? <br>
Pers sebagai media informasi memang perlu menyampaikan informasi-informasi yang perlu diketahui oleh masyarakat, tapi ingat, pers juga berfungsi sebagai media pendidikan masyarakat, ada nilai² yang memang perlu disampaikan ke masyarakat.</p>
<p dir="ltr">Di era kekinian, meski bertajuk pers mahasiswa, kita tak bisa naif menganggap bahwa hanya kelompok usia tertentu dengan bekal pengetahuan dan literasi yang cukup, yang membaca berita tersebut. <br>
Maka informasi, perlu disampaikan dengan sebijak mungkin agar pesan utama sampai ke tangan pembaca. Tidak lebih, tidak kurang. </p>
<p dir="ltr">Bahwa telah terjadi dugaan pemerkosaan (atau disebut pelecehan oleh beberapa pihak), bahwa berdasarkan ahli terduga korban (iya terduga, karena belum ada kekuatan hukum tetap) mengalami trauma dll, bahwa menurut sumber, kasus belum tertangani dengan maksimal. Bahwa jika memang terbukti, maka kejahatan tersebut melanggar pasal sekian dan sekian. </p>
<p dir="ltr">Efek penulisan yang rinci bukan hanya membuat pembaca salah fokus. Yang lebih parah adalah, pembaca dengan literasi kurang akan menganggap kasus ini berlebihan; 'ah cuma begitu'. <br>
Padahal, menilik dari term perkosaan, maka segala paksaan yang berkaitan dengan kegiatan seksual, adalah perkosaan. <br>
Pendeknya, segala aktifitas seksual, bila tanpa consent, maka itu adalah perkosaan! <br>
Perlakukan sebagai dugaan pemerkosaan, titik. </p>
<p dir="ltr">Tambahan keterangan:<br>
Balairung, sebagai media pendidikan masyarakat, seharusnya menjelaskan kepada publik dasar penggunaan term 'perkosaan' yang mereka pakai untuk merujuk dugaan kasus tersebut di atas.</p>
<p dir="ltr">Perlu diketahui bahwa term perkosaan yang digunakan untuk merujuk dugaan kasus tersebut berdasar pada term yang digunakan komnas HAM.<br>
Sedangkan di mata hukum, yang bersumber dari KUHP (yang belum direvisi hingga kini) menyebut dugaan kasus di atas sebagai pelecehan.</p>
<p dir="ltr">Perbedaan term ini, menurut saya, penting juga untuk diinformasikan untuk mendidik masyarakat.</p>
<p dir="ltr">Tulisan dari Balairung Press:<br>
http://www.balairungpress.com/2018/11/nalar-pincang-ugm-atas-kasus-perkosaan/</p>
<p dir="ltr">Tulisan tanggapan dari Remotivi:<br>
http://www.remotivi.or.id/amatan/495/Seberapa-Rinci-Wartawan-Bisa-Menulis-Berita-Pemerkosaan?</p>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-19990916072158168452018-04-28T03:39:00.001-07:002018-07-24T00:29:28.707-07:00Pelaksanaan Hukum bagi Pelaku Zina di Aceh; Sudahkah sesuai Syariat?
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hal yang menjadi perhatian akhir-akhir
ini adalah pelaksanaan hukum cambuk bagi pelaku zina lajang dengan ditonton
oleh orang banyak di Aceh. Poin yang menjadi kegelisahan sejauh yang dapat saya
tangkap bertumpu pada pelaksanaan hukum ini yang disaksikan banyak orang
termasuk anak-anak. Alih-alih terbatas pada isu ini, saya juga mempertanyakan
apakah proses penetapan hukuman sudah sesuai dengan konteks pelaksanaan hukum serupa
di jaman Nabi?</span></div>
<span style="line-height: 115%;"><div style="text-align: justify;">
<br></div>
<span style="font-size: 12pt;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Mari kita cermati bersama.</span></div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br></div>
<span style="font-size: 12pt;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Saya memahami bahwa Aceh berusaha menerapkan Syariat Islam sebagaimana
disebutkan dalam ayat berikut:</span></div>
<o:p></o:p></span></span><br>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">“Perempuan yang berzina dan laki-laki
yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera,
dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman” (QS Annur:2)</span></blockquote>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Ayat di atas secara umum menjelaskan
hukum bagi orang yang melakukan zina yakni dicambuk sebanyak 100 kali (bagi pelaku
yang belum pernah menikah) serta pelaksanaan hukum tersebut disaksikan oleh
orang-orang beriman.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Bagi saya, ayat tersebut memunculkan
dua pertanyaan dasar:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Bagaimana praktek pelaksanaan hukum bagi
pelaku zina di jaman Rasulullah SAW?</li>
<li>Siapa saja yang menyaksikan proses eksekusi
tersebut?</li>
</ol>
<br>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Ada banyak rujukan terkait pelaksanaan
hukum bagi orang yang berzina,di sini saya ingin mengajukan sebuah dalil alternatif
yang mungkin belum diketahui oleh orang banyak. Abu Daud meriwayatkan beberapa hadist
terkait hal ini, berikut saya sitirkan:<o:p></o:p></span></div>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">[Yazid
bin Nu'aim bin Hazzal berkata:</span><span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">"Maiz
bin Malik adalah seorang anak yatim yang diasuh oleh bapakku. Dan ia pernah berzina
dengan seorang budak wanita dari suatu kampung. Bapakku lalu berkata kepadanya,
"Datanglah kepada Rasulullah SAW, kabarkan kepada beliau dengan apa yang
telah engkau lakukan, semoga saja beliau mau memintakan ampun untukmu."<br> </span><span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Demikian
itu bapakku (Bapaknya Yazid) menginginkan hal itu agar Maiz mendapatkan jalan
keluar, lalu ia bergegas menemui Rasulullah SAW.<br> </span><span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">(Kepada
Rasulullah SAW) Maiz lantas berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah berzina,
maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!"</span><span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Beliau
berpaling darinya. Maka Maiz mengulangi (perkataan) lagi: "Wahai
Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah
terhadapku!"<br> </span><span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Beliau
berpaling. Maiz mengulanginya lagi, "Wahai Rasulullah, aku telah berzina,
maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!"<br> </span><span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Ia (Maiz)
ulangi hal itu hingga empat kali. Rasulullah SAW kemudian bersabda:
"Engkau telah mengatakannya hingga empat kali, lalu dengan siapa kamu
melakukannya?" Maiz menjawab, "Dengan Fulanah." Beliau bertanya
lagi: "Apakah menidurinya?" Maiz menjawab, "Ya." beliau
bertanya lagi: "Apakah kamu menyentuhnya?" Maiz menjawab,
"Ya." beliau bertanya lagi: "Apakah kamu menyetubuhinya?" Maiz
menjawab, "Ya."<br> </span><span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Akhirnya
Rasulullah SAW memerintahkan untuk merajamnya. Maiz lantas dibawa ke padang
pasir, maka ketika ia sedang dirajam dan mulai merasakan sakitnya terkena
lemparan batu, ia tidak tahan dan lari dengan kencang. Namun ia bertemu dengan
Abdullah bin Unais, orang-orang yang merajam Maiz sudah tidak sanggup lagi
(lelah), maka Abdullah mendorongnya dengan tulang unta, ia melempari Maiz
dengan tulang tersebut hingga tewas.<br> </span><span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Kemudian
Abdullah menemui Nabi SAW dan menyebutkan kejadian tersebut, beliau bersabda: "Kenapa kalian tidak membiarkannya, siapa tahu ia bertaubat dan Allah
menerima taubatnya] HR Abu Daud.</span></blockquote>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Hadis
tersebut menunjukkan bahwa pangkal pelaksanaan hukum terhadap pelaku zina
adalah pengakuan zina dari pelaku. Hal yang perlu diperhatikan adalah sebelum
Rasulullah SAW memutuskan hukum tersebut, Rasulullah SAW sempat mengabaikan pengakuan
Mu’iz beberapa kali. Mengapa hal ini terjadi? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #444444; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dalam hadist lain yang bercerita tentang Maiz bin Malik, dikisahkan
bahwa Ia mengakui perbuatannya tersebut kepada Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Akan tetapi keduanya menganjurkan Maiz untuk menutupi aib tersebut dan
memintanya untuk bertobat. Karena tidak puas dengan jawaban tersebut, maka Maiz
menemui Rasulullah SAW untuk minta disucikan dari dosa yang Ia lakukan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #444444; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Hadist berpalingnya Abu Bakar,Umar bin Khattab bahkan Rasulullah
SAW dari Maiz menunjukkan bahwa mereka malu atas klaim tersebut. Ucapan mereka agar
Maiz bertobat menjadi penguat agar Maiz menyimpan aib tersebut dan bertobat,
alih-alih membuka aib tersebut. Hal itu selaras dengan hadist bahwa Allah SWT
menutup aib seseorang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #444444; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan
dalam bermaksiat. Yaitu seseorang yang telah berbuat dosa di malam hari lantas
di pagi harinya ia berkata bahwa ia telah berbuat dosa ini dan itu padahal
Allah telah menutupi dosanya. Pada malam harinya, Allah telah menutupi aibnya,
namun di pagi harinya ia membuka sendiri aib yang telah Allah tutupi.” (HR.
Bukhari)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #444444; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Di titik ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<ul>
<li>Seseorang yang berdosa telah ditutup aibnya oleh Allah SWT. Ia tak
harus membuka aibnya sendiri, lebih baik bertobat.</li>
<li>Pangkal pelaksanaan hukum bagi pelaku zina adalah pengakuan</li>
</ul>
<br>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #444444; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Pada kasus Maiz, Maiz terus memaksa, terjadilah dialog antara
Maiz dengan Nabi yang disaksikan oleh para sahabat. Pada dialog tersebut, yang
berdasarkan pengakuan Maiz sekaligus paksaan dari Maiz untuk minta dihukum
untuk mensucikan dosanya, Nabi meneliti fakta dengan terperinci. Nabi mengecek
kesadaran Maiz saat itu, adakah Ia sedang mabuk atau gila. Nabi juga meneliti
barangkali Maiz hanya sekedar mencium, meraba atau menyentuh pasangannya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="color: #444444; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bahkan, Rasulullah SAW memastikan dengan pertanyaan apakah saat
itu</span><span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"> (kemaluanmu)
hilang (masuk ke dalam kemaluan perempuan). Maiz menjawab, "Ya." Mendapat
jawaban begitu, Rasululah masih bertanya apakah kejadian tersebut seperti
pensil celak masuk ke dalam botolnya, dan seperti tali timba masuk ke dalam
sumur?" Maiz pun menjawab dengan “Ya”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Apakah
setelah kejadian rinci tersebut terkuak sudah cukup untuk Rasulullah SAW
menetapkan hukum? Ternyata tidak, sebab dalam hadist di mana beliau memastikan
kejadian, </span><span style="color: #444444; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulllah
SAW juga menanyakan apakah Maiz mengerti zina itu apa yang kemudian dijawab
oleh Maiz</span><span style="background: white; color: #222222; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">, "Ya. Aku
mendatangi wanita yang haram bagiku layaknya laki-laki yang mendatangi
isterinya secara halal."</span><span style="color: #444444; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Setelah kejadian sudah jelas dan
pelaku memahami betul bahwa apa yang ia lakukan adalah zina, sudah cukupkah
bagi Rasulullah SAW menjatuhkan hukum? Tidak. Setelah menginterogasi Maiz, Rasulullah
SAW melanjutkan dengan pertanyaan:<span style="background: white; color: #222222;">
"Apa yang kamu inginkan dari jawaban itu?" Maiz menjawab, "Aku
ingin agar engkau membersihkan dosaku." Barulah Rasulullah SAW memerintahkan
agar Maiz dirajam.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Dari titik ini, kita menemukan
kesimpulan lanjutan bahwa: <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<ul>
<li>Harus dipastikan betul telah terjadi perbuatan Zina, pelaku melakukan dalam keadaan sadar dan tidak gila serta memahami bahwa yang ia lakukan adalah perbuatan zina.</li>
<li>Dasar pelaksanaan hukum bagi pelaku zina adalah permintaan pelaku dalam tujuan membersihkan dosa.</li>
</ul>
<br>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Meninjau hadis-hadis terkait
permintaan Maiz untuk dirajam, maka itu juga bermakna bahwa kedudukan
Rasulullah SAW saat itu sebagai amirul mukmin minkum (yang memegang perkara di
antara orang-orang iman) adalah fasilitator atas pembersihan diri dari dosa. Bukan
sebagai pengambil kesimpulan apakah seseorang terbukti bersalah sehingga harus
dihukum dengan metode tertentu menurut pendapat amirul mukmin.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Apakah aspek ini sudah diterapkan juga
dalam rangka mewujudkan keadilan?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;"><br></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Lanjut ke pertanyaan kedua, siapakah
yang menyaksikan eksekusi tersebut?</span></div>
<span style="line-height: 115%;"><div style="font-size: 12pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;"><br></span></div>
<div style="font-size: 12pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Saya pernah mendengar sebuah keterangan hadis, yang sayangnya saya cari kembali
namun belum ketemu, bahwa pelaksanaan hukuman rajam ataupun cambuk pada jaman
Rasululah SAW dilakukan setelah ibadah shalat Jumat. Mohon koreksi dari Anda
yang lebih mengetahui hal ini.</span></div>
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><div style="text-align: justify;">
<br></div>
<!--[endif]--><span style="font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></span><br>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Meninjau kondisi pada jaman Rasulullah
SAW bahwa jumlah Masjid masih sedikit serta jarak ke Masjid rata-rata tidak
dekat, maka biasanya yang melaksanakan shalat jumat hanya lelaki dewasa saja.
Sementara perempuan dan anak-anak tinggal di rumah untuk melaksanakan sholat
Dhuhur di rumah. Maka, bila dikaitkan dengan pelaksanaan hukum bagi pelaku zina
setelah shalat jumat, maka lahirlah kesimpulan ke-4 bahwa yang berhak menyaksikan
eksekusi hukuman ini (dalam beberapa hadist<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>ikut mengeksekusi; ikut melempar batu pada pelaku zina yang diirajam)
hanya lelaki iman yang sudah dewasa.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Oleh karena itu, kehadiran anak-anak
serta perempuan yang bahkan merekam eksekusi dengan wajah sumringah menurut
saya perlu dievaluasi. Semoga agama membuat kita menjadi lebih manusiawi, menjadi rahmatan lil alamin termasuk bagi anak di bawah umur yang secara psikologis tidak pas untuk melihat adegan kekerasan. Meskipun itu bertajuk menegakkan keadilan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<br>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-32205137618692713022018-04-08T07:53:00.000-07:002019-12-18T05:26:45.665-08:00Tentang Perspektif dan Kemerdekaan Berpikir<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sore tadi tiba-tiba tulisan lawas saya diunggah kembali oleh seorang kawan lama. Kawan yang tulisannya memikat saya. Sempat malu karena di rentang waktu penulisan tersebut, tulisan saya alay dan kualitasnya buruk sekali. Lantas saya baca ulang tulisan tersebut.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Memang terasa betapa payahnya tulisan saya tersebut. Tapi kenangan akan asal-muasal tulisan itu juga kembali hadir. Begitu nyata, begitu hangat. Rasa-rasanya, masih cukup kontekstual dengan masa kini. Rasanya sayang, bila dipendam begitu saja, dengan buruknya tulisan saya dahulu. Maka inilah, reproduksi tulisan tersebut.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">***</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<div style="text-align: center;">
<b><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pendidikan Indonesia, Pendidikan Mainstream?</span></b></div>
</div>
<div>
<b><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></b></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Petang ini saya berbagi cerita dengan Ibu. Beliau berkisah tentang cerita masa kecilnya. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Adalah Uwak, kakak laki-laki Ibu saya. Suatu kali, ia pulang dengan menangis tersedu-sedu. Ombai (nenek dalam bahasa Komering, alias Ibu dari Ibu saya) mencoba bertanya apa yang telah terjadi:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Masih dengan isak tangis, Uwak bercerita:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">"Tadi ada tugas menggambar pesawat. Semua teman-teman menggambar pesawat dari samping; ada badan pesawat dan ekornya. Di ujung yang lain, ada moncong pesawat. Semua anak di kelas dapat nilai A, Tapi aku cuma dapat C” </span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ombai mengernyitkan dahi,</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Kenapa bisa begitu?” tanya Ombai</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">" Ibu Guru bilang tidak paham apa yang kugambar. Padahal, aku kan sudah menggambar pesawat seperti kata Ibu Guru!</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ombai yang masih bingung dengan apa yang terjadi mencoba melihat apa yang digambar Uwak.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ombai pun tersenyum.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tahukah kalian apa yang Uwak gambar?</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sebuah lingkaran agak pipih dengan tangkai horizontal disertai baling-baling di kanan-kiri lingkaran-agak-pipih tersebut. Sesuatu serupa jambul nangkring di bagian atas lingkaran-agak-pipih. Ah, jangan lupakan 2 kaki yang bertengger di bawah lingkaran-agak-pipih tersebut.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Uwak menggambar pesawat dari depan, tak seperti anak lain yang 'kompak' menggambar pesawat dari samping.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tak ada yang memahaminya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Saya tertawa,</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ibu bercerita tentang tahun 60-an. Saat itu, pesawat adalah sesuatu yang ‘mahal’, bahkan untuk sekedar melihat rupa pesawat secara langsung.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Uwak termasuk beruntung, di usia dini telah beberapa kali berkendara dengan pesawat, sehingga mengenal baik bentuk utuh pesawat.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Berbeda dengan anak lain yang hanya bisa 'meraba' pesawat dari imaji masing-masing, imaji yang linier, tentu saja....</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Lalu saya teringat kisah Dosen saya,</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Kemarin, tiba-tiba saya dipanggil oleh sekolah anak saya. Setiba di sana, anak saya sedang menangis tersedu-sedu.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Seorang guru di sana mencoba menjelaskan bahwa anak saya, konon telah menggambar hal tak senonoh. Saking tak senonohnya, sang Guru kesenian pun marah” demikian beliau membuka kisah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Saya bingung. Tak lama berselang, si Guru kesenian masuk. Mukanya masih merah. Entah apa yang terjadi. Yang jelas masih muda” kata beliau melanjutkan. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mendengar kata ‘gambar tak senonoh’, dengan konteks anak dosen kami masih duduk di sekolah dasar, kami pun ikut mengernyit.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Ora tedeng aling-aling, guru tadi bilang begini:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">[Maaf, Anak Ibu sangat keterlaluan. Baru umur segini,... (ia tidak meneruskan kata-katanya),</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">dia menggambar ... (si guru tidak meneruskan kata-katanya),... ini]</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Guru muda itu pun menunjukkan sesuatu ke saya” lanjut dosen saya dengan ritme lebih pelan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Kemudian saya amati gambar tersebut. Dua buah lingkaran besar warna coklat kehijauan, hampir tak beraturan, berjejer. Sebuah lingkaran yang jauh lebih kecil, hampir berada di tengah masing-masing lingkaran besar. Bentuknya tak beraturan juga, berwarna kehitaman. Gambar apa ini?”</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kami yang sekedar mendengar cerita dari dosen kami pun ikut membayangkan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">"Saya tanya ke si guru kesenian, gambar apa ini? Kalian mau tahu jawaban dia?</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">[Tanyakan saja pada anak Ibu, yang jelas, perintah saya adalah menggambar gunung!] kata si guru muda ketus"</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">"Saya bingung", kata Dosen saya saat bercerita,</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">"Kemudian saya memutuskan untuk bertanya pada anak saya" kata dosen saya melanjutkan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“[Adik, bu Guru kan minta Adik gambar Gunung? yang Adik gambar ini apa?]</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">[Adik udah bikin gambar seperti yang Bu Guru minta Ma, Adik ‘kan gambar Gunung Merapi Merbabu seperti yang Mama kasih tunjuk dari pesawat kemarin....] begitu kata anak saya” Kali ini, dosen saya bercerita dengan lirih.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dosen saya menghela nafas panjang, perlahan Ia menatap seluruh kelas. Kelas menjadi senyap, hingga Ia melanjutkan kata-katanya;</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Tahukah kalian, di samping gambar anak saya, ada tumpukan gambar anak lain tersusun rapi.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Semua seragam. Dua pasang kerucut, dengan matahari di tengahnya. Ada awan, Ada burung beterbangan, ada sawah di kaki kerucut. Ada jalan yang 'muncul' dari antara 2 kerucut: melengkung meliuk, beberapa dengan rumah-rumahan dan orang-orangan sawah, kontras dengan gambar anak saya"</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">***</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Uwak dan anak dosen saya bukan satu-satunya yang mendapat masalah terkait perspektif. Apakah guru mereka 'salah'? Tidak juga. Bagi saya,kedua guru tersebut sekadar terpasung oleh perspektif mereka. Secuil perspektif yang tak jua dikonfirmasi ke para murid mereka: uwak saya dan anak dosen saya. Padahal, seandainya mau,mereka bisa bertanya baiik-baik: gambar apa ini?. Lebih disayangkan, mereka adalah pemegang kekuasaan atas 'nilai' di kelas. Nilai yang diputuskan tanpa negosiasi.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Saya percaya anda semua yang membaca tulisan saya, punya perspektif yang lebih luas daripada gambaran pesawat dari samping saja, atau gunung dari bawah saja. Tapi tak dengan kedua guru di cerita di atas. Cerita yang sungguh-sungguh nyata ada di Indonesia.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Di belahan kehidupan lain, entah berapa banyak sudut pandang yang dibatasi oleh pengalaman dan pengetahuan. Akankah kita sadar bahwa yang apa yang kita sebut kebenaran ini dibatasi oleh batas-batas kemampuan diri? Akankah kita belajar untuk terus meluaskan ilmu dan sudut pandang kita saat menemui hal baru? Akankah kita mampu, mau atau bisa menerima perspektif lain?</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Semua, terserah anda.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Yang jelas, cita-cita saya sederhana; saya ingin suatu saat nanti, di kelas-kelas belajar kita, anak-anak bangsa menggambar pemandangan pegunungan dengan perspektif yang begitu beragam. Saya ingin, kelas-kelas kita menjadi kelas yang merdeka. Membebaskan anak-anak bangsa dari segala doktrin yang meracuni dan membatasi pikiran mereka. Semoga mimpi saya tak ketinggian.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br></span></div>
<div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tabik.</span></div>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com25tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-28875462168459000812018-03-02T02:35:00.000-08:002021-09-22T13:32:41.628-07:00Instruksi Kepala Daerah DIY No K.898/I/A/1975 rasis?<br>
<div class="MsoNormal">
Beberapa waktu belakangan, ternyata ada sebuah wacana yang
kembali menghangat di tempat kelahiran saya: Yogyakarta. Jika bukan karena
mengikuti akun Twitter seorang professor yang saya kagumi pemikirannya, mungkin
saya bahkan tak menyadarinya. Isu tersebut tak lain tak bukan adalah perjuangan
melawan rasisme tanah oleh seorang warga Yogyakarta keturunan Tionghoa<a href="file:///E:/tulisan/Instruksi%20KD%20terkait%20agraria%20di%20jogja.docx#_ftn1" name="_ftnref1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.
Perjuangan tersebut berupa gugatan kepada Gubernur DIY Sri Sultan HB X dan
pejabat BPN terkait kebijakan pembatasan kepemilikan Hak atas Tanah di DIY.<br>
<br>
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Usut punya usut, gugatan tersebut terkait Instruksi Kepala Daerah DIY No. K.898/I/A/1975 tanggal 5 Maret 1975 tentang Penyeragaman <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Policy </i>Pemberian Hak atas Tanah kepada
Seorang WNI Nonpribumi. ‘Kembali’? Ya, sebab ternyata, gugatan serupa sudah
pernah diajukan yang bersangkutan pada 2015 (Uji Materi ke Mahkamah Agung) dan
2016 (gugatan ke PTUN Yogyakarta)<a href="file:///E:/tulisan/Instruksi%20KD%20terkait%20agraria%20di%20jogja.docx#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Polarisasi pribumi-nonpribumi dalam kebijakan tersebut
lantas memicu polemik. Mengingat secara legal formal, istilah tersebut tak lagi
digunakan semenjak ada instruksi presiden No 26 tahun 1998. Pun ketika istilah
nonpribumi tersebut seolah merujuk ke etnis tertentu. Isu diskriminasi hingga
rasisme pun menguar. <o:p></o:p><br>
<br></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
Beberapa pihak merasa aturan tersebut, selain diskriminatif, sudah
tak layak lagi digunakan mengingat DIY, sebagai bagian dari NKRI, wajib tunduk
dan patuh pada peraturan terkait yang bersifat nasional. Peraturan terkait Agraria,
misalnya. Hal itu dianggap sebagai konsekuensi logis masuknya Yogyakarta
sebagai bagian dari NKRI. Ben Anderson (1999) bahkan menyatakan bahwa “Banyak
orang Indonesia cenderung menganggap Indonesia sebagai ‘warisan’,bukan
cita-cita bersama.Bilaada warisan,ada ahli-waris,dan sering terjadi
pertengkaran tentang siapa yang paling berhak atas warisan itu; kadang-kadang
dengan kekerasan berlebihan” Pernyataan tersebut cukup menyentak mengingat
Instruksi Kepala Daerah yang sedang menjadi polemik ini berujung pada ‘siapa
yang berhak atas tanah di DIY’?<u><o:p></o:p></u></div>
<div class="MsoNormal">
<u><br></u></div>
</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
Tapi, benarkah begitu? Benarkah bahwa aturan tersebut
seharusnya sudah tak lagi berlaku? Dan terutama, benarkah aturan tersebut
rasis?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Menyikapi berbagai polemik di Yogyakarta, terutama yang
berkaitan dengan aturan ‘istimewa’ serta kebijakan-kebijakan untuk publik, tak
bisa lepas dari keistimewaan Yogyakarta itu sendiri. Bahwa segala bentuk keistimewaan
itu harus ditinjau dari akarnya. Akar itu bukan sekedar UU Keistimewaan DIY
yang baru 2012 lalu disahkan DPR. Ada sejarah panjang yang menjadi titik kritis
keistimewaan DIY, yang membedakan DIY dengan daerah tingkat I lain di
Indonesia.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Sejarah keistimewaan DIY itu akan sangat panjang bila
ditulis di ulasan kali ini. Bila ingin mengetahui lebih lanjut bisa membacanya
<a href="http://karnahidupharusmemilih.blogspot.co.id/2018/02/mengapa-yogyakarta-begitu-istimewa.html" target="_blank">di sini</a>. Secara umum, Yogyakarta merupakan daerah dependen saat Indonesia merdeka,
sehingga tidak mungkin dijadikan daerah kekuasaan Negara Republik Indonesia.
Demikian sebagaimana disampaikan oleh <span style="color: black; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Pangeran Puruboyo, wakil
dari <em><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Yogyakarta
Kooti </span></em></span>dalam sidang PPKI. Kebuntuan tersebut dijawab oleh
Sri Sultan HB IX selaku Raja Ngayogyakarta dengan Amanat 5 September 1945. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Amanat ini adalah pernyataan HB IX bahwa Yogyakarta
menjadi bagian dari Republik Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan hasil
kesepakatan antara Presiden Soekarno dengan Sri Sultan HB IX terkait
kemerdekaan Indonesia dan status Kesultanan Ngayogyakarta yang saat itu bukan
daerah jajahan belanda. Berikut isi Amanat 5 September 1945<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tersebut:<o:p></o:p></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="background: #f6f6f6; color: black; font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"><br></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="background: #f6f6f6; color: black; font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">“Kami, Hamengku Buwono IX, Sultan Negeri
Ngayogyakarto Hadiningrat, menyatakan:<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="background: #f6f6f6; color: black; font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">1. Bahwa Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat yang
bersifat kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia;<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="background: #f6f6f6; color: black; font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang
segala kekuasaan dalam Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat, dan oleh karena itu
berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam
Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat mulai saat ini berada di tangan kami dan
kekuasaan-kekuasaan lainnya kami pegang seluruhnya;<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="background: #f6f6f6; color: black; font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">3. Bahwa perhubungan antara Negeri
Ngayogyakarto Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia
bersifat langsung dan kami bertanggung jawab atas Negeri kami langsung kepada
Presiden Republik Indonesia. Kami memerintahkan supaya segenap penduduk dalam
Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat mengindahkan amanat kami ini”.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="background: #f6f6f6; color: black; font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="background: #f6f6f6; color: black; font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">28 Puasa, Ehe, 1876 (5 September 1945) Hamengku Buwono IX.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: #f6f6f6; color: black; font-family: "trebuchet ms" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal">
Amanat tersebut selain menegaskan bahwa Negeri
Ngayogyakarta merupakan bagian dari Negara Republik Indonesia, juga menegaskan
bahwa urusan internal di Yogyakarta dipegang seluruhnya oleh Sultan sebagai
Kepala Daerah. Amanat tersebut adalah titah seorang raja dari kerajaan merdeka
saat bergabung dengan negara lainnya. Berlaku tak hanya untuk urusan
pemerintahan, tetapi juga bagi penduduk dalam Negeri Ngayogyakarta.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Proses legalisasi Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa ini
menjadi perjalanan yang panjang bagi republik muda bernama Indonesia. Segera
setelah Sri Sultan HB IX menyatakan Yogyakarta bergabung bersama Republik
Indonesia, RUU Pokok Pemerintahan Pemerintahan Yogakarta telah dimulai meski
tak kunjung selesai. Akan tetapi kondisi itu tidak membuat Sri Sultan HB IX
menarik dukungan terhadap Indonesia atau bahkan terjebak politik adu domba belanda
yang sempat menjadi sebab munculnya negara boneka.<u><o:p></o:p></u></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Tho<span style="letter-spacing: -.1pt;">m</span>as<span style="letter-spacing: .15pt;"> </span>R.<span style="letter-spacing: .15pt;"> </span>Dye
(2012)<a href="file:///E:/tulisan/Instruksi%20KD%20terkait%20agraria%20di%20jogja.docx#_ftn3" name="_ftnref3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style="letter-spacing: .15pt;"> </span>mengatakan bahwa<span style="letter-spacing: .15pt;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Public<span style="letter-spacing: .15pt;"> </span>Policy<span style="letter-spacing: .15pt;"> </span>is<span style="letter-spacing: .15pt;"> </span>whatever govern<span style="letter-spacing: -.1pt;">m</span>ents<span style="letter-spacing: .1pt;"> </span>choose<span style="letter-spacing: .1pt;"> </span>to<span style="letter-spacing: .1pt;"> </span>do<span style="letter-spacing: .1pt;"> </span>or<span style="letter-spacing: .1pt;"> </span>not<span style="letter-spacing: .1pt;"> </span>to<span style="letter-spacing: .1pt;"> </span>do.</i>
Termasuk ketika tak ada kebijakan apapun untuk menyanggah Amanat 5 September
1945 segera setelah pernyataan tersebut keluar, maka bisa dikatakan pemerintah
NKRI menyepakati amanat tersebut. Satu-satunya ketentuan yang berkorelasi
dengan keistimewaan adalah Pasal 18B ayat1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
“Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Hingga kemudian lahirlah </span>UU No.3 tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. UU tersebut memberikan wewenang kepada Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengatur rumah tangganya sendiri termasuk
masalah agraria<a href="file:///E:/tulisan/Instruksi%20KD%20terkait%20agraria%20di%20jogja.docx#_ftn4" name="_ftnref4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. Hal
tersebut tentu mengokohkan keistimewaan DIY. Salah satu bentuk dari kewenangan untuk
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri di bidang agraria tersebut adalah
diterbitkannya Instruksi Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975
tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah kepada Seorang WNI Non
Pribumi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><br></u></b></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bagaimana dengan
Keppres RI nomor 33 Tahun 1984?<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Tanggal 9 Mei 1984 keluar Keppres RI nomor 33 Tahun 1984
tentang pemberlakuan sepenuhnya UU No 5 tahun 1950 di DIY, berlaku surut sejak
1 April 1984. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, ada Keputusan Menteri
Dalam Negeri No 66 tahun 1984 tentang Pelaksanaan Pemberlakuan sepenuhnya UU No
5 tahun 1950 di Provinsi DIY. Atas lahirnya peraturan tersebut, Pemda DIY sudah
mengakomodir dengan Perda DIY No.3 thn 1984 tentang Pelaksanaan Pemberlakuan
sepenuhnya UU No 5 thn 1950 di Provinsi DIY.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Yang menarik adalah sejarah lahirnya Keppres RI No 33 tahun
1984 itu justru dari Hamengku Buwono IX selaku Gubernur DIY<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>(Yudarianto, 2007). Akan tetapi, keberadaan
Keppres No.33 tahun 1984 tidak menghilangkan keberadaan kraton Yogyakarta
sebagai suatu pemerintahan otonom di DIY sebagaimana diungkapkan Nurhasan
Ismail (2003:67)<a href="file:///E:/tulisan/Instruksi%20KD%20terkait%20agraria%20di%20jogja.docx#_ftn5" name="_ftnref5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<blockquote class="tr_bq">
“Keberadaan tanah-tanah kesultanan dan pura pakualaman<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dengan sistem hukum pengaturnya sendiri harus
diakui dan diperhatikan. Pengakuan tersebut bukan karena norma-norma dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Rijksblad</i> dan kelembagaan pendukungnya seperti
‘Panitikismo’ masih ada dan fungsional, namun juga karena Keppres No33/1984 jo
Kepmendagri No 66/1984 tidak menuntut pemberlakuan UUPA sepenuhnya secara
otomatis terhadap semua kelompok tanah tersebut<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>di atas. Dalam Kepmendagri tersebut dinyatakan: “Karena masih
terdapat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>hal-hal yang memerlukan
penelitian dan pengkajian lebih lanjut agar pelaksanaan pemberlakuan itu
dilakukan secara bertahap”</blockquote>
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br style="mso-special-character: line-break;">
<!--[endif]--><o:p></o:p><br>
<div class="MsoNormal">
Di antara hal-hal yang masih harus diikaji dan diteliti ini
tentunya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tanah-tanah Kasultanan dan Pura
Pakualaman karena tidak sekedar menyangkut hubungan antara kelompok-kelompok
masyarakat yang menguasai dan menggunakan tanah dengan pihak kasultanan dan
Pura Pakualaman yang tentunya berlandaskan ikatan emosional, namun juga terkait
dengan aspek politis. Bagaimanapun juga, posisi Sultan dan Paku Alam secara
politis di lingkungan kelompok-kelompok tertentu di DIY masih mempunyai
pengaruh. Di samping tentunya peranan kedua bekas kerajaan ini secara historis
terhadap RI tidak dapat diabaikan begitu saja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Yudarianto (2007: 46) menjelaskan lebih lanjut bahwa
Konsekuensi dikeluarkannya Perda Prop DIY No 3 tahun 1984 yang merupakan aturan
pelaksana Keppres No33/1984 juncto Kepmendagri No66/1984, maka ketentuan
agraria yang dibuat oleh DIY khususnya yang bertentangan dengan UUPA tidak
berlaku lagi. Hal ini ditunjukkan oleh ketentuan pasal 3 Perda Prop DIY No 3
thn 1984 yang menyebutkan bahwa dengan berlakunya Perda ini, maka segala ketentuan
peraturan perundang-undangan DIY yang mengatur tentang agraria dinyatakan tidak
berlaku lagi. Tetapi yang harus diperhatikan, pemahaman pasal ini adalah
Pemprov DIY dalam menjalankan pemerintahannya harus memperhatikan keberadaan
pihak Kraton Yogyakarta. Pasal ini tidak dapat dapat dijadikan dasar bhw UUPA
harus diberlakukan tanpa pandang bulu di Provinsi DIY.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Instruksi Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor
K.898/I/A/1975 harus mendapat kajian yang sangat mendalam apakah bertentangan
dengan UUPA atau tidak, berdasarkan sejarah DIY dan juga tujuan, fungsi dan keefektifan
Instruksi itu sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Apakah Instruksi
Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 rasis?<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Untuk mengetahui apakah Instruksi tersebut rasis atau tidak, penting untuk
melihat latar belakang lahirnya aturan tersebut. Menurut KGPH Hadiwinoto
(melalui Yudarianto, 2007), adanya instruksi tersebut secara tidak langsung
berkaitan dengan tanah kraton sebab sampai pada tahun 1975 tidak ada pengakuan
hitam di atas putih di mana saja tanah kraton. Kraton bukanlah perorangan
ataupun badan usaha sehingga tidak bisa memiliki hak atas tanah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa urgensi
Instruksi tersebut adalah untuk menyelamatkan tanah kraton. Cukup dapat
dipahami bahwa dengan situasi belum jelasnya definisi keistimewaan DIY, DIY
sendiri mengalami kesulitan untuk ‘mengklaim’ secara legal tanah-tanah yang
‘dimiliki’. Mengapa di kemudian hari justru isu rasisme yang merebak? Mari kita
perhatikan bunyi Instruksi tersebut:<o:p></o:p></div>
<blockquote class="tr_bq">
“Guna penyeragaman policy pemberian hak atas tanah dalam
wilayah DIY kepada seorang warganegara Indonesia non pribumi, dengan ini
diminta: Apabila ada seorang Warganegara Indonesia non pribumi membeli tanah
hak milik rakyat, hendaknya diproceskan sebagaimana biasa, ialah dengan
pelepasan hak, sehingga tanahnya kembali menjadi tanah Negara yang dikuasai
langsung oleh Pemerintah Daerah DIY dan kemudian yang berkepentingan /
melepaskan supaya mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah DIY untuk
mendapatkan sesuatu hak”</blockquote>
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Kata ‘non pribumi’ inilah yang kemudian menjadi polemik.
Dianggap mengurangi hak etnis tertentu. Padahal bila merujuk ke tujuan
Instruksi sebagaimana diungkapkan oleh KGPH Hadiwinoto, maka instruksi tersebut
bermaksud ‘melindungi kepentingan kraton’.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Pertanyaannya adalah: mengapa menggunakan istilah ‘non
pribumi’?<br>
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br style="mso-special-character: line-break;">
<!--[endif]--><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam kajian linguistik ada istilah-istilah yang umum
dipakai di suatu masa, bahkan populer. Kata-kata itu bisa hilang begitu saja
saat sudah ada kata baru yang menggantikan fungsinya, atau memang diputuskan
tak lagi dipakai. Sebagaimana istilah pelakor yang akhir-akhir ini popular,
selain memiliki konotasi yang peyoratif bagi perempuan, kata itu pada masanya
pernah diwakili oleh istilah WIL alias Wanita Idaman Lain. Tentu saja keduanya
memiliki konotasi yang berbeda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Besar dugaan saya bahwa HB IX menggunakan istilah ‘non
pribumi’ karena istilah tersebut dirasa paling mendekati situasi yang
diinginkan saat itu; bahwa penguasaan Hak atas Tanah hanya dimiliki oleh kalangan
tertentu saja. Selain itu, bisa jadi saat itu, mohon koreksi jika saya salah,
penggunaan istilah pribumi-nonpribumi belum se-sensitif saat ini. Term tersebut
secara legal memungkinkan untuk dipakai. Sebab DIY memiliki keistimewaan untuk mengatur sendiri urusan rumah tangganya. Bisa jadi beliau tidak menemukan istilah yang tepat untuk menggambarkan kedudukan penduduk asli DIY sebagai daerah istimewa (sehingga bisa mengatur secara tersendiri) dibanding istilah 'WNI' yang batasannya jelas. Sebaliknya, jika memang yang disasar adalah etnis tertentu, kenapa tak
langsung disebutkan saja secara gamblang? <o:p></o:p>Menimbang profil HB IX dengan kebijaksanaannya, saya rasa beliau akan memilih istilah yang lebih baik dari 'non pribumi' jika memang ada, saat itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
Penggunaan istilah non pribumi tak lepas dari istilah
pribumi itu sendiri sebagai kata yang dikecualikan. Istilah pribumi, yang
merupakan produk turunan <i>Devide et Impera</i>,
belum terasa semenyakitkan pasca reformasi 1998, di mana non pribumi menjadi
begitu lekat pada etnis tertentu disertai dengan diskriminasi. Hal itu yang
kemudian menjadi dasar Instruksi
Presiden No 26 tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan
Nonpribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan
Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintah. Dalam
Instruksi Presiden tersebut,penggunaan istilah pribumi dihentikan dalam semua
kegiatan penyelenggaraan pemerintah. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Harap diingat bahwa selain rasa sakit yang muncul akibat
penggunaan istilah tersebut, pelarangan penggunaan istilah pribumi, apalagi non
pribumi, baru muncul tahun 1998 sebagaimana dijelaskan di atas. Bahkan, baru
tahun 2008 ada undang-undang terkait istilah pribumi, yakni dalam UU No 40 tahun
2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<b><br></b></div>
<div class="MsoNormal">
<b>Lalu,bagaimana
menyikapi ketentuan terkait penghentian penggunaan istilah pribumi?<o:p></o:p></b></div>
<br>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Memperhatikan alasan kelahiran Instruksi Kepala Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 terkait menyelematkan tanah kraton,
maka UU Keistimewaan telah hadir untuk menjawab kepentingan tersebut. Kraton
Ngayogyakarta kini merupakan badan hukum resmi yang memiliki kewenangan secara
legal atas tanah.<o:p></o:p></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<br>
Tentu saja, sebagai daerah dengan definisi keistimewaan yang
semakin jelas, DIY memiliki kewenangan untuk mengatur sendiri hal-hal terkait
rumah tangganya. Salah satu urusan rumah tangga tersebut adalah urusan agraria
alias pertanahan. Adalah kewenangan penuh Bagi DIY untuk menentukan siapa saja
yang bisa memiliki Hak atas Tanah di DIY.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Menimbang latak belakang lahirnya Instruksi Kepala Daerah
yang fenomenal ini, Sri Sultan HB X selaku Gubernur DIY saat ini memiliki
setidaknya dua alternatif sikap. Pertama adalah mempertahankan kebijakan
tersebut dengan penyesuaian istilah. Mengingat cita-cita Instruksi tersebut
adalah menyelamatkan, dalam arti hari ini menjaga, aset-aset yang dimiliki
Kraton. Di sisi lain, istilah non pribumi sudah tidak lagi digunakan di
Indonesia. Perlu dicari istilah yang lebih baik, yang merepresentasikan
cita-cita awal, tanpa menyakiti pihak manapun. Kedua adalah meninjau kembali
kebijakan tersebut. Apakah perlu mencabut kebijakan tersebut. Tentu saja
basisnya adalah arah DIY ke depan. Mau jadi apa Yogyakarta? Dengan segala
keistimewaannya. Akankah istimewa bagi segelintir orang, istimewa bagi yang
tinggal di Yogyakarta, atau mau menjadi istimewa bagi Indonesia dan seluruh
dunia?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Tabik.<o:p></o:p></div>
<div style="mso-element: footnote-list;">
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all">
<hr align="left" size="1" width="33%">
<!--[endif]-->
<br>
<div id="ftn1" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///E:/tulisan/Instruksi%20KD%20terkait%20agraria%20di%20jogja.docx#_ftnref1" name="_ftn1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Artikel daring”Handoko: Saya Akan Terus Berjuang Melawan Rasisme Tanah” https://kumparan.com/tugujogja/soal-pertanahan-di-yogyakarta-handoko-saya-akan-terus-berjuang-melawan-rasisme-tanah
<o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn2" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///E:/tulisan/Instruksi%20KD%20terkait%20agraria%20di%20jogja.docx#_ftnref2" name="_ftn2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Artikel daring “Ini Penyebab WNI Keturunan di Yogya tak Bisa Punya Tanah” Kamis,
Maret 2018: http://republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/03/01/p4v0mx385-ini-penyebab-wni-keturunan-di-yogya-tak-bisa-punya-tanah<o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn3" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoBibliography" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-indent: -36.0pt;">
<a href="file:///E:/tulisan/Instruksi%20KD%20terkait%20agraria%20di%20jogja.docx#_ftnref3" name="_ftn3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dye, T. R. 2012. <i>Understanding Public Policy.</i> Pearson.</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn4" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///E:/tulisan/Instruksi%20KD%20terkait%20agraria%20di%20jogja.docx#_ftnref4" name="_ftn4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Yudarianto,Satrio. 2007. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kedudukan
Instruksi Kepala Daerah Daerah Istimewa YogyakartaNomor K.898/I/A/1975 dalam
Perundang-undangan Indonesia dan pelaksanaannya di Kabupaten Bantu,</i> Tesis.
UGM<o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn5" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///E:/tulisan/Instruksi%20KD%20terkait%20agraria%20di%20jogja.docx#_ftnref5" name="_ftn5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Ismail,Nurhasan. 2003, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Menempatkan
Realitas Pertanahan Lokal dalam Rancangan UU Keistimewaan DIY, </i>Mimbar HukumNo.43/II/2003,
Yogyakarta<o:p></o:p></div>
</div>
</div>
<br>Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-30426648309156507872018-02-27T09:06:00.001-08:002018-02-27T09:13:55.090-08:00Mengapa Yogyakarta (begitu) IstimewaPeringatan: bagi Anda yang tidak tahan membaca artikel panjang, silahkan langsung menuju ke bagian paling bawah tulisan, telah tersedia resume artikel.<br />
<br />
<br />
Tulisan ini bermula pada 12 Desember 2010, saat Walikota Yogyakarta saat itu menyampaikan puisi berjudul “<em>Jangan Lukai Merah Putih”</em><em> </em><br />
<em> </em><br />
<em> </em><br />
<br />
<br />
<em></em><br />
<em><br /></em>
<em></em><br />
<blockquote>
<em>65 Tahun Bendera Merah Putih Berkibar di Bumi Indonesia</em><br />
<em>65 Tahun Semangat Merah Putih Berkibar di Hati Sanubari Bangsa Indonesia<br />
Bangsa Indonesia telah menoreh Sejarahnya,<br />
Sejarah yang ditopang oleh cita-cita,<br />
Sejarah yang ditopang oleh Komitmen,<br />
Sejarah yang ditopang oleh Pengorbanan,<br />
Sejarah yang ditopang oleh Kesepakatan,<br />
Sejarah yang ditopang oleh Kebersamaan dalam Kebhinekaan,<br />
Maknailah Sejarah Merah Putih dengan Kearifan Hati Merah Putih,<br />
Maknailah Amanat HB IX/PA VIII 5 September 1945 dengan Kearifan Hati Merah Putih,<br />
Maknailah Keistimewaan Yogyakarta dengan Kearifan Hati Merah Putih,<br />
Dengarkan Aspirasi Yogyakarta dengan Kearifan Hati Merah Putih<br />
Suarakanlah Aspirasi Yogyakarta dengan Kearifan Hati Merah Putih<br />
Sejarah adalah garis waktu yang hakiki,<br />
Sejarah tidak bisa semata dimaknai untuk dihapus dengan Perspektif Regulasi<br />
Sejarah tidak bisa semata dimaknai untuk dilupakan dengan Perspektif Politik<br />
Amanat 5 September 1945 adalah Bagian sejarah Berkibarnya Merah Putih<br />
Keistimewaan Yogyakarta adalah Bagian sejarah Berkibarnya Merah Putih<br />
Jangan Lukai Merah Putih...<br />
Salam Jogja, Salam Indonesia... Jaya!<br />
Yogyakarta, 12 Desember 2010<br />
Herry Zudianto</em></blockquote>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Ada apakah gerangan?<br />
<br />
Beberapa waktu lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melontarkan pernyataan terkait status Keistimewaan Yogyakarta. Pernyataan beliau lantas memicu polemik dan perdebatan. (Liputan 6; 13/12/2010 12:28: Polemik Keistimewaan Yogyakarta Berlanjut)<br />
<br />
Dalam pernyataannya pada tanggal 26 November 2010, SBY menegaskan 3 hal,<br />
1. Pilar (yang digunakan-red) adalah pilar nasional yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dalam Undang-undang Dasar telah diatur dengan gamblang.<br />
2. Keistimewaan DIY itu sendiri berkaitan dengan sejarah dari aspek-aspek lain yang harus diperlakukan secara khusus sebagaimana pula yang diatur dalam Undang-undang Dasar.<br />
3. Indonesia adalah negera hukum dan negara demokrasi.<br />
(sumber: RIMA; Senin, 29 Nov 2010 08:29 WIB: Inilah Pernyataan SBY Soal RUU Keistimewaan Yogyakarta)<br />
<br />
Perdebatan ini sebenarnya sudah dimulai sejak Senin, 21 September 2008, saat SBY menyatakan bahwa kepala daerah harus dipilih langsung bukan ditunjuk. Esoknya (23 September 2008), menanggapi pernyatan ini Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyatakan RUU Keistimewaan DIY sebaiknya tidak usah diteruskan. "Tidak usahlah. UU Yogya tak akan dibuat," ujar Sultan. (Tempo Interaktif Nasional; Rabu, 24 September 2008 | 14:18 WIB: Andi Mallarangeng: Pernyataan Presiden Berdasarkan UUD 45)<br />
<br />
Masih dari Tempo, saat itu Andi Mallarangeng justru menantang kekecewaan Sultan dengan mempertanyakan rakyat yang mana yang menginginkan Sultan ditetapkan sebagai Gubernur DIY.<br />
"Masyarakat yang mana? Presiden kan mengutip UUD 1945 jelas bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis," kata Andi Mallarangeng seperti dikutip oleh Tempo.<br />
<br />
Puncaknya adalah saat SBY menyampaikan pandangan pada Jumat, 26 November 2010, dalam pidato rapat pengantar Rapat Terbatas, di Kantor Presiden terkait RUU Keistimewaan Yogyakarta. Dalam pidatonya tersebut SBY mengatakan, Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak boleh mengabaikan nilai-nilai demokrasi, termasuk tetap memperhatikan aspek Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan karena tentu tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi.<br />
<br />
===========================<br />
Nah, daripada pusing-pusing dengan polemik itu, mending kita<strong> runut sejarah Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat</strong>, kali ini, mari berterima kasih sama mbah Google yang memberikan berlimpah data (tolong ralat tulisan ini yah, kali aja ada yg salah gitu,..)<br />
<br />
Kesultanan Ngayogyokarto Hadiningrat resmi <strong>berdiri sejak</strong> ditandatanganinya <strong>Perjanjian Giyanti</strong>, 13 februari 1755. Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua: wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah I, atau disingkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta. Di dalamnya juga terdapat klausul, bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu jika diperlukan.<br />
<br />
Kesultanan Yogyakarta dibagi menjadi 3 daerah, yaitu <em>Nagari Ngayogyakarta</em> yang merupakan ibukota, <em>Nagara Agung</em> (wilayah utama, Yogyakarta saat ini), dan <em>Manca Nagara</em> (wilayah luar, daerah eksklave seperti Madiun, Surabaya, Semarang, Rembang, Kediri).<br />
Dalam perjalanannya, daerah Eksklave direbut oleh Belanda lewat tangan Daendels dan Raffles.<br />
Setelah Perang Diponegoro selesai pada 1830, pemerintah Hindia Belanda akhirnya merampas seluruh wilayah Manca Nagara. Pada tahun itu pula ditandatangani Perjanjian Klaten pada 27 September 1830 yang menegaskan wilayah dan batas-batas Kasultanan Yogyakarta dengan Kasunanan Surakarta. Wilayah Kasultanan Yogyakarta hanya meliputi Mataram dan Gunungkidul dengan luas 2.902,54 km persegi. Di wilayah tersebut terdapat daerah Enklave Surakarta (Kotagede dan Imogiri), Mangku Negaran (Ngawen), dan Paku Alaman (Kabupaten Kota Paku Alaman).<br />
<br />
<strong>Sampai 1792 Kasultanan Yogyakarta</strong> secara de facto <strong>merupakan negara merdeka</strong> dan VOC hanyalah mitra yang sejajar. Untuk menjamin posisinya maka VOC menempatkan seorang Residen di Yogyakarta untuk mengawasi Kesultanan. Kedudukan Residen ini mulanya berada di bawah Sultan dan sejajar dengan Pepatih Dalem. Daendels menaikkan kedudukan Residen menjadi Minister, yang merupakan menteri Raja/Ratu Belanda dan mewakili kehadiran Gubernur Jenderal.<br />
Dengan <strong>kedatangan Raffles</strong> sistem pemerintahan berubah lagi. <strong>Sultan tidak diperbolehkan mengadakan hubungan dengan negara lain sebab kedaulatan berada di tangan pemerintah Inggris</strong>. Begitu pula dengan Pepatih Dalem, Pengurus Kerajaan (Rijkbestuurder), diangkat dan diberhentikan berdasar kebutuhan pemerintah Inggris dan dalam menjalankan pekerjaannya harus sepengetahuan dan dengan pertimbangan Residen Inggris. Sultan mulai dibebaskan dari pemerintahan sehari-hari yang dipimpin oleh Pepatih Dalem yang dikontrol oleh Residen.<br />
<strong>Selepas Perang Diponegoro</strong> selesai pada 1830, <strong>pemerintahan Nagari yang berada di tangan Pepatih Dalem dikontrol secara ketat</strong> sekali <strong>oleh Belanda</strong> untuk mencegah terjadinya pemberontakan. Kasultanan Yogyakarta secara de facto dan de jure menjadi negara protektorat 1 dari Koninkrijk der Nederlanden (Kerajaan Belanda), dengan status zelfbestuurende landschappen (swapraja: daerah-daerah kerajaan atau berpemerintahan sendiri). Selain itu Pemerintah Hindia Belanda selalu mengajukan perjanjian politik yang dinamakan kontrak politik bagi calon Sultan yang akan naik tahta. Perjanjian ini diberlakukan terhadap Sultan Hamengkubuwana V - Sultan Hamengkubuwana IX. Kontrak politik terakhir dibuat pada 18 Maret 1940 antara Gubernur Hindia Belanda untuk Daerah Yogyakarta, L. Adam dengan HB IX.<br />
<br />
Pada 1900-an Belanda mencampuri birokrasi pemerintahan Kesultanan secara intensif dengan maksud memasukkan birokrasi barat modern. Untuk membiayai birokrasi tersebut maka pada 1915 APBN Kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi dua yaitu APBN untuk Parentah Ageng Karaton dan APBN untuk Parentah Nagari yang berada dalam kontrol Hindia Belanda. Untuk belanja dan mengurus keperluan istana, setiap tahun Sultan mendapat uang ganti rugi yang disebut Daftar Sipil yang ditentukan dalam kontrak politik yang dibuat sebelum Sultan naik tahta. Dengan demikian Sultan benar-benar tersingkir dari pemerintahan Nagari dan hanya berperan di istana saja.<br />
<strong><br /></strong>
<strong>Perubahan besar</strong> dalam pemerintahan <strong>terjadi</strong> pada <strong>saat</strong> Sultan Hamengkubuwono IX (<strong>HB IX</strong>) <strong>naik tahta</strong> pada tahun <strong>1940</strong>, khususnya selama pendudukan Jepang (1942-1945). Secara perlahan namun pasti, Sultan melakukan restorasi (bandingkan dengan restorasi Meiji). Sultan membentuk badan-badan pemerintahan baru untuk menampung urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Tentara Pendudukan Jepang. Badan tersebut dinamakan Paniradya yang masing-masing dikepalai oleh Paniradyapati. Paniradyapati tidak lagi berada di bawah kekuasaan Pepatih Dalem melainkan langsung berada di bawah kekuasaan Sultan. Dengan perlahan namun pasti <strong>Sultan HB IX memulihkan kembali kekuasaannya selaku kepala pemerintahan.</strong><br />
Pada <strong>pertengahan 15 Juli 1945</strong>, Pepatih Dalem terakhir, KPHH Danurejo VIII, mengundurkan diri karena memasuki usia pensiun. Sejak saat itu Sultan tidak menujuk lagi Pepatih Dalem sebagai penggantinya melainkan mengambil alih kembali kekuasaan pemerintahan negara. Sebagai kelanjutannya birokrasi kesultanan dibedakan menjadi dua bagian yaitu urusan dalam istana (<em>Imperial House</em>) dan urusan luar istana. <strong>Urusan dalam istana</strong> ditangani oleh Parentah Ageng Karaton yang mengkoordinasikan seluruh badan maupun kantor pemerintahan yang berada di istana yang terdiri dari beberapa badan atau kantor. <strong>Semuanya dipimpin dan diatur secara langsung oleh saudara atau putera Sultan.</strong><br />
<strong>Sultan memimpin sendiri lembaga luar istana, </strong>yang terdiri dari beberapa Paniradya yang secara administratif dipimpin oleh Bupati.<br />
<br />
<strong>SAAT PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI</strong><br />
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII mengirim berita kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kesultanan Yogyakarta dan Daerah Paku Alaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu, mewujudkan sebuah Daerah Istimewa Yogyakarta yang bersifat kerajaan. Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII kemudian menjadi Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah Istimewa dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.<br />
<br />
Sejak Kemerdekaan Indonesia, setidaknya terdapat 7 periode penyelenggaraan pemerintahan DIY,<br />
Diawali dengan Periode I (1945- 1946) yang merupakan masa sambutan kemerdekaan Indonesia dimana pada tanggal 18 Agustus 1945 HB IX dan PA VIII mengucapkan selamat kepada Soekarno-Hatta atas Kemerdekaan Indonesia. Esoknya, Sidang PPKI yang membahas daerah Istimewa mengalami kebuntuan, karena daerah istimewa yang ada merupakan daerah dependen (bukan daerah terjajah) sehingga tidak mungkin dijadikan daerah kekuasaan, sebab jika dijadikan daerah otonom, seperti yang diungkapkan Pangeran Puruboyo, wakil dari <em>Yogyakarta Kooti, </em>akan bertentangan dengan konsep negara kesatuan yang telah disepakati sehari sebelumnya.<br />
<strong>Kemudian perubahan mendasar terjadi setelah HB IX mengetahui sikap rakyat Yogyakarta terhadap Proklamasi, barulah Sultan HB IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945, Isi dekrit tersebut adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekrit dengan isi yang serupa juga dikeluarkan oleh Sri Paduka PA VIII pada hari yang sama.</strong><br />
<br />
Pada tahun 1950 secara resmi <em>Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat</em> ini, bersama-sama dengan Kadipaten Pakualaman menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah daerah berotonomi khusus setingkat provinsi sebagai bagian Negara Kesatuan Indonesia. Dengan demikian status <em>Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat</em> sebagai sebuah negara (state) berakhir dan menjelma menjadi pemerintahan daerah berotonomi khusus. Sedangkan institusi istana kemudian dipisahkan dari "negara" dan diteruskan oleh Keraton Kasultanan Yogyakarta.<br />
<div>
<br /></div>
<strong>Pergolakan</strong> mengenai <strong>status keistimewaan Yogyakarta mulai muncul pada Tanggal 1 September 1965,</strong> sebulan sebelum terjadi G30S/PKI, Pemerintah mengeluarkan <strong>UU No. 18 tahun 1965 tentang pemerintahan daerah.</strong> Dalam UU ini <strong>Yogyakarta dijadikan sebuah Provinsi</strong> (sebelumnya adalah Daerah Istimewa Setingkat Provinsi). Dalam UU ini pula seluruh “swapraja” yang masih ada baik secara <em>de facto</em> maupun <em>de jure</em> yang menjadi bagian dari daerah lain yang lebih besar dihapuskan. Dengan demikian Yogyakarta menjadi satu-satunya daerah bekas swapraja yang diakui oleh Pusat. UU ini juga mengisyaratkan penghapusan status istimewa baik bagiAceh maupun Yogyakarta di kemudian hari. Mulai dengan keluarnya UU No 18/1965 dan UU pemerintahan daerah selanjutnya, <strong>keistimewaan Yogyakarta semakin hari semakin kabur.</strong><br />
<strong><br /></strong>
<strong>Semakin kabur</strong> lagi <strong>setelah wafatnya HB IX</strong> pada tahun 1988, <strong>bukannya mengangkat HB X sebagai Gubernur pengganti, Pemerintah Pusat justru menunjuk PA VIII sebagai Penjabat Gubernur/Kepala Daerah Istimewa.</strong> Pada <strong>1998</strong>, beberapa bulan setelah lengsernya Soeharto, <strong>PA VIII </strong>pun<strong> mangkat</strong>. Keadaan ini <strong>menimbulkan kekosongan kekuasaan</strong>, sehingga <strong>atas desakan rakyat, Sultan HB X ditetapkan sebagai Gubernur/Kepala Daerah Istimewa</strong> oleh Pemerintah Pusat untuk masa jabatan 1998-2003. (Pro-kontra Suksesi Gubernur I)<br />
Karena suksesi di Puro Paku Alaman untuk menentukan siapa yang akan bertahta menjadi Pangeran Adipati Paku Alam tidak berjalan mulus, maka Sultan HB X tidak didampingi oleh Wakil Gubernur/Wakil Kepala Daerah Istimewa. Pada tahun <strong>1999 Sri Paduka Paku Alam IX naik tahta</strong>, namun <strong>beliau belum menjabat sebagai Wakil Gubernur/Wakil Kepala Daerah Istimewa.</strong><br />
<br />
<strong>Pro kontra suksesi Gubernur II</strong><br />
Ketika masa jabatan Sultan HB X berakhir di tahun <strong>2003</strong>, kejadian di tahun 1998 terulang kembali. <strong>DPRD Prov DI Yogyakarta menginginkan pemilihan Gubernur sesuai UU 22/1999</strong>. Namun kebanyakan<strong> masyarakat menghendaki </strong>agar<strong> Sultan HB X </strong>dan<strong> Sri Paduka PA IX ditetapkan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur</strong>. Sekali lagi Sultan HB X dan Sri Paduka PA IX diangkat menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur dengan masa jabatan 2003-2008.<br />
<br />
Tidak segera rampungnya RUUK Keistimewaan Yogyakarta yang sempat digawangi oleh Jurusan Ilmu Pemerintahan UGM membuat pada akhirnya HB X dan PA IX lagi-lagi diangkat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur untuk masa jabatan 2008-2013.<br />
<br />
Catatan yang cukup penting adalah,<strong> berdasarkan UU No 3/1950 (setelah resmi menjadi Daerah Istimewa), para pangeran di Kesultanan tidak ada kedudukan. Yang menjadi Gubernur adalah Sultan, tapi keluarga pangeran tidak ada kaitan dengan birokrasi</strong>. Inilah penjelasan bahwa DIY juga B U K A N merupakan monarki konstitusi, seperti yang sempat disebut-sebut oleh SBY.<br />
<br />
Mengapa Jogja disebut Istimewa?<br />
<strong>Untuk membahas topik ini, coba kita baca kutipan berikut, yang saya ambil dari Sociopolitica’s Blog berjudul “Kisah Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat Dalam Kebutaan Sejarah“ (November 30, 2010)</strong><br />
<br />
<blockquote>
... SEHARI setelah Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang terbentuk sejak 7 Agustus 1945, memutuskan tiga hal penting. Pertama, menetapkan UUD 1945 sebagai Undang-undang Dasar negara. Kedua, memilih Ir Soekarno dan Drs Mohammad Hatta, sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Ketiga, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Komite Nasional. Kabinet Republik Indonesia yang pertama terbentuk 2 September 1945 dengan 16 menteri ditambah seorang Sekertaris Negara, seorang Ketua Mahkamah Agung dan seorang Jaksa Agung. Pada hari yang sama diangkat 8 Gubernur dari provinsi-provinsi Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil (Bali hingga Timor), Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Saat itu, <em>de</em> <em>facto</em>dan <em>de</em> <em>jure</em>, Kesultanan Yogya atau <em>Negeri</em> <em>Ngayogyakarta</em> <em>Hadiningrat</em>, yang memiliki suatu eksistensi yang jelas –bahkan secara internasional lebih jelas dari eksistensi republik muda yang bernama Indonesia– adalah sebuah wilayah yang memiliki kedaulatan tersendiri. Letak geografisnya yang berbatasan dengan Jawa Tengah tidak dengan sendirinya membawanya ke dalam Negara Republik Indonesia yang baru diproklamirkan, walaupun tercatat kehadiran sejumlah tokoh yang berasal dari wilayah itu dalam berbagai gerakan kebangsaan sebelum Indonesia merdeka.<br />
Tak ada kondisi objektif yang memaksa Kesultanan Yogya untuk harus bergabung dengan Republik Indonesia. Ia memiliki syarat minimal untuk menjadi sebuah negara tersendiri. Memiliki tata pemerintahan yang per waktu itu telah berlangsung hampir dua abad, memiliki wilayah dengan sumber-sumber kehidupan, memiliki rakyat, memiliki garis pantai, tak terkepung penuh oleh suatu wilayah negara lain. Jika menghendaki berdiri sendiri, Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat, bisa melanjutkan eksistensinya sebagai suatu negara dengan kedaulatan sendiri. Kalau Republik Indonesia ingin memasukkan Kesultanan Yogyakarta sebagai bagian wilayahnya, diperlukan aneksasi. Tapi itu semua tidak perlu terjadi. Ada faktor keterkaitan moral yang menghubungkan Sultan Yogya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dengan Republik Indonesia, sehingga setelah bertemu dengan Presiden RI yang pertama, Ir Soekarno, ia bersepakat untuk menjadikan Yogya sebagai bagian dari negara baru Republik Indonesia pada hari ke-20 kemerdekaan Indonesia.<br />
Tanggal 5 September 1945 keluar sebuah maklumat. “Kami, Hamengku Buwono IX, Sultan Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat, menyatakan: 1. Bahwa Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia; 2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat mulai saat ini berada di tangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnya kami pegang seluruhnya; 3. Bahwa perhubungan antara Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung dan kami bertanggung jawab atas Negeri kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Kami memerintahkan supaya segenap penduduk dalam Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat mengindahkan amanat kami ini”. Di bawah maklumat tersebut tercantum tanggal 28 Puasa, Ehe, 1876 (5 September 1945), dan nama Hamengku Buwono IX.<br />
<strong>Saatnya makin pragamatis dan melepaskan diri?</strong><br />
Kita harus mengakui bahwa maklumat Sultan Hamengku Buwono IX, 5 September 1945, itu sangat besar artinya bagi negara muda Republik Indonesia, yang satu dan lain hal terkait dengan aspek legitimasi dan psikologis. Bukan hanya itu, pada akhir 1945 keamanan Jakarta menjadi buruk, termasuk terhadap tokoh-tokoh pemimpin pemerintahahan negara, dengan masuknya kembali tentara Belanda yang membonceng pasukan sekutu. Tentara Belanda melakukan sejumlah aksi militer dan teror di Jakarta. Tanggal 30 Desember 1945 marinir Belanda mendarat melalui Tanjung Priok. Keadaan yang dinilai makin memburuk dan membahayakan, menyebabkan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta 4 Januari 1946. Pemerintahan Indonesia juga turut pindah ke Yogyakarta, dan hanya PM Sjahrir yang tetap di Jakarta.<br />
Praktis selama hampir 4 tahun, Yogyakarta menjadi ibukota tempat pusat pemerintahan negara dijalankan. Selama 4 tahun itu Sultan Hamengkubuwono IX mengkontribusikan tak sedikit dari hartanya, untuk menutupi biaya pemerintahan, termasuk gaji pegawai dan tentara. Presiden Soekarno baru kembali ke Jakarta 28 Desember 1949 dan mulai memangku jabatan selaku Presiden Republik Indonesia Serikat. Selama menjadi ibukota negara, setidaknya dua kali Yogya menjadi sasaran agresi militer Belanda. Bisa dikatakan bahwa Yogyakarta tak pernah bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia, bersenjata maupun bentuk perjuangan lainnya mengisi kemerdekaan. Di tengah gejolak perjuangan politik dan perjuangan bersenjata, 3 Maret 1946, didirikan Balai Perguruan Tinggi Kebangsaan Gajah Mada, yang kelak di kemudian hari berkembang menjadi Universitas Gajah Mada. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan perguruan tinggi nasional yang pertama didirikan oleh pemerintah Indonesia merdeka. Tempat belajar perguruan tinggi ini pada masa-masa awal adalah <em>Pagelaran</em> dan <em>Sitihinggil</em> yang merupakan bagian dari Keraton Yogya yang dipinjamkan oleh Sultan Hamengku Buwono IX. Dan sepanjang menyangkut seorang yang kita kenal sebagai Sultan Hamengku Buwono IX, ada satu daftar panjang tentang jasa dan pengorbanannya bagi bangsa ini hingga akhir hayatnya. Kalau ada di antara kita yang tak mau lagi –entah dengan alasan politik atau apapun– memandang Sultan Hamengku Buwono X, tetaplah jangan melupakan Sultan Hamengku Buwono IX salah satu manusia Indonesia yang langka karena kemampuan pengorbanannya yang luar biasa. Ia adalah raja yang sesungguhnya dalam kehidupan bernegara di negeri ini. Di bawah Sultan Hamengkubuwono IX, Yogya tak pernah terbawa ke dalam kancah gerakan separatis untuk membentuk negara boneka. Banyak tokoh di berbagai daerah yang terperangkap strategi dr Van Mook, sehingga membentuk negara-negara boneka, seperti Negara Pasundan atau Negara Jawa Barat, Negara Madura, Negara Jawa Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Jawa Tengah, Negara Indonesia Timur, Dewan Federal Borneo Tenggara, Daerah Istimewa Borneo Barat, serta Republik Maluku Selatan. Yogya tetap teguh kepada Republik Indonesia.<br />
Tanpa mengecilkan arti perjuangan kemerdekaan di wilayah lain Indonesia, Yogya bagaimanapun menjadi wilayah yang secara luar biasa telah memberi arti bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sudah tibakah saatnya untuk makin pragmatis dan melepaskan diri dari apa yang oleh sebagian pemimpin masa kini mungkin dianggap sebagai ‘belenggu’ hutang budi dan rasa terimakasih dalam konotasi beban sejarah?...</blockquote>
<br />
<br />
Resume:<br />
Yogyakarta disebut Istimewa bukan hanya karena latar sejarahnya (merupakan wilayah merdeka saat proklamasi Indonesia), tapi juga dari segi perannya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kebudayaannya yang begitu melimpah, bisa disebut miniatur Indonesia, perannya dalam memajukan Pendidikan nasional, kesetiaannya pada NKRI, dan lain sebagaianya.<br />
Penetapan HB dan PA sebagail Gubernur dan Wagub DIY merupakan bentuk penghargaan dari bangsa Indonesia (dalam bentuk UU No. 5 Tahun 1974 (UU Pemda 1974), yang mengukuhkan penetapan Sri Sultan HB IX sebagai Gubernur DIY.<br />
<br />
Kekisruhan muncul karena hingga saat ini tidak jelas, apa itu 'keistimewaan DIY', serta regulasi yang tetap mengenai hal itu.<br />
Belum lagi berbagai kejadian setelah wafatnya HB IX, meski pada akhirnya HB X, sebagai pengganti HB IX, diangkat menjadi Gubernur DIY pada 1998.<br />
RUU Keistimewaan yang muncul semenjak 2002 tak kunjung selesai seolah menggantungkan staus DIY.<br />
Polemik menjadi semakin panas sejak Pak BeYe menyebut sistem yang ada di Jogja ini sebagai sistem 'monarki konstitusional'.<br />
<br />
Berikut kronik sejarah DIY:<br />
<strong>13 Februari 1755</strong> : Kesultanan Ngayogyokarto Hadiningrat berdiri<br />
<strong>1830</strong> : Pemerintah Hindia Belanda merampas Daerah Manca milik Kesultanan Ngayogyokarto Hadiningrat<br />
<strong>27 September</strong><strong> </strong><strong>1830</strong> : Wilayah Kasultanan Yogyakarta hanya meliputi Mataram dan Gunungkidul dengan luas 2.902,54 km persegi.<br />
<strong>~ 1792</strong> : <strong> Kasultanan Yogyakarta secara de facto merupakan negara merdeka dan VOC hanyalah mitra yang sejajar</strong><br />
<strong>kedatangan</strong><strong> </strong><strong>Raffles</strong><strong> : </strong>Sultan mulai dibebaskan dari pemerintahan sehari-hari yang dipimpin oleh Pepatih Dalem yang dikontrol oleh Residen Inggris.<br />
<strong>~ 1830</strong> : . Kasultanan Yogyakarta secara de facto dan de jure menjadi negara protektorat dari Koninkrijk der Nederlanden, dengan status zelfbestuurende landschappen.<br />
<strong>18 Maret</strong><strong> </strong><strong>1940</strong> : Kontrak politik terakhir antaraGubernur Hindia Belanda untuk Daerah Yogyakarta, L. Adam dengan HB IX.<br />
<strong>1940</strong> : Sultan HB IX melakukan restorasi. Sultan membentuk badan-badan pemerintahan baru untuk menampung urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Tentara Pendudukan Jepang. Badan tersebut dinamakan Paniradya yang masing-masing dikepalai oleh Paniradyapati. Paniradyapati tidak lagi berada di bawah kekuasaan Pepatih Dalem melainkan langsung berada di bawah kekuasaan Sultan. Dengan perlahan namun pasti <strong>Sultan memulihkan kembali kekuasaannya selaku kepala pemerintahan</strong>.<br />
<strong> </strong><strong>15 Juli</strong><strong> </strong><strong>1945</strong> : Pepatih Dalem terakhir, KPHH Danurejo VIII, mengundurkan diri karena memasuki usia pensiun. Sejak saat itu Sultan tidak menujuk lagi Pepatih Dalem sebagai penggantinya melainkan mengambil alih kembali kekuasaan pemerintahan negara. birokrasi kesultanan dibedakan menjadi dua bagian yaitu urusan dalam istana (<em>Imperial House</em>) dan urusan luar istana. Urusan dalam istana ditangani oleh Parentah Ageng Karaton yang mengkoordinasikan seluruh badan maupun kantor pemerintahan yang berada di istana yang terdiri dari beberapa badan atau kantor Semuanya di pimpin dan diatur secara langsung oleh saudara atau putera Sultan. Sultan meminpin sendiri lembaga luar istana, yang terdiri dari beberapa Paniradya yang dipimpin oleh Bupati. Daerah di sekitar istana dibagi menjadi lima kabupaten yang administrasi lokalnya dipimpin oleh Bupati.<br />
<strong>18/19 Agustus 1945</strong> : Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) dan Sri Paduka Paku Alam VIII (PA VIII) mengirimkan ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta atas kemerdekaan Indonesia dan atas terpilihnya mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.<br />
<strong>19 Agustus 1945</strong> : Sidang PPKI membahas daerah Istimewa, buntu.<br />
<strong>5 September 1945 : </strong>Dekrit Resmi Kerajaan Untuk Berintegrasi kepada RI (Amanat 5 September 1945)<br />
<strong>29 Oktober</strong><strong> </strong><strong>1945</strong> : Sultan HB IX dan Sri Paduka PA VIII mengeluarkan dekrit kerajaan bersama (dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945 ) yang isinya menyerahkan kekuasaan Legislatif pada BP KNI Daerah Yogyakarta<br />
<strong>16 Februari</strong><strong> </strong><strong>1946</strong> : keluar Maklumat No. 11 yang berisi penggabungan seluruh birokrasi yang ada ke dalam satu birokrasi Jawatan (Dinas) Pemerintah Daerah yang untuk sementara disebut dengan Paniradya. Selain itu melalui Maklumat-maklumat No 7, 14, 15, 16, dan 17, monarki Yogyakarta mengatur tata pemerintahan di tingkat <em>kalurahan</em> (sebutan pemerintah desa saat itu).<br />
<strong>1945 – 1946 : </strong>Penyusunan RUU Pokok Pemerintahan Yogyakarta<br />
<strong>18 Mei</strong><strong> </strong><strong>1946</strong> : Sultan HB IX dan Sri Paduka PA VIII dengan persetujuan BP DPR DIY (Dewan Daerah) pada 18 Mei 1946 mengeluarkan Maklumat No. 18 yang mengatur kekuasaan legeslatif dan eksekutif<br />
<strong>1951 : </strong>Pemilu Lokal (Tingkat Daerah) Pertama untuk memilih anggota DPRD, Pemisahan dan Pembagian Urusan Pemerintahan Keraton dengan Pemda DIY<br />
<strong>1 September 1965 : </strong>Yogyakarta dijadikan sebuah Provinsi (sebelumnya adalah Daerah Istimewa Setingkat Provinsi (UU No 18/1965)<br />
<strong>1988 </strong> : HB IX Wafat<br />
<strong>1998</strong> : PA VIII wafat, Suksesi Gubernur I<br />
<strong>2001</strong> : Pengusulan RUU Keistimewaan<br />
<strong>2003</strong> : Suksesi Gubernur II<br />
<strong>7 April</strong><strong> </strong><strong>2007</strong><strong> </strong><strong> </strong>: Sultan HB X menolak dipilih lagi menjadi Gubernur DIY<br />
<br />
<br />
Tulisan pembanding:<br />
http://politik.kompasiana.com/2010/12/05/haruskah-sultan/<br />
<br />
1 Protektorat: negara atau wilayah yang dikontrol, bukan dimiliki, oleh negara lain yang lebih kuat. Sebuah protektorat biasanya berstatus otonomi dan berwenang mengurus masalah dalam negeri. Pemimpin pribumi biasanya diperbolehkan untuk memegang jabatan kepala negara, walupun hanya sebatas nominal saja. Negara pengontrol mengurus hubungan luar negeri dan pertahanan protektoratnya, seperti yang tertulis dalam perjanjian. Singkat kata, protektorat merupakan salah satu jenis wilayah dependensi.<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>Referensi:</strong><br />
- http://berita.liputan6.com/politik/201012/311141/Polemik.Keistimewaan.Yogyakarta.Berlanjut<br />
- http://www.rimanews.com/read/20101129/7509/inilah-pernyataan-sby-soal-ruu-keistimewaan-yogyakarta<br />
- http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/09/24/brk,20080924-137229,id.html<br />
- http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ngayogyakarta_Hadiningrat<br />
- http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Keistimewaan_dan_Pemerintahan_Prop._DIY<br />
- http://sociopolitica.wordpress.com/2010/11/30/kisah-negeri-ngayogyakarto-hadiningrat-dalam-kebutaan-sejarah/<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglZ23qex7m9o9aWX7m6HV1xxxpi6n2rHSxPa6e-6WkmMMrDQ12hyphenhyphen5oIFPMOi1UbbexSLK3eJ9CSES81PQHGgL6LLcVwKm0Mz9PPggekaADdrV44GIjmA1_-sc4EvVY_O1Tv4fPp4f-R6s/s1600/amanat+5+september.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1200" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglZ23qex7m9o9aWX7m6HV1xxxpi6n2rHSxPa6e-6WkmMMrDQ12hyphenhyphen5oIFPMOi1UbbexSLK3eJ9CSES81PQHGgL6LLcVwKm0Mz9PPggekaADdrV44GIjmA1_-sc4EvVY_O1Tv4fPp4f-R6s/s320/amanat+5+september.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<photo><photo></photo></photo><br />
<photo></photo>Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-47352428436852139172018-01-31T09:58:00.001-08:002018-01-31T09:58:10.176-08:00Doa<p dir="ltr">Matahari telah lama sembunyi saat perjalanan dimulai.</p>
<p dir="ltr">Bahkan bulan, sempat ditelan bayangan bumi dengan begitu sempurna.</p>
<p dir="ltr">A long journey, saat doa-doa mengalir.<br>
Panjang dan deras. Saat kusadar bahwa kesempatan terkabul terbuka lebar.</p>
<p dir="ltr">Lantas imaji berlari ke suatu tempat yang rasanya begitu kukenal. <u>Serta</u> sebuah sosok. Begitu penasaran. Begitu ingin tahu. </p>
<p dir="ltr">Jika kesempatan itu ada, aku ingin sekali memanjatkannya. Tapi apa? </p>
<p dir="ltr">Aku benci menebak.</p>
<p dir="ltr">Terlebih saat setuju adalah jawaban.</p>
<p dir="ltr">Adakah sebenar-benarnya?</p>
<p dir="ltr">Maka akhirnya kuucap;<br>
Kekasih, tetapkan iman untuknya.<br>
Tetapkan yang baik dan yang terbaik untuknya.<br>
Kekasih, mudahkan apa-apa yang Ia usahakan. Kabulkan apa-apa yang Ia pinta. </p>
<p dir="ltr">Progo:<br>
150 menit sejak keberangkatan. </p>
<p dir="ltr">P.S: apa lagi yang harus kupanjat, Kekasih? </p>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-24755487894355266382018-01-27T01:47:00.001-08:002018-01-27T01:47:53.848-08:00Pulang<p dir="ltr">“Aku terbang besok, jam sepuluh” bisikku padanya, lewat telepon di genggamanku.<br>
“Kamu, pasti balik ‘kan?” jawabnya.<br>
Dan leherku tercekat.</p>
<p dir="ltr">Di pesawat, begitu kuletakkan pinggulku di kursi, kukirim gambar boarding passku padanya.<br>
“Aku tunggu kamu kembali”<br>
Kumatikan gawaiku. Kupilih untuk memejamkan mata. Satu setengah jam ditambah tiga jam penerbangan lanjutan bukan waktu tempuh yang pendek. Aku perlu menenangkan jiwa dan pikiranku.</p>
<p dir="ltr">…<br>
“Aku ingin Ibu yang cerdas untuk anak-anakku nanti. Ibu yang tangguh. Ibu terbaik yang akan menjaga anak-anakku nanti. Perempuan hebat yang seperti itu, ya kamu” matanya menusuk jantungku.<br>
“Stop, jangan teruskan. Kau tahu aku tak bisa. Once I started, I can’t go back”<br>
“Maka mulai lah…”<br>
“Kita pulang yuk” Dan aku pun berdiri. Membayar makanan kami malam itu.<br>
“Hei…” digenggamnya pergelangan tanganku saat kuulurkan tanganku ke kasir.<br>
“Aku bisa membayar makananku sendiri kok, dan tadi sore kamu sudah bayar makan sore kita. Let me pay this time” Dan dia berangsur melepas genggamannya.</p>
<p dir="ltr">Aku terbangun, <br>
Mimpi ternyata membawaku ke malam itu, jumpa terakhirku dengannya. Pilot mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat. Maka kutegakkan sandaran kursiku.</p>
<p dir="ltr">Jakarta,<br>
Akhirnya kuinjakkan kembali kakiku di sini.<br>
Rasanya sangat lama, padahal baru lebaran kemarin aku mudik. Tapi tidak untuk kali ini. Entah kapan aku akan menapakkan langkah di sini lagi. Terutama untuk terbang ke timur, lagi.<br>
Dua minggu berlalu, aku memilih sekedar menjawab sekadarnya pesan-pesan darinya.<br>
Tapi tak untuk setiap pertanyaannya tentang ‘pulang’.</p>
<p dir="ltr">Hingga pagi itu kubaca status aplikasi perpesannya:<br>
“Before 2017 ends, inbox me something that you’re always wanted to tell me. It’s gonna stay secret between us two. Post this as your status and maybe someone will surprise you”</p>
<p dir="ltr">Klik reply:<br>
I love you, tidak kurang tidak lebih.<br>
Maaf jika mencukupkan diri, sebab aku tak sanggup membiarkanmu jatuh dengan cinta yang sama, tapi tak sanggup menanggung rindu.</p>
<p dir="ltr">Save as draft</p>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-55786255878849969952018-01-02T12:52:00.000-08:002018-01-03T01:39:57.598-08:00Kuis bego-begoan: Seberapa 'bego' kamu?<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Hello
People, <br /><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Gimana liburan kalian, rame gak? Kalau beta rame di timeline saja, sibuk
menjawab kuis bego-begoan yang malang melintang di status WA dan belakangan
ikut bikin rame story instagram. Buat kalian yang berhasil jawab bener terus,
selamat ya! Buat yang harus ngerepost, harap bersabar, ini baru latihan ujian,
hhehe. Buat yang belom sempet dapet kuis ini, kayaknya kalian kurang gaul deh,
:p<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background-color: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background-color: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt;">Oke,mari
kita kupas kuis tersebut dari yang paling gampang.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--><o:p></o:p></span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kamu
sedang tidur di kamar,</span><span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">kemudian
Ibumu datang mengetuk pintu </span><span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">membawakan
roti, selai dalam toples dan segelas susu.</span><span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mana
yang kamu buka duluan?</span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kuis ini adalah kuis
yang paling banyak direpost oleh penghuni linimasa status WA saya. Lho, berarti
banyak yang jawab salah dong? Berarti susah? Eits, tunggu dulu. Memang banyak
yang salah, tapi jawaban yang dianggap benar hanya 1. Bisa disimpulkan bahwa
pola pengambilan keputusan menuju jawaban yang dianggap benar sejatinya hanya 1
jalur saja. <br /><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kita akan memulai bahasan dari jawaban-jawaban yang dianggap salah terlebih
dahulu; mulai dari selai, toples, roti, hingga pintu. Loh terus jawaban yang
benar apa?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dalam dunia psikologi,
kemampuan manusia untuk <span style="background: white;">berfikir kompleks, serta
kemampuan penalaran dan pemecahan masalah disebut kemampuan kognitif. Ada
beberapa teori yang menjelaskan aspek kognitif manusia. Mayers (1996)
menjelaskan bahwa kognisi merupakan kemampuan membayangkan dan menggambarkan
benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan penggambaran ini.</span>
Sedangkan <span style="background: white;">menurut Chaplin, kognisi adalah konsep
umum yang mencakup seluruh bentuk pengenalan, termasuk didalamnya mengamati,
menilai, memerhatikan, menyangka, membayangkan, menduga, dan menilai.</span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kaitannya
dengan kuis di atas adalah, jawaban yang dianggap benar adalah hasil dari
kemampuan kognitif yang baik. Kemampuan kognitif yang baik ini ditunjukkan
dengan kemampuan untuk memahami teks secara utuh. Tidak sekedar membaca teks
secara sepenggal demi sepenggal. Kemampuan kognisi yang baik membuat kita mampu
membayangkan keseluruhan konteks kuis tersebut sehingga memungkinkan kita untuk
menentukan langkah pertama yang harus diambil berdasarkan gambaran tersebut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mari kita cermati
baik-baik kalimat di atas. [Saya sedang tidur] Lah namanya juga orang sedang
tidur, tau darimana itu yang ngetuk pintu Ibu, lengkap dengan bawaannya pula.
Logika darimana orang tidur bisa tahu fakta dibalik pintu? Kecuali kamu bisa
project astral, kemungkinan besar kamu sedang bermimpi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Maka jelas, pertanyaan
apa yang dibuka dulu bukan pintu, roti, selai toples apalagi susu. Sebab susu
tinggal diminum, eh. Apa yang dibuka dulu ini berkaitan dengan aktifitas
tidurmu. Tangi cuk, alias wake up. Nha untuk bangun dan sadar sepenuhnya dari
mimpi, ya buka muatamuuuuu (baca: Mata)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Afahamtum?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mari
kita lanjutkan obrolan kita ke kuis kedua yang gak kalah seru.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">1+4 =5</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">2+5=12</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">3+6 =21</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">5+8= …</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ingat
98% orang salah menjawab tes ini. Bila anda menjawab dengan benar berarti anda
jenius.</span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Hayooo,
siapa yang jawab benar?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">:p<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dengan
bekal teori kognitif tadi, mohon baca baik-baik kuis di atas. Sementara itu,
saya mau sedikit cerita tentang paragraf padu dan silogisme.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Paragraf
Padu merupakan paragraf yang kalimat-kalimatnya tersusun secara logis dan
serasi. Sehingga untuk menyusun kalimat menjadi paragraf padu, kalimat-kalimat
penyusunnya haruslah memiliki urutan yang logis. Selain itu, antara kalimat
satu dengan kalimat yang lain disambungkan dengan kata sambung atau konjungsi
yang sesuai membentuk keserasian. Jadi jelas ya, kalimat-kalimat dalam sebuah
paragraf itu harus disambung dengan kata sambung yang sesuai agar bisa disebut
paragraf padu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Selanjutnya
adalah Silogisme. Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara
deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi
(kesimpulan). Preposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang
kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi
predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Dalam
silogisme, sebuah kesimpulan, atau dalam hal ini jawaban, hanya bisa diambil dari
dua pernyataan yang saling berhubungan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mari
kita kembali lagi ke ‘kuis’ di atas. Seorang kawan menjawab 43. Saya tanya
kenapa bisa begitu, dia jawab sebab hasil akhir hitungan adalah adalah gabungan
seluruh nilai yang ada. “Coba liat tin, itu satu ditambah empat jadi 5.Tapi kok
dua ditambah lima jadi dua belas? Kalau dipikir-pikir, dua belas itu kan dua
ditambah lima ditambah value sebelumnya (5) yak? Nah, pas masuk ke 21 bener
tuh. Harusnya jawaban terakhir itu empat puluh tiga dong. Kan lima tambah
delapan plus 21” begitu katanya dengan menggebu. ‘Harusnya’? Iya, karena
setelah itu dia melanjutkan curhatnya; ”Tapi kok salah ya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Jadi
begini Mas,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tolong
cermati baik-baik kuis di atas. Apa judulnya? Oh situkan anak matematika yak,
kalau dalam silogisme, premis mayornya yang mana, premis minornya yang mana?
Loh kok jadi soligisme? Lha iya, kan situ mau cari konklusi alias kesimpulan
tho? Dan masnya pun mak klakop. Tidak ada. Oke kalau begitu, teori silogisme
tidak bisa dipakai njih. Ndak usah nggathuk-nggathukke angka-angka yang ada.
Lanjut, di bawah angka-angka itu ada informasi yang cukup mencengangkan: ‘Ingat
98% orang salah menjawab tes ini. Bila anda menjawab dengan benar berarti anda
jenius.</span><span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">’<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mari kita baca
baik-baik. ‘tes ini’. Hm, ‘ini’ merujuk kemana ya? Di mana kata sambung yang
menghubungkan ‘itu’ dengan referensinya? Lha wong di atas tidak ada ‘kata’ tes
kok. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Berarti jawabannya apa? Di kalimat selanjutnya, shay. Bila anda menjawab
dengan <u>benar</u> berarti anda jenius. ‘Dengan’ itu ‘cara’, pembuat ‘kuis’
udah baik banget tuh ngasih jawaban, kok situ masih ngeyel. LAGIAN KAN UDAH GUE
BILANG DI ATAS SONO NOH!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Nah,kali ini kuisnya
agak kompleks. Sebab ada beberapa versi jawaban benar. ‘Sebenar’ apa sih
jawaban mereka? Mari kita cek kuis ketiga berikut:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">
Ada bus, isinya supir, ada nenek, ada orang buta, ada anak kuliah, ada pekerja
kantor, semuanya turun di halte yang sama. Ketika berhenti di halte, yang turun
duluan adalah....</span></blockquote>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sekali
lagi, mari baca baik-baik kuis di atas. Seperti biasa, saya akan memulai dengan
memampang jawaban yang salah: Siapapun pilihan anda,jawaban anda tetap salah.
Loh kok bisa? Sebab sejauh yang saya dapat, jawaban yang dianggap benar adalah
‘kecepatan’, ‘spedoometer’, ‘ban’ dan ‘kaki’. Dari keempat jawaban tersebut,
mana yang menurut anda paling benar?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Setelah
membaca kuis tersebut dengan seksama, jika kemampuan kognitif anda berkembang
dengan baik, seharusnya kita bisa sama-sama membayangkan reka ulang kejadian.
Sebuah bis dengan berbagai penghuninya. Masuk ke frase pertama kalimat kedua:
Ketika berhenti di halte. Momennya adalah saat <b>berhenti</b>. Berhenti artinya tidak ada perpindahan tempat, berarti V
= 0. Maka, opsi jawaban ‘kecepatan’ menjadi batal demi nalar. Kecuali jika
premisyang diajukan adalah ‘ketika akan berhenti’. Paham beda antara ‘akan
berhenti’ dengan ‘berhenti’, kan? Hal ini berimbas pada opsi jawaban
‘spedoometer’. Sebab ‘Spedoometer’ adalah bacaan data dari kecepatan. Kalau
kecepatan nol ya jarum spedoometer juga di titik nol.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bagaimana
dengan Ban dan Kaki? Hm, mari kita bayangkan situasi kuis tersebut. Bus berisi
beberapa orang yang akan turun di halte yang sama. Ketika si Bus sudah
berhenti? Yang turun duluan adalah orang-orang di dalam Bus tersebut lah. Tapi
siapapun orangnya, yang pasti turun duluan adalah kaki mereka!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Hal
yang menarik dari ketiga kuis di atas adalah bagaimana kuis tersebut bisa
memunculkan jawaban yang berbeda-beda. Rekan-rekan yang salah menjawab
rata-rata ‘terjebak’ pada nomina yang disebutkan dalam kuis. Pilihannya?
Tergantung pada pengalaman yang pernah mereka alami berkenaan nomina-nomina
itu.Yang jawab roti ya karena biasanya ambil rotinya dulu. Yang jawab selai, ya
karena biasanya ambil selai dulu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dalam
kajian ilmu semantik, ada petanda dan penanda. Petanda adalah nomina terkait sedangkan
penanda adalah konsep dalam kepala kita terkait petanda. Jadi ketika menyebut
‘selai’, maka otak kita akan membayangkan warna, bau serta rasa selai itu.
Itulah kesatuan konsep tentang selai di di pikiran kita. Nah, Otak manusia ini
unik, dia menyukai sesuai yang berbeda, yang melibatkan sebanyak mungkin
indera. Ini adalah ‘jawaban’ mengapa nomina alias kata benda lebih cepat ditangkap
oleh otak manusia sebagai fokus daripada kata kerja. Selanjutnya, tergantung
pengalaman </span><span style="background: white; font-family: "wingdings"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">J</span><span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bila
kita mau sedikit berefleksi, sesungguhnya inilah sifat asli manusia. Cenderung
fokus pada hal-hal yang lebih ‘menarik’. Harap diingat bahwa ‘menarik’ tidak
selalu memiliki referen bernilai positif. Inilah yang sangat disayangkan. Ketika
udah terlanjur benci, kita bisa dengan mudah ‘mengabaikan’ hal-hal baik dari
seseorang. Bahkan, kita bisa mengabaikan keseluruhan konteks hanya karena
terlanjur fokus ke satu titik.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di kuis
kedua, ini agak kompleks nih. Kecerdasan kadang membuat kita merasa paling
benar dan nggathuk-nggathukke berbagai hal. Padahal tidak semua hal perlu
disambung-sambungin. Mari belajar bersabar, melihat keseluruhan konteksdan
melihat konektifitas satu hal dengan yang lain alih-alih terburu mengambil
kesimpulan. Bila tidak ada penghubung antar titik, ya ndak usah
dihubung-hubungkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Hayo
ngaku, di dunia nyata, siapa yang suka uthak-athik gathuk, kesel sendiri, eh
taunya Cuma asumsi doank. Heheheh<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Nah,
kalau yang ketiga ini sih sebenernya sederhana. Gunakan nalarmu sebaik-baiknya.
Sebaik apapun pertimbanganmu, tetaplah kritis untuk menemukan pangkal dari
segala hal.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Salam
Nalar,<br /><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background: white; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Afahamtum?<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-88567298425728819802018-01-01T09:06:00.002-08:002018-01-01T09:06:54.184-08:00Ayat-ayat cinta 2 dan Rentetan Ironi tentang Bangsaku. <div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Well hello people, kali ini saya hendak menulis sebuah
review film yang baru saja rilis. Review kali ini agak berbeda sebab saya
justru memilih film yang tidak direkomendasikan oleh teman-teman maupun
netijen. Sebelumnya terimakasih banyak untuk Mbak Teppy, berkat review dari
Mbak Teppy, saya justru tertantang untuk menemukan sisi lain film ini. Selain
itu, eug juga musti berterimakasih sama Agik yang tahu betul selera guyonku; I
need some sarcasm to laugh. So, karena saya juga bukan tipe yang nyaman
berkomentar tanpa mengalami langsung, Maka, inilah review nano-nano ala saya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b>Disclaimer</b>: ini adalah persepsi personal saya berdasarkan
apa yang muncul di kepala saya saat menonton. Tidak bermaksud menjelekkan pihak
tertentu, hanya sekedar merelasikan adegan-adegan di film sebagai ironi. Bukan
sekedar tentang Islam, tapi ke-Indonesiaan, kemanusiaan dan lain sebagainya. Yass,
saya mengaku dosa bahwa saya nonton ini film sambil cetat-cetet hape. Saya
tidak akan membahas filmografi ataupun hal-hal yang terkait teknis penceritaan
sebagaimana sudah dikupashabis nan tuntas oleh Mbak Teppy. Saya justru tertarik
pada isu-isu yang mengalir di sepanjang cerita. Oke mari kita mulai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Film dimulai dengan penggambaran sosok Fahri sebagai sosok
yang waw: dosen favorit, sekaligus pebisnis yang kasat mata sukses. Berbagai
sisi ‘baik’ Fahri diobral; mulai dari hapalan Quran, membiarkan perlakuan
semena-mena tetangga hingga tetap berlaku baik meski diperlakukan tidak baik.
Konflik mulai muncul ketika Hulusi menampakkan sikap kurang bersahabat pada
Nenek Catarina yang merupakan Yahudi Sinagog. Raut muka Hulusi nampak amat
tidak nyaman saat Fahri memilih untuk mengantarkan Nenek Catarina ke Sinagog.
Hulusi makin kesal karena di Sinagog, perlakuan tidak baik justru diterima oleh
mereka. Ketika Fahri menegur Hulusi yang bersikap seperti itu, Hulusi
keceplosan bawa-bawa Aisha yang telah lama menghilang*spoiler. Terungkaplah bahwa
Fahri selama itu berbuat baik ‘karena diamanati demikian’ oleh Aisha. Yang
paling menarik adalah kata-kata Fahri menanggapi Misbah: “Pancasila ada di sini
(sambil nunjuk dada-red), Bhineka Tunggal Ika ada dimana-mana” saat Misbah
menyatakan bahwa keberagaman di Edinburgh tidak sama dengan di Indonesia yang
punya Pancasila.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya merasa ini adalah kritik sosial pertama yang begitu
menampar. Sementara di dunia parallel di sana (ini meminjam istilah Mbak Teppy
untuk penggambaran suasana Edinburgh yang rasa Indonesia) ada yang mengingat
bahwa Pancasila itu bukan tentang bagaimana aturan mengikat kita, tapi
bagaimana Pancasila hidup di diri kita. Bahwa manusia yang mengaku Indonesia
seperti kitalah pengejawantahan Pancasila itu sendiri. Mari kita lihat realita
yang terjadi, dimana Ketuhanan yang Maha Esa saat ratusan kamisan dilewati oleh
jemaat GKI Yasmin di depan Istana? Di mana Pancasila saat para pemeluk
Ahmadiyah diserang dan tak bisa beribadah di rumah Ibadah mereka sendiri? Sebagian
bahkan merasa paling benar sehingga bebas ‘menindak’ setiap hal yang tak
sejalan dengan prinsip mereka. Musyawarah is non sense. Ada juga yang senang
sekali membuat pergolakan di masyarakat sehingga massa terbelah dalam
sekat-sekat dunia. Yang satu menunjuk yang lain dengan berbagai sebutan,Ahlu
Hoax, Cebong, Bani Taplak dan lain sebagainya. Persatuan Indonesia menjadi keniscayaan.
Apalagi tentang Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Sungguh lucu
ketika bicara tentang keadilan sosial dari tanah jawa yang nyaman ini sambil
terus menghujat Presiden yang mati-matian ‘menghidupkan’ tanah papua agar
dinikmati oleh orang papua itu sendiri! Kalau sudah begini, masihkah Pancasila
ada di hati kita? <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Adegan lain yang juga mengusik saya adalah scene dimana Nenek
Catarina menuduh Fahri ‘memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan’ hanya karena
sekilas melihat Fahri menolong Brenda yang mabuk. Paginya, ketika Brenda
mengklarifikasi kejadian malam itu dan justru berterima kasih pada Fahriyang
menolongnya malam itu, Nenek Catarina meralat kata-katanya. Ha! Betapa indahnya
dunia ketika kita dengan lapang dada mau mengakui kesalahan. Sedang di dunia
kita, ada aja lho yang gak merasa salah sudah mengedit video sehingga
menyebabkan orang lain tersangkut hukum. pft<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Adegan selanjutnya adalah momen dimana Jason, remaja tanggung
tetangga Fahri yang suka mencoret-coret mobil Fahri – tertangkap basah mengutil
di minimart miilik Fahri. Alih-alih melaporkan ke polisi, Fahri justru
mentraktir Jason milkshake paling enak di sebuah café entah dimana itu. ‘Kebaikan’
Fahri pada akhirnya membuat muak Jason yang benci diperlakukan baik sedangkan
Ia selama ini berbuat jahat pada Fahri. Hingga akhirnya Jason terbawa emosi dan
berdiri dengan meninggikan suaranya, tebak apa yang dikatakan Fahri pada Jason
yang notabene masih bocah itu: “Let’s be friend. Sit down, please!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ini WOW. Mari kita jujur pada diri kita sendiri dan melihat berbagai
fenomena carut-marut dunia. Dimana pendekatan kekeluargaan sekarang dalam
penyelesaian berbagai konflik? Padahal jarene negeri ini adalah negeri yang
menjunjung tinggi persaudaraan. Segala hal saling dipertentangkan. Masing-masing
beragumen dengan teori konspirasi masing-masing. Ada pihak yang membela hak
kemanusiaan LGBT, lantas ‘diserang’ secara personal dianggap bagian dari
kelompok tersebut. Ada insiden seorang yang disebut ustad ditolak masuk suatu
negara,eh disebut-sebut itu kepentingan 2019. Uiku opotoh. Jangankan kekancan,
lha wong menurunkan sedikit tensi saja ogah. Pokoke pendapatku paling bener. Wes
titik.Ra podo ra konco! Sungguh ironi, bahkan dalam islam pun ada etika untuk objektif
(“lihatlah apa yang dikatakan jangan lihat siapa yang mengatakan”(Ali bin Abi
Thalib)), serta jika membenci pun, yang dibenci adalah perilakunya, bukan
orangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cerita selanjutnya adalah ‘pameran’ kebaikan Fahri yang lain
lagi; buy back rumah Nenek Catarina yang secara sepihak dijual oleh anak tirinya,
‘menyelamatkan’ Keira – kakak Jason yang sama bencinya ke Fahri -- dari niatnya
sendiri menjual diri dengan sebuah ‘drama’ agar Keira memahami betapa bahayanya
tindakannya itu, hingga mendatangkan guru les biola untuk Keira. Klimaks momen
ini lagi-lagi disponsori oleh Hulusi yang menegur Fahri dengan ucapan; “Mau
sampai kapan Hoca menghamburkan uang untuk Nenek Catarina dan Keira?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di dunia nyata, mana ada sih orang yang justru membiayai rangorang
yang musuhin dia? Gak usah jauh-jauh, di Endonesa aja, orang lebih suka
berbondong-bondong bikin aksi berjilid-jilid untuk menuntut seseorang
dipenjara, daripada menahan diri untuk tak berkomentar saat ada ‘kebijakan aneh’
macam penutupan jalan Tanah Abang dan bersama-sama bersabar melihat ‘hasilnya’.
(tepok jidat, yang sabar ya, Pak Gub dan Pak Wagub :p)<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keanehan lain yang terekam di kepala saya adalah Baruch
(anak tiri Nenek Catarina) yang menantang Fahri duel debat dengan topik Konflik
Timur Tengah. Ehm, tepatnya isu Israel-Palestina. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Eiyaampuuuuuuuun, sejak kapan itu orang endonesah menyelesaikan
perseteruan dengan kaidah ilmiah? Yang ada main tampol, twitwor dan worwor lain
yang bertaburan dimana-mana. Belum lagi misleading, komen asal njeplak,
post-truth. Hadehhhhhhhh. Anggota DPR yang terhormat lho, bisa bangeet
menganggap bahwa negara bersalah ketika ada warganya yang ditolak masuk negara
lain. Ada juga yang ditantang debat tapi gak nongol, ada. Ampuuuuuuuuuuuun.
Nah, sebelum sesi ini, si Fahri sempet nolak todongan debat tuh. Dia bilang
tidak melayani debat kusir. Ceilehhhhhhhhh, sebagai penghuni twitter saya
ngakak. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di sisi lain, pemilihan topik Israel-Palestine ini juga sesuatu
buat saya. Konflik Timteng itu banyak, hlo… But why Israel-Palestine? Lalu dari
sekian banyak pendekatan pembahasan tentang koflik ini, kenapa penjelasan yang
disampaikan Fahri hanya mementahkan satu teori dari Amerika?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Adegan lain yang sudah pernah disinggung di linimasa adalah
operasi face-off antara Hulya dan Aisha. Wajah Hulya ‘didonorkan’ ke wajah
Aisha yang rusak sehingga mewujud sebagai Sabina. Terlepas dari ketidaklogisan
proses operasi, hal ini mengingatkan bahwa di negara kita, umat muslim adalah
golongan yang paling sering berselisih soal teknologi. Ada masa dimana donor anggota
tubuh menjadi perdebatan. Jangankan menerima ‘sumbangan bagian tubuh’ bahkan
untuk sekedar mengubah tampilan fisik, ada dalil yang ngenekki. Apalagi isu
vaksin yang jelas-jelas ‘berasal’ dari selain manusia. Sungguh ironi, mengingat
dulu perkembangan ilmu pengetahuan merupakan salah satu bagian dari kejayaan
Islam. Tapi ah, yasudahlah. Oh iya, di novel, sempat diceritakan Fahri salah
memanggil nama Aisha dengan ‘Hulya’. Duh, berasa jadi orang lain saat gak pake ‘alis’,
ya gak sis? :p<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hampir segala aspek di konten cerita ini mengandung ironi
yang tajam. Bahkan pilihan hidup Fahri yang merindukan kehidupan Indonesia, Pancasilais
dan tentu saja kaya, tapi memilih tinggal di luar negeri. Sehingga sesuai dengan
penjelasan taxmin gaul Direktorat Jenderal Pajak bahwa orang Indonesia yang
tinggal minimal 188 hari di luar negeri adalah Objek Pajak Luar Negeri. Sepertinya
familiar ya dengan orang-orang kaya di Indonesia yang mengaku Pancasila tapi
lebih memilih di luar negeri. Ah, mungkin cuma sekedar ingin berderma pajak ke
tetangga sik <span style="font-family: Wingdings; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-hansi-theme-font: minor-latin; mso-symbol-font-family: Wingdings;">J</span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Oh iya, ada satu aspek yang sebenarnya saya ragu untuk
berkomentar, sebab bagian ini berbeda dengan versi novel. Apalagi kalau bukan tentang
‘kebutaan’ Fahri atas identitas asli Sabina. Di film Fahri baru sadar identitas
asli Sabina saat Hulya dalam kondisi kritis. Ini lucu sih ya, seolah Fahri
begitu ‘buta’. Well, kadang cinta memang buta, kan? Tapi kalau di novel, Fahri
sebenarnya sudah lama mencurigai Sabina. Mulai dari cara menyajikan teh, puisi romantic
yang dibacakan Hulya ke Fahri – yang ternyata di’ajarkan’ oleh Sabina, padahal
puisi itu cuma Fahri dan ehm, Aisha yang tahu. Tapi yha entahlah. Ironi-ironi
yang bertebaran kebanyakan memang mentah sih. <o:p></o:p></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Habiburrahan El Shirazy menggambarkan dunia idealnya dengan
begitu ‘sempurna’. Dan mimpi yang sama mungkin membuat sebagian merasa
tertampar karena realita tidak seperti itu. Entah karena keegoisan manusia itu
sendiri, atau memang kondisi ideal tersebut adalah niscaya. Jadi bagi Anda yang serta merta
merasa kesal dengan poster promosi film yang dianggap , selamat! Sesungguhnya Ironi
itu memang membangkitkan kecamuk di jiwa anda. Bahwa kadang pilihan di dalam
hidup tak selalu merupakan pilihan-pilihan yang merdeka.<br />(baca: poligami tidak sesederhana itu yey, bahkan ada setiap perempuan dalam film AAC2 'membawa' konflik mereka masing-masing)<o:p></o:p></div>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-6263011504113523042017-12-27T09:44:00.000-08:002017-12-27T09:44:14.651-08:00Jakarta dan Pesona Sawah Perak<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Petang itu selepas menjenguk nenek di sebuah rumah sakit
jantung di Jakarta Pusat, saya berencana menggunakan jatah tiket nonton gratis saya.
Tapi entah kenapa rasanya ada yang mengganjal. Sambil menetapkan diri jadi
nonton atau tidak, saya memilih duduk di pinggir jalan, sambil ngemil Bakso
Malang di depan RS.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sembari menyesap aroma loncang yang efektif menambal rasa
kuah yang biasa-biasa saja, saya iseng ngobrol sok asyik sama si penjual yang
sedari tadi sudah melirik saya. Lelaki paruh baya itu berasal dari Pacitan,
sebuah desa yang dikenal Kota Seribu Goa di Jawa Timur. Sebut saja namanya Pak
Samin. Sejak Ibunya meninggal beberapa tahun silam, Ia memutuskan merantau ke
Ibukota.”Daripada numpang di rumah sodara, kan gak enak Mbak. Kalau masih ada orang
tua kan masih gak papa. Kitanya nemenin (orang tua-red). Lha kalau gak ada
(orang tua lagi – red) kan gak enak. Tinggal seatap sama sodara sama bininya.
Nanti orang bilang apa” begitu kata Pak Samin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Samin mengawali petualangannya di Jakarta dengan menjadi
pekerja di Tanah Abang. Saat itu gajinya Rp. 1.200.000,- per bulan. “Tapi habis
buat bayar utang makan sama rokok di warung Mbak, paling sisa dua ratus” kata
Pak Samin sambil terkekeh memperlihatkan giginya yang masih terbilang bagus
untuk ukuran perokok di usianya. “Makanya saya gak betah, lalu saya jualan Mi
di RS sana (Pak Samin menyebut sebuah RS tapi untuk alasan tertentu saya
samarkan). Di sana lumayan laris sih. Terus tiba-tiba aja saya pengen jual
Bakso Malang, yaudah saya pindah ke sini”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sudah sekitar lima tahun Pak Samin menempati lapak ini.
Menurut Pak Samin, lapaknya sekarang pernah ditawar hingga lima belas juta
rupiah. Sebuah harga yang fantastis menurut saya melihat rupa gerobak Bakso
Malang yang biasa-biasa saja. Tapi Ia tak tertarik untuk melepas lapak itu.
Menurutnya, lapak yang ia tempati sekarang sangat strategis. Berada di depan
rumah sakit sekaligus di depan Jembatan Penyeberangan Orang, sehingga orang
dari seberang bisa mudah mengakses lapaknya. “Dulu saya beli (lapak – red) ini
murah Mbak, cuma lima juta. Sekarang tinggal bayar uang keamanan aja tiga ratus
sebulannya. Dulu saya di sono tuh Mbak (menunjuk pintu keluar RS, di bawah
JPO), itu sekarang gak dijual, sistemnya kontrak, sepuluh juta setahun. Kalau
yang ini (menunjuk gerobak nasi bebek di samping kanan lapaknya) tujuh jutaan
setaun, orang baru juga,” Hati saya mencelos mendengar angka-angka itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan deretan angka-angka tersebut, saya jadi penasaran
berapa penghasilan Pak Samin. Mengingat harga Bakso Malang lengkap yang ia jual
sebesar sepuluh ribu per porsi. “Ya kalau habis gini sih dua ratus lima
puluhan, paling sepi seratus lima puluh lah”. Otak saya langsung sibuk
menghitung. Bila dipukul rata Rp 150.000 per hari , jika Ia istirahat setiap
hari minggu maka penghasilannya minimal Rp. 3.600.000 per bulan. Angka yang hampir
mencapai UMR Jakarta. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Gak pulang aja, Pak? Garap sawah di kampung?” Saya mencoba
berkelakar.<o:p></o:p></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lha justru sawah saya itu di sini Mbak. Anggep aja dari
setaun kita kerja 10 bulan, dua bulan untuk istirahat pulang kampung. Tiap bulan
saya bisa dapet seenggaknya tiga juta. Setaun berarti tiga puluh juta. Kalau di
kampung (garap sawah – red) mana bisa dapet segitu Mbak. Belum bayar utang
pupuk, bayar orang garap sawah, duh gak mungkin” Dan saya pun manggut-manggut
pura-pura mengerti apa yang Ia ucapkan. Ah Jakarta, Sawahmu terlalu
menyilaukan. Entah tinggal menunggu waktu berapa lama lagi hingga suatu saat
aku harus sarapan receh karena beras tak lagi tersedia di pasaran.<o:p></o:p></div>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-76732245470428988932017-12-26T23:38:00.000-08:002017-12-26T23:38:14.771-08:00Sebuah Catatan tentang Literasi<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Halo manusia, jumpa lagi dengan tulisan saya. Kali ini saya akan
menggunakan gaya yang agak santai. Mari berdialektika.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Literasi, sebuah kata yang akhir-akhir ini mengusik pikiran
saya. Saya selalu berasumsi bahwa literasi adalah sesuatu yang berhubungan
dengan kemampuan membaca. Pada titik tertentu, kemampuan membaca ini berkembang
menjadi kemampuan memahami konteks. Ditambah dengan pengalaman bersentuhan
dengan kampanye literasi, saya semacam ‘semakin dibuka matanya’ tentang
literasi itu sendiri. Bahwa literasi pada akhirnya berkaitan dengan akses
bacaan, terutama bacaan berkualitas. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Nah, berhubung sekarang saya hendak menggunakan topik literasi
ini sebagai bahan tulisan, maka saya memilih untuk menggunakan referensi yang
lebih valid tentang hal ini. KBBI V menjabarkan literasi dalam 2 pengertian.
Pengertian pertama literasi dimaknai dalam dua hal: literasi sebagai kemampuan menulis
dan membaca; serta pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas
tertentu. Contoh pengetahuan atau keterampilan ini misalnya ‘Literasi Informasi’
yang bermakna keterampilan melakukan riset dan menganalisis informasi untuk
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Selanjutnya, mari kita bergeser ke
pengertian literasi yang satu lagi. Pengertian kedua mengenai literasi menurut
KBBI V adalah penggunaan huruf untuk merepresentasikan bunyi atau kata.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Well, bila kita menggabungkan kedua pengertian itu menjadi
satu, rasanya masih masuk akal. Bahwa literasi adalah kemampuan seseorang
menggunakan huruf untuk membuat kata. Jadi kalau masih suka typo, bisa jadi
kemampuan literasi kita kurang sih, eh. Gue sering soalnya, padahal mata juga
sering kelilipan kalau liat orang lain typo apalagi salah menggunakan kaidah
bahasa. Ini kok jadi curhat. Nah, kemampuan literasi ini gak sebatas kita bisa mengeja
kata dengan benar, tapi bagaimana kita menggunakan kata-kata yang tepat untuk
membuat sebuah kalimat. Kalimat yang tentu saja mudah dipahami oleh orang lain.
Berlaku pula sebaliknya bahwa literasi adalah kemampuan kita memahami teks
orang lain secara tepat. Bahkan kemampuan literasi tidak sekedar sampai di titik memahami. Di tingkat
literasi informasi, pemahaman teks tersebut dicapai dengan kaidah-kaidah ilmiah
dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka klaim kemampuan literasi menuntut pengklaimnya lebih
dari sekedar mampu membaca aksara. Tetapi juga menuntut penggunaan kaidah
ilmiah dalam proses memutuskan sesuatu. Adakah keputusan tersebut telah diambil
berdasarkan data-data valid? Atau yang sedang ngehits; adakah komentar-komentar
kita sudah sesuai konteks dan data yang digunakan sebagai pijakan telah
dipastikan valid?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beranjak dari pengertian bahwa kemampuan literasi adalah
kemampuan memahami informasi,maka kemampuan literasi akan membuat kita mampu
untuk ‘membaca’ sabda lingkungan. Informasi-informasi
di lingkungan baik alami ataupun buatan bertebaran dimana-mana. Ada mendung
yang berarti sebentar lagi hujan, ada sore berarti sebentar lagi malam, ada
tingkah anomali binatang gunung yang tiba-tiba turun gunung serentak tanda akan
ada erupsi, dan lain sebagainya. Ada senyum lebar tanda bahagia, ada senyum
simpul tanda malu-malu. Ada juga alat petunjuk isyarat lalu lintas warna merah
yang artinya berhenti, ada rambu-rambu huruf P dicoret yang berarti dilarang parkir.
Kalau lampu APILL berwarna hijau menyala dan anda diam saja, kemudian kendaraan
belakang membunyikan klakson berkali-kali, nyaman gak? Pantaskah jika anda
mengomel karena beranggapan bahwa kendaraan belakang tidak sabar?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya sungguh tertawa ketika sebuah institusi menolak
kriminalisasi perilaku tertentu, lantas ada yang dengan begitu menggebu-gebu
menyimpulkan bahwa institusi tersebut melegalkan perilaku tersebut. Kriminalisasi
adalah proses yang memperlihatkan perilaku manusia yang semula tidak dianggap
sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana
oleh masyarakat (KBBI V). Pidana itu sendiri bermakna kejahatan (tentang
pembunuhan, perampokan, korupsi dan sebagainya). Kalau melegalkan ya membuat
jadi legal, gak usah pake KBBI juga orang paham. Sedang legal berarti sesuai
dengan peraturan perundang-undangan atau hukum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Apakah melegalkan sama dengan mengijinkan apalagi
mewajibkan? Pernikahan adalah hal yang legal di negara kita menurut
perundang-undangan yang berlaku. Apakah itu berarti semua orang wajib menikah
dan yang tidak menikah berarti melakukan tindakan kriminal? Seriously, kita
punya masalah dalam memahami sesuatu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kita mendadak setiap akhir tahun kesulitan membedakan antara
mengucapkan dengan menjadi sesuatu. Beberapa orang ketakutan setengah mati,
merasa bahwa mengucapkan selamat berarti serta merta menjadi bagian dari
kelompok tertentu yang diberi ucapan selamat. Apakah orang-orang yang mengucapkan
selamat atas kemerdekaan Indonesia dulu serta merta menjadi warga negara
Indonesia? Apakah ketika saya sebagai fans Juve mengucapkan selamat atas
kemenangan Inter atas Juve sekian tahun yang lalu, berarti otomatis saya mengkhianati
kecintaan saya pada Juve? Apakah itu berarti saya menganggap Inter Milan adalah
klub yang lebih baik dari Juve sehingga lebih layak didukung? Apakah dengan
memberi ucapan selamat, itu berarti saya telah berhenti menjadi fans Juve dan
beralih ke Inter Milan?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bahkan ketika mengucapkan selamat atas pernikahan seorang
teman, apakah kita juga otomatis serta sekaligus menyepakati sejarah
kelahirannya, siapa orang tuanya, bagaimana ia dibesarkan dan sebagainya?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya tidak sedang memaksa anda untuk sepakat dengan pemikiran
dan sudut pandang saya. Tapi saya benar-benar menyarankan agar kita semua
memahami baik-baik makna dari setiap teks dan konteks yang kita baca. Jangan
biarkan ketakutan-ketakutan tak beralasan membuat anda gegabah mengambil
kesimpulan bahkan menghukumi sesuatu, apalagi mengeluarkan fatwa. Pun jika anda
masih ragu-ragu, anda berhak berhati-hati. Tapi jangan ikut menyebarkan hal-hal
yang tidak anda pahami dengan baik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Tabik,<o:p></o:p></div>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-23204780120521128062017-12-26T07:38:00.000-08:002017-12-26T07:38:42.507-08:00Salah Kaprah Toleransi<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tulisan ini terinspirasi dari status FB Cania tentang
toleransi di FBnya, sekaligus bentuk keprihatinan saya atas pergeseran makna
toleransi. Sebagai mantan mahasiswa linguistik saya akan membuka wacana ini
dengan pengertian toleransi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Toleransi
menurut KBBI V adalah 1. Sifat atau sikap toleran; 2. Batas ukur untuk
penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan; 3. Penyimpangan yang
masih dapat diterima dalam pengukuran kerja. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam status FB yang kemudian viral tersebut, Cania
menambahkan penjelasan bahwa toleransi itu ketika in default –pada kondisi
normal—sesuatu bukan merupakan hak anda, tetapi pada saat tertentu publik
mengijinkan anda untuk melakukannya. Dari konteks ini, siapa yang bertoleransi?
Pihak yang membiarkan anda mendapat penambahan hak, atau pihak yang haknya
dikurangi untuk kepentingan pihak lain. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cania mencontohkan penggunaan jalan raya di depan pagar
rumahnya untuk pesta kawin tetangganya. Cania sedang bertoleransi saat Ia dan
keluarganya memutuskan membiarkan tetangga tersebut melangsungkan hajatnya di
ruang publik yang notabene milik bersama. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kita bisa dengan mudah sepakat soal toleransi saat batas-batas wilayah terlihat jelas. Hak kepemilikan properti anda jelas seiring batas pagar antara tanah anda dengan jalan, atau tanah anda dengan tanah tetangga.<br />
<br />
Bagaimana dengan hal yang tak memiliki batasan jelas seperti langit?</div>
<div class="MsoNormal">
Hal yang sama dengan langit. Langit adalah ruang publik yang
perlu dijaga bersama. Di ketinggian tertentu bahkan diatur dalam regulasi
tertentu agar tidak mengganggu. Misalnya tentang aturan drone yang tidak boleh
terbang di area-area tertentu. Bahkan untuk hal-hal yang tak kasat mata.
Misalnya frekuensi gelombang radio. Memang tidak terlihat oleh mata telanjang.
Tapi mohon pahami serta ikuti aturan yang ada bahwa ada frekuensi-frekuensi
tertentu yang dikhususkan untuk kepentingan tertentu. Bahkan ada yang membayar
sejumlah harga tertentu untuk penggunaan saluran, misalnya radio komersial. Kan
gak lucu di tengah cuap-cuap penyiar kesayangan kita, tiba-tiba diinterupsi
orang iseng yang menerobos saluran? Memang agak jarang ya ilustrasi ini
terjadi, sebab masuk ke gelombang FM memang tidak mudah. Tapi bagi Anda yang
suka main Radio Amatir tentu paham sekali betapa pentingnya jalur yang bersih.
Hanya karena anda punya HT, bukan berarti Anda bebas nge-jam ke sembarang
saluran. Nah, di beberapa kejadian misalnya di kondisi darurat, beberapa
komunitas memberikan akses frekuensi untuk digunakan oleh relawan-relawan berkomunikasi.
Ini namanya toleransi. Anda membiarkan orang lain menggunakan apa yang menjadi
hak milik anda untuk kepentingan mereka – setidaknya kepentingan bersama. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lalu bagaimana dengan ceramah agama yang diperbesar
volumenya secara drastis hingga terdengar jauh dari rumah ibadah?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Anda tentu memiliki hak kepemilikan mutlak atas properti
yang anda miliki. Baik tanah maupun bangunan. Silahkan melakukan apapun di
properti milik anda sendiri asal tidak bertentangan dengan ideologi negara. Jangankan kajian agama, mau bikin
ajep-ajep pun, silahkan saja. Anda mau jungkir balik, asalkan tidak mengganggu
tetangga,termasuk soal suara, silahkan saja. <o:p></o:p>Kalau anda membuat pertemuan untuk mengkudeta Indonesia dan terbukti ya siap-siap saja berhadapan dengan negara.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya mendengar langsung keluhan seorang kawan hindu bahwa Ia
cukup terganggu dengan ceramah agama dari sebuah pengeras suara suatu rumah
ibadah yang kadang kala melabeli sesat agama yang lain. Padahal jarak tempat
tinggalnya dengan rumah ibadah tersebut cukup jauh, sekitar 300 meter. Dia sih
merasa tidak keberatan untuk azan, itung-itung alarm alami, begitu katanya.
Tapi jika hinaan-hinaan serta ucapan menyakitkan dikumandangkan di langit, di
mana teman saya ini juga berhak atas langit yang bersih dari ucapan-ucapan
menyakitkan, tentu saja mengganggu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Harap diingat bahwa hak kepemilikan atas properti yang
dimiliki antara teman saya ini dengan hak kepemilikan atas properti pemilik
rumah ibadah adalah sama. Berhak berkegiatan sesuai dengan keinginannya di
properti masing-masing. Tapi apabila di antara aktifitas masing-masing ada yang
terganggu karena aktifitas yang lain, Ia berhak merasa keberatan. Bila selama
ini ia diam, itu karena Ia memilih menjadi toleran. Tapi itu tidak membenarkan
tindakan rumah ibadah tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya teringat pengalaman saya di pelosok Maluku dulu, di
mana saya menjadi minoritas. Di situ saya menemukan toleransi yang begitu
hangat. Sebuah rapat pleno dipending selama kurang lebih 15 menit untuk saya
berbuka puasa. Bukan hanya diberi waktu, tapi mereka juga menyiapkan makanan
kecil untuk saya berbuka. Padahal saya satu-satunya peserta rapat yang
berpuasa. Rapat tersebut dihadiri sekitar 40 orang dengan berbagai usia dan
jabatan. Saya termasuk junior. Dengan agenda rapat yang jelas, tentu saja rapat
tidak perlu dipending. Menyilahkan saya untuk keluar dari pertemuan sebentar
sebenarnya cukup untuk memastikan hak beragama saya tidak tercederai. Tapi
mereka memilih untuk menghentikan sementara rapat untuk menghormati kehadiran
saya di pertemuan tersebut serta agar saya bisa menjalankan ibadah. Satu hal
yang mengharukan adalah pesan dari pimpinan rapat sebelum rapat benar-benar
dipending sebab saya sempat menolak tawaran pending rapat. Beliau berkata: “Kita
membuka dan menutup pertemuan dengan mengucap doa pada Tuhan. Jika kamu tidak
bisa berjumpa dengan Tuhanmu di dalam pertemuan ini, berarti kita semua di sini
tidak sungguh-sungguh menghadirkan Tuhan di dalam pertemuan ini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya juga berkali-kali dibuat haru oleh para rekan di sana
yang begitu bersemangat mengundang buka puasa bersama. Mereka tidak berpuasa,
tapi justru mengeluarkan sejumlah uang dan menyisihkan waktu untuk menikmati
kebersamaan. Bersama-sama memaknai puasa yang saya jalani sebagai kesempatan
untuk bersyukur atas segala nikmat sehingga petang itu masih bisa menikmati
makanan yang layak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Masih tentang langit, di sana tidak ada Gereja yang
memperdengarkan suara aktifitas ibadahnya hingga terdengar jauh dari luar rumah
ibadah. Padahal sebagai kalangan mayoritas, ‘rasanya’sah-sah saja, apalagi bila
melihat di jawa, banyak masjid yang merasa ‘sah-sah saja’ menggaungkan ceramah
keagamaan hingga terdengar jauh dari masjid. Pernah sekali saya berkelakar
dengan kawan di sana, kenapa tidak pasang TOA supaya umat yang jauh bisa dengar
dari rumah. Toh saya yang minoritas ya mau gak mau pasti legowo. Dia hanya
tertawa dan berkata; “Kalau mau ibadah ya datang ke rumah ibadah. Jangan malas
apalagi manja. Ngakunya beriman tapi kok maunya Tuhan yang datang bawa firman”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Apakah isu toleransi ini hanya dalam perkara agama? Tidak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Bos yang memberi ijin tidak masuk kerja karena anak Anda
sakit adalah bentuk toleransi. Dosen yang membiarkan anda tetap ikut ujian
meskipun jumlah kehadiran anda kurang juga bentuk toleransi. Musyawarah? Itu
bagian dari toleransi. Sebab setiap orang memiliki hak berpendapat yang
sama.Tapi bukan berarti pendapat itu otomatis jadi kesepakatan. Proses
penyesuaian dan pencarian jalan tengah merupakan sikap toleransi itu sendiri
sehingga pada akhirnya bisa ada kesepakatan bersama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ingatlah bahwa jauh sebelum perdebatan tentang toleransi
terjadi, kearifan lokal telah menjadi contoh nyata toleransi. Misalnya apa?
Budaya ngenyang alias tawar menawar terutama di pasar tradisional. Sebagai
penjual yang memiliki hak penuh atas kepemilikan barang dagangannya, tentu
penjual berhak menetapkan harga jual. Harga jual tersebut secara sederhana
meliputi harga produksi, biaya operasional dan laba yang diinginkan oleh
penjual. Lalu datanglah calon pembeli. Ingat ya, calon, sebab belum tentu
proses tawar-menawar berujung pada transaksi. Pembeli dengan kemampuan ekonomi
masing-masing datang dengan kepentingan memiliki barang yang ia inginkan.
Jikalau penjual menetapkan harga mati sebagaimana toko modern, sebenarnya itu
hak penjual. Tapi toh demi kebutuhan bersama, akhirnya penjual mau menurunkan
hak atas laba yang ia peroleh hingga ke titik tertentu sehingga pembeli bisa
mendapatkan barang dengan harga lebih murah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebagai calon pembeli, apakah anda berhak marah-marah kalau penjual kekeuh menolak
menurunkan harga? Tidak, sebab itu barang miliknya. Silahkan saja anda cari
penjual lain yang mau menurunkan harga untuk anda. Sebagai penjual, apakah anda
berhak marah bila ada calon pembeli menawar dengan harga terlampaui rendah?
Saya kira kurang bijak. Cukup jelaskan titik tengah yang masih bisa anda
tolerir. Bila Ia masih kekeuh meminta harga yang anda tetapkan, lebih baik anda
menunggu pembeli lain. Barangkali ada yang mau membeli dengan harga yang anda
tawarkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Termasuk di isu terbaru penanganan Tanah Abang. Sebagai
warga negara yang ikut memiliki fasilitas publik (tentu saja karena saya ikut
membayar pajak yang merupakan sumber pendapatan negara. Pendapatan tersebut
lantas didistribusikan ke daerah termasuk APBD DKI Jakarta), sebenarnya saya
bertanya-tanya kenapa fungsi jalan dialihkan menjadi tempat berjualan PKL. Tapi
saat ini saya memilih bertoleransi untuk melihat bagaimana kebijakan tersebut
berjalan beserta dampak kebijakan tersebut. Barangkali memang ada dampak tak
terduga yang bisa dijadikan contoh untuk daerah lain. Tetapi ingat, saya tidak
bisa memaksa orang lain ikut bertoleransi juga. Sebab setiap orang punya hak
yang sama dengan saya atas fasilitas publik tersebut. Jika mereka memilih
bersuara atas agresi ruang tersebut, itu hak mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Yang perlu diingat adalah, toleransi berkaitan dengan hak.
Anda tidak dikatakan bertoleransi saat anda memberikan THR bagi pekerja anda
yang berbeda agama. Anda hanya sekedar melaksanakan kewajiban anda sebagai
penyelenggara kerja menurut UU Ketenagakerjaan. Anda juga tidak dikatakan
toleran hanya karena membiarkan pekerja anda beribadah di waktu istirahat
mereka. Para pekerja bebas menggunakan waktu istirahat mereka sesuai keinginan
mereka. Lain halnya jika anda memberikan waktu tambahan untuk beribadah di luar
waktu istirahat normal kepada pekerja. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lalu, apakah tidak toleran sama dengan intoleran? Menurut
saya tidak selalu. Dalam kasus hajatan kawinan di ruang publik yang diajukan
Cania, Cania bisa saja merasa keberatan jalan depan rumahnya digunakan untuk
hajatan. Dia punya hak atas jalan raya di depan rumahnya itu. Tidak berarti
Cania intoleran. Demikian pula di kasus ruang langit yang ‘tercemar ucapan
menyakitkan’. Bila si kawan ini merasa keberatan, bukan berarti dia intoleran.
Dia berhak menikmati langit yang damai. Kalau si kawan ini menyampaikan
keberatannya, maka rumah ibadah tersebut sudah seharusnya menyesuaikan volume
suara yang sesuai dengan bangunan mereka agar tidak sampai menggangu
orang-orang di luar bangunan. Apalagi soal frekuensi radio. Apakah menolak
frekuensi milik anda digunakan orang lain merupakan tindakan intoleran? Tidak,
sebab itu hak milik anda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lain halnya jika anda memaksa sebuah toko makanan yang
menolak membuat ucapan selamat natal untuk membuat ucapan natal di kue dagangan
mereka. Ini intoleransi. Pemilik toko memiliki hak prerogatif atas produk yang
ia jual. Kalau anda ingin ucapan natal, cari toko lain yang mau. Sama halnya
dengan merazia warung makan yang buka saat puasa. Lah mereka yang punya kok,
anda siapa melarang orang berdagang di properti mereka sendiri? Apalagi melarang
orang lain memercayai apa yang mereka percaya bahkan mencegah orang lain beribadah
di rumah ibadah mereka sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Yang paling penting, mari konsisten. Jangan anda marah-marah
karena cabang pohon mangga tetangga menjulur ke tanah anda, tapi diam-diam anda
memetik dan menikmati manisnya daging buah tersebut. Atau anda yang protes bila
fasilitas publik dihias dengan dekorasi natal tapi sangat menikmati diskon
besar-besaran yang diselenggarakan toko dalam rangka natal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Tabik<o:p></o:p></div>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-44150225919784895132017-08-06T03:49:00.000-07:002017-08-06T03:49:30.467-07:00Pulang<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“… Kabupaten Lebak, Banten!”</div>
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Begitu bunyi sumber suara saat pengumuman tempat penugasan.
Entah kenapa ada rasa hangat yang muncul di dada. Meski kurasakan pandangan
mata tajam dari sekeliling. Entah apa yang tak pada tempatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Rasanya ingin memejam, tatapan-tapan itu terasa mengiris.
Ada apa?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Akhir pekan selanjutnya, kugulir kontak di telepon genggam,
kupijit nomor itu: Ibu<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Mong, aku dapet di Lebak,hhehe”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Baguslah, Ibu udah sholat hajat biar kamu ditempatin di
Jawa aja. Udah cukup jalan-jalannya. Sekarang waktunya nerusin perjuangan Bani
Mangkoedilaga di Rangkas”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Ya kalik kerjaan aku di Rangkas doang, di desa Mong….”
Kataku sambil tertawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ya, Kakek buyutku adalah seorang Mangkoedilaga.Beliau
berugas sebagai Hakim di Rangkas untuk kurun waktu yang cukup lama. Malam itu aku
mendapatbanyakhal tentang kampung halaman yang tak pernah kutahu sebelumnya.
Tanah dimana leluhurku memperjuangkan keadilan. Rasanya aku paham, kenapa aku
selalu terusik dengan kata kebenaran, eadilan dan segala sesuatu yang rasanya
tak sesuai dengan ‘yang seharusnya’. Bahkan, salah seorang Kakek
Mangkoedilaga-ku sempat menjad hakim agung di negeri tercinta. Sedang adik
nomor 8-ku, Ia bercita-cita menjadi hakim juga. Tujuannya? Mengadilii para
pengemplang pajak :D.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku selalu terkenang sesi pembagian tempat tugas. Banyak
nano-nano yang tak mungkin terlupa. Bukan kenapa-kenapa, saat nama daerah lain
seperti Kapuas Hulu, Fak-fak maupun Rote diteriakkan, taka da yang menarik.
Entah kenapa, Lebak sepert menyimpan suatu misteri tersendiri untukku. Baru
setelah bertemu dengan Ibu di percakapan telepon, aku tahu bahwa Lebak lebih
dari sekedar tempat tugas. Lebak adalah tempat aku akan belajar darimana aku
berasal. Tempat aku mengenal asal-usul Kakek, Ibu dan tentu aku sendiri. Lebak
adalah tempat kembali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Ingatanku kembali ke pertengahan tahun 2013, selepas sidang
Skripsi yang akhirnya terselenggara jua. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ah,aku tak malu mengakui bahwa di kala
itu, aku adalah mahasiswa tua, tenggelam dalam kegiatan kemahasiswaan dan
beragam jenis aktivitas yang juga menghasilkan rupiah; membuatku sejenak lupa
tujuan utama memutuskan jadi mahasiswa: lulus. Hingga kini aku pun tak pernah
menyesal. Di kemudian hari, tepatnya di tanah Lebak, aku amat bersyukur pernah
memiliki berbagai pengalaman. Seolah seluruh pengalamanku adalah perjalanan
menemukan jati diri, bekal untukku survive di masa pengabdian.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Malam itu, baru saja aku tiba di rumah, masih dengan pakaian
formal hitam-putih berblazer, Ibuku berdiri di ambang pintu:<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Sana daftar IM, katanya mau ngajar. Cukup sudah main-main
dan jalan-jalan ke mana-mana. Balas budi kamu,… ”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tertawa,<br />
menertawakan diriku sendiri yang nyaris melupakan mimpi itu. Di semester kelima
aku kuliah, saat pertama kalinya program mengajar tersebut diluncurkan, dengan
amat gagah berani aku mendaftar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
“Lulus aja belom,mau ngajar…” begitu kata Ibuku sambil lalu saat aku bercerita betapa hebohnya aku
mendaftar program IM untuk pertama kalinya. Hasilnya? Tentu saja tidak lulus.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Maka mendaftarlah aku dengan sepenuh hati dan semangat yang
menggelegak. Masih kuingat betul bahwa saat itu,aku berhasil mendapat nomor
registrasi 00007 alias aku orang ketujuh yang melengkapi berkas pendaftaran. Mengingat
berkas pendaftaran program tersebut sangat panjang dan kompleks. Banyak
pertanyaan esai yang menguras pikiran dan ingatan, itu luar biasa.<o:p></o:p></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Seperti sudah diduga, (serius, aku sangat yakin akan lolos)
aku pun lolos seleksi dan voila, selamat Datang Lebak, Selamat Datang di Kampung
Halaman (yang terlupakan).<o:p></o:p></div>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-37339485934184048992016-09-10T04:14:00.001-07:002016-09-10T04:14:55.312-07:00Pengorbanan, memaknai Idul Adha di Tepian Negeri yang Terlupakan<p dir="ltr"><br>
Tersebutlah kisah Nabi Ibrahim AS yang mendapat perintah dari Tuhan YME untuk menyembelih putra kesayangannya: Ismail. Anak yang telah ditunggu-tunggu kehadirannya dalam waktu yang tak sedikit, bahkan harus langsung ditinggal berdakwah hanya dengan bekal sekantung air. Yang lebih mengejutkan, detik-detik ketika Ibrahim mulai merasa ragu untuk mengerjakan firrman Tuhan, Ismail sang putra tercinta justru menguatkan Ayahandanya:<br>
	<br>
"Bapa, jika (telah) diperintahkan padamu untuk mempersembahkan diriku kepada Tuhan, niscaya aku rela. Tutuplah matamu,dan akan kututup mataku, agar kautak merasa sedih"</p>
<p dir="ltr">Ribuan tahun kemudian, tersebutlah sekumpulan anak muda masa kini. Cerdas, Tangkas, dan sarat akan gaya kekinian. Tapi semua itu tak menyurutkan cita mereka untuk terbang melintasi nusantara, mengabdi di Bumi Duan Lolat, merajut perubahan dari tepian negeri.</p>
<p dir="ltr">Aku menyebut mereka Pejuang Perubahan. Mereka hadir bukan untuk menjadi matahari kedua, ketiga, keempat. Mereka tidak datang dengan kilauan cahaya. Mereka hadir dari tekad sederhana berbagi harapan. Bersama-sama belajar memanusiakan manusia lewat pendidikan. Bersama-sama menenun bhineka dalam pelukan pertiwi yang terlupakan.</p>
<p dir="ltr">Sebagian dari mereka terbang melintasi nyaris sepanjang negeri, dari pulau Sumatera ke Kepulauan Tanimbar. Sebagian yang lain melepaskan hiruk pikuk Ibukota negara, menuju kesunyian Maluku Tenggara Barat. Sebagian lain bergeming dari kesempatan karir cemerlang berlimpah materi demi ikut membayar janji bangsa: Ikut mencerdaskan anak bangsa.</p>
<p dir="ltr">Sebagian itu, mereka akan segera berjumpa hari raya Idul Adha. Hari dimana biasanya mereka berkumpul dengan keluarga, bercanda ria dengan sanak famili, bersenda gurau dengan yang terkasih. Tapi di hari itu, beberapa hari dari penugasan mereka ke daerah tugas masing-masing, sebagian Pejuang Perubahan ini merelakan hingar-bingar perayaan untuk berada bersama keluarga barudi desa masing-masing. Melepaskan hak merayakan hari besar agama untuk tugas kerelawanan bertajuk Pejuang Perubahan.</p>
<p dir="ltr">Di antara haru yang menyeruak,sungguh hanya doa yang bisa kupanjatkan; "Tuhan, mereka mungkin tak mempersembahkan Kambing,Domba, Sapi, Kerbau terbaik yang bisa disembelih. Tapi lihatlah upadaya mereka, Tuhan. Telah mereka persembahkan waktu sakral ini untuk Bangsa, dari tepian negeri yang terlupakan.Tuhan, pada tangan mereka nasib bangsa kami titipkan, pada peluh mereka harapan kami hidupkan. Terimalah pengorbanan ini, amin"</p>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-25991611581162850382016-06-30T21:22:00.001-07:002016-06-30T21:22:37.546-07:00Adil (?)<p dir="ltr">Adil, sebuah kata yang meski telah jelas dan gamblang definisinya di Kamus Besar Bahasa Indonesia, namun tetap saja meninggalkan jejak ragu. Realita selalu tak segampang teori. Tindakan tak sesederhana cita. Dibalik sebuah laku, kadang ada embel-embel yang mengikuti. Apakah Adil itu? Sudahkah kita bersikap adil?</p>
<p dir="ltr">Beberapa hari ini saya banyak merenungi interaksi dengan kawan-kawan di social media. Hiruk pikuknya tiba-tiba terasa berbeda. Ada nuansa yang semakin nampak. Hampir di setiap komunitas, kita mengenal tipe sanguin, mereka yang sangat menyenangkan dan menarik. Di sosial media tak jauh berbeda. Apapun yang mereka lontarkan selalu menarik untuk dibahas, dikomentari. Ada pula tipe Koleris, kata-katanya, bahkan meski berniat membanyol, tetap terasa agak gimana gitu. Rasanya sulit berinteraksi dengan situasi santai dengan tipe ini. Belum lagi si melankolis yang mendayu-dayu ini. Kalau bahasan merembet ke feeling, merekalah yang paling baper. Yang paling tenang adalah si plegmatis. Mereka lebih banyak menjadi silent reader, hanya muncul sesekali.</p>
<p dir="ltr">Eh, tapi apa hubungannya dengan Adil?</p>
<p dir="ltr">Seorang teman melankolis suatu saat curhat dengan saya, betapa dia merasa terasing dari komunitas kami. Saat golongan tertentu bicara, meski hal yang remeh, tanggapan bersahutan. Giliran dia bertanya sesuatu.... no answer. Tak seorang pun menjawabnya. Dicurhati begitu, saya sedikit merasa tersindir juga. Bagaimanapun, kami ada di beberapa komunitas yang sama. Sambil meminta maaf karena tak sempat menanggapi di grup, saya mencoba menenangkan dia dengan beberapa presume, barangkali teman-teman sedang sibuk.</p>
<p dir="ltr">Bukan sekali-dua kali kejadian ini terjadi, melainkan beberapa kali oleh orang yang berbeda-beda. Kadang dengan derai air mata (serius, ini biasanya terjadi pada tipe melankolis yang merasa diabaikan), atau dengan canda sarkastik khas koleris. Saya sendiri tak hanya kadang, bahkan sering merasa begitu. Tapi yasudahlah... buat apa diratapi :’)</p>
<p dir="ltr">Kembali tentang ‘adil’. Bila meninjau definisi ‘adil’ menurut KBBI, bahwa adil adalah sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak, maka bila diimplementasikan dalam sebuah interaksi, adil bisa dipahami sebagai hubungan dua arah. Kedua pihak secara resiprok mengusahakan interaksi yang seimbang. Interaksi yang adil adalah interaksi yang saling memberi dan menerima, saling memberikan respon. </p>
<p dir="ltr">Di era serba digital, dimana komunikasi telah menjadi sesuatu yang murah, ternyata harga respon semakin mahal. Berapa dari sekian banyak anggota komunitas yang secara aktifmengucapkan terima kasih pada rekan yang telah berbagi? Berapa dari sekian banyak anggota yang menanggapi pertanyaan teman meski sekedar ‘maaf,saya tidak tahu’? Berapa dari sekian banyak anggota yang bertegur sapa secara aktif. Bukankah dulu saat di sekolah, Guru membiasakan kita, seluruh siswa, tanpa bertanya mana yang sanguinis, mana yang koleris melankolis plegmatis, untuk mengucapkan salam?</p>
<p dir="ltr">Saya sendiri masih harus (banyak) mengevaluasi diri. Jika ingin dihargai, mari menghargai yang lain. Adil sejak dari pikiran.</p>
<p dir="ltr">Ditulis dengan kegelisahan,<br>
Saumlaki, 1 Juli 2016.<br>
Atina Handayani</p>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-37161430662010753812016-05-21T22:20:00.001-07:002016-05-21T22:22:07.482-07:00Tentang VanVin alias Chappy<p dir="ltr">Halo Kakak-kakak #SahabatMpus semua,dimana pun kakak berada,kapan pun dan bagaimana pun keadaannya, semoga selalu dalam berkah.<br>
Perkenalkan,namaku Vanvin, aliasChappy. Umurkusekitar 4 bulan, Aku ditemukan oleh Kakak HunZ di sebuah toko ritel di dekat tempat wisata air di bilangan maguwoharjo. Kakak HunZ menemukanku berada di dalam selokan, dengan kondisi tubuh bagian pinggang ke bawah tak bisa kugerakkan. Karena Kakak HunZ harus bekerja,dibawalah aku ke tempat kakak HunZ bekerja sambil memanggil dokter hewan on call. Sayangnya tidak ada respon. <br>
Kemudian,kebetulan Kakak HunZ sedang memantau media sosialnya, Kakak HunZ melihat informasi bahwa Kakak Atina baru saja berduka atas kepergian Adik Mpus. Lantas Kakak HunZ segera menghubungi Kakak Atina. Kakak Atina pun datang menemui Vanvin. Kakak Atina, Kakak Enad dan Vanvin pun segera meluncur ke RSH FKH UGM. Di sana Vanvin langsung mendapat pertolongan dari Drh. Dwi Cahya. Karena Vanvin mengalami dehidrasi berat, maka Vanvin langsung diinfus. Kakak Atina bercerita kepada drh. Dwi Cahya tentang kronologis penemuan Vanvin, serta kondisi Vanvin yang tidak makan-minum apapun sejak ditemukan meski telah disediakan oleh Kakak HunZ. Kakak HunZ sempat memaksakan vitamin tetes untuk Vanvin alias Chappy. Vanvin juga tidak buang air besar / kecil sejak ditemukan oleh Kakak HunZ.<br>
Berdasarkan diagnosis awal drh. Dwi Cahya, dilihat dari memar besar di perut bagian dalam Vanvin serta dislokasi di lutut kiri Vanvin, kemungkinan Vanvin ditabrak kendaraan bermotor. Drh menyarankan Vanvin untuk distabilkan dulu kondisinya selama +- 4 hari,baru dironsen, lalu diikuti tindakan lain.<br>
Maka mulai Rabu sore itu, 18 Mei 2016, Vanvin resmi dirawat inap di RSH FKH UGM. Esok siangnya, Kamis 19 Mei 2016, Kakak Atina menjenguk vanvin, Vanvin senang sekali,... Vanvin sudah sangat ingin berjalan-jalan kembali. Meski menurut perawat Vanvin belum mau makan, tapi setidaknya kondisi vanvin tidak memburuk.<br>
Sore harinya, Kakak Firdha menjenguk Vanvin, tapi Vanvin tidak bergerak! Kakak Virdha memanggil dokter dan langsung menindak Vanvin dengan pacu jantung. Sayang sekali,Vanvin akhirnya menyusul Mpus.<br>
Terima kasih banyak atas bantuan doa,dukungan, semangat dan kiriman energi untuk Vanvin dari kakak-kakak semua. Semoga diganti dengan yang jauh lebih baik.<br>
Adapun total biaya perawatan Vanvin adalah Rp. 240.100 -,<br>
Sedangkan saldo donasi #SahabatMpus adalah Rp. 6.246.201 -, sehingga saldo Donasi #SahabatMpus adalah Rp. 6.006.101 -,</p>
<p dir="ltr">Terima Kasih Banyak Kakak-kakak, mari selamatkan kawan-kawan mpus yang lain </p>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNRmRJfuVNuvrwbp-DcoVLHfFY9jSIG05b2bhgRdGoOnrKONyHvkeNkPOewXVWV_5ZXFjmcFetuBkLhdHuOkLKmmeRr9gb9ljbRD0z1yLh0zR2sY7IB_8qHR9II8lHDczyPIKo23wNdGI/s1600/PhotoGrid_1463894367159.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNRmRJfuVNuvrwbp-DcoVLHfFY9jSIG05b2bhgRdGoOnrKONyHvkeNkPOewXVWV_5ZXFjmcFetuBkLhdHuOkLKmmeRr9gb9ljbRD0z1yLh0zR2sY7IB_8qHR9II8lHDczyPIKo23wNdGI/s640/PhotoGrid_1463894367159.jpg"> </a> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbtScmnJyczB-wlfU11cPo7soBorRdeTuRsZ_C2wwBMr5mdYOA8q5hX8OAsOb0QBbePhcNye2l_FrGw5fJl_nfe64YCydVrADT2cqQVFvYaNBMShv_9EzkdhrgTK62BktQOBPkv3I8mhY/s1600/PhotoGrid_1463894306126.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbtScmnJyczB-wlfU11cPo7soBorRdeTuRsZ_C2wwBMr5mdYOA8q5hX8OAsOb0QBbePhcNye2l_FrGw5fJl_nfe64YCydVrADT2cqQVFvYaNBMShv_9EzkdhrgTK62BktQOBPkv3I8mhY/s640/PhotoGrid_1463894306126.jpg"> </a> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqA-3LijC1gHChj-QQUesM2AMHii479KBJmrdz0zoeTKrGtNZQar31do3TO-xOkq8vwhRUejnp19_aEzbtqmJdy9AICeZ4i07je1dW0kYs5Km6GqvdB2QzJqkR9CxZ8OlmaVqMicykjS0/s1600/IMG-20160522-WA0006.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqA-3LijC1gHChj-QQUesM2AMHii479KBJmrdz0zoeTKrGtNZQar31do3TO-xOkq8vwhRUejnp19_aEzbtqmJdy9AICeZ4i07je1dW0kYs5Km6GqvdB2QzJqkR9CxZ8OlmaVqMicykjS0/s640/IMG-20160522-WA0006.jpg"> </a> </div>Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-43733537096980696722016-05-17T23:56:00.003-07:002016-05-17T23:56:46.932-07:00Laporan Pertanggung Jawaban #SaveKucingMasjidPogung<div class="MsoNormal">
Selamat siang kakak-kakak semua,<br /><br />
Teriring terima kasih banyak atas segala dukungan untuk Mpus yang diduga
tertembak senapan Angin.<br /><br />
Setelah tiga hari yang penuh drama dan haru, yakni sejak senin pagi ditemukan
lemas oleh rekan-rekan masjid Pogung, lalu bertemu dengan saya, menuju Klinik
Kuningan yang ternyata tutup, hingga perjuangan di ruang intensif RSH FKH UGM;
akhirnya Mpus menghembuskan nafas terakhirnya pukul 21:10 WIB karena komplikasi
gangguan pernafasan akibat hernia diafragma dan lubang di abdomen yang
melubangi lambung (perferasi gastrium) sehingga menimbulkan akumulasi gas dan peritonitis
(terlampir surat keterangan kematian dari RSH FKH UGM)<br />
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--></div>
<div class="MsoNormal">
Terima
kasih atas segala doa,<br />
terima kasih atas segala kiriman energi reiki untuk mpus,<br />
Terima kasih untuk segala donasi untuk mpus dari: Kakak Ika M, Kakak
Dama, Kakak Anisa, Kakak Bea, Kakak Ryan, Kakak Aktari, Mrs. M, Kakak
Annirahmah, Kakak Ringgo Y, Kakak Hasan, Kakak Belinda, Kakak Sheila, serta
kakak-kakak lain yang tidak menyebutkan nama. Semoga diberi ganti yang jauh
lebih baik dan barokah dari Tuhan.<br />
<br />
Tak lupa Kakak Calon Dokter Hewan Dani dan rekan-rekan yang telah
menanganimpuss sepenuh hati di Klinik Kuningan, drh. Kurnia dan rekan-rekan di RSH
FKH UGM yang telah berjuang semaksimal mungkin, Kakak Tari yang telah
menyediakan diri untuk merawat mpuss bila selesai perawatan, serta Kakak Firdha
yang telah menemani Kakak Atina mengambil jenazah mpuss di RSH FKH UGM.</div>
<div class="MsoNormal">
Donasi yang terkumpul hingga Rabu, 18 Mei 2016 pukul 12:00WIB
berjumlah Rp. 5.920.001-,<br />
Adapun pengeluaran yang dilakukan adala:<br />
Biaya RSH FKH UGM sebesar Rp. 263.800 -,</div>
<div class="MsoNormal">
Serta aktivasi +biaya sms banking agar ada notifikasi di
nomor saya untuk setiap donasi dari kakak sekalian sejumlah Rp. 100.000.<br />
Sehingga total biaya yang dikeluarkan adalah Rp. 363.800.<br />
<br />
Kelebihan dana donasi adalah Rp. 5.920.001 – Rp. 363.800 = Rp. 5.556.201 -,<br />
<br />
Sungguh rangkaian partisipasi yang luar biasa dari kakak-kakak sekalian untuk
mpus.<br />
Bahkan tengah malam lalu saya telah menyampaikan kondisi terkini mpus, donasi
terus mengalir.<br />
<br />
Setelah menerima masukan dari berbagai pihak,<br />
dengan dukungan penuh seorang kawan yang merasa menjadi saksi mata kejadian,
insya Allah usaha #SaveKucingMasjidPogung tidak akan berhenti. Usaha medis
telah dilakukan, saat ini saya dan teman-teman sedang menyusun materi Kampanye
penggunaan Senapan Angin yang sesuai ketentuan.</div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Sebab menurut saksi mata, mpus terlihat segar terakhir saat
dibawa-bawa oleh dua anak kecil usia SD yang membawa-bawa senapan angin. Tak lama
kemudia, ada suara tembakan, dan mpus tidak terlihat. Mpus kembali muncul pada
senin pagi dengan kondisi lemas. Hal ini dikuatkan oleh bentuk luka bulat,
dalam, rapi seperti liang serta hasil ronsen yang membenarkan adanya peluru
karet di dalam badan.<br />
<br />
Teman lain juga menyampaikan bahwa di daerah itu ternyata sering terjadi kasus
penembakan kucing. Bahkan, adik saya yang sekarang kelas 2 SMP pernah ditembak
lehernya dengan senapan angin oleh temannya sendiri karena dianggap mainan dulu saat di kelas bawah Sekolah Dasar.<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya kira ini adalah sinyalemen penggunaan senapan angin yang benar-benar tidak
sesuai ketentuan. Sebab mendapatkan lisensi menembak harus memiliki KTP
terlebih dahulu, telah mengikuti klub menembak,dsb.<br />
<br />
Tentu saja tidak menutup kemungkinan donasi yang terkumpul disalurkan ke kucing
liar lain yang bernasib malang. Semoga menjadi berkah, amin.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHZXc9wAaZ0kddTSa00an2xqxvgxUelDUjHc0I0GgufK98n0J8xwld_a9c5KLaP1g3WY1q2qb46TMgXbXxgkCBt52PnBbI7fM-iJwvrHFwTMdxCM7dnB-nezx4h6PM1yBlkO9n2WOd3PM/s1600/WhatsApp-Image-20160518+%25281%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHZXc9wAaZ0kddTSa00an2xqxvgxUelDUjHc0I0GgufK98n0J8xwld_a9c5KLaP1g3WY1q2qb46TMgXbXxgkCBt52PnBbI7fM-iJwvrHFwTMdxCM7dnB-nezx4h6PM1yBlkO9n2WOd3PM/s320/WhatsApp-Image-20160518+%25281%2529.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1Xg-AE3xn-TjN9N27uFU67QrmJVYtabDvgAMZXIC7Jn1q6sXJG7vYf_kvoLh6ZwX2T18YCFtH-dozHWOH93AvrQx8r8sdj9CHn5c-HD6Pdq25KrIN5BqCfnuYv5IQDRQRZiu9JU_URFY/s1600/WhatsApp-Image-20160518+%25282%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1Xg-AE3xn-TjN9N27uFU67QrmJVYtabDvgAMZXIC7Jn1q6sXJG7vYf_kvoLh6ZwX2T18YCFtH-dozHWOH93AvrQx8r8sdj9CHn5c-HD6Pdq25KrIN5BqCfnuYv5IQDRQRZiu9JU_URFY/s320/WhatsApp-Image-20160518+%25282%2529.jpg" width="213" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-VsPFWhFqspOlCmR2loAgTJZe00j48RL4wNoQQ6u-FkjlHvbFkqQRCtqJ60a5hCq1G5-yW-uDFL7AalkYDst48PnfCI-w-s3XJq-u9SbkxfvYR1uAWX52b9YBy2vMbr937AOiY4HFe2o/s1600/WhatsApp-Image-20160518.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-VsPFWhFqspOlCmR2loAgTJZe00j48RL4wNoQQ6u-FkjlHvbFkqQRCtqJ60a5hCq1G5-yW-uDFL7AalkYDst48PnfCI-w-s3XJq-u9SbkxfvYR1uAWX52b9YBy2vMbr937AOiY4HFe2o/s320/WhatsApp-Image-20160518.jpg" width="320" /></a></div>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-82796708776194822012016-05-17T23:09:00.001-07:002016-05-17T23:10:29.325-07:00Selamat Tinggal Mpus..<p dir="ltr">Dear rekan-rekan seperjuangan #SaveKucingMasjidPogung,</p>
<p dir="ltr">Terima kasih banyak untuk dukungan untuk mpus, yang bahkan belum bernama.</p>
<p dir="ltr">Dengan dukungan rekan-rekan semua (Kata Bu Dokter, Mpus merasakan dukungan dari kakak untuknya sampai titik penghabisan) Mpus terus berjuang.</p>
<p dir="ltr">Setelah ditangani oleh kakak-kakak Dokter hewan di Klinik Hewan UGM di kuningan, ternyata lukanya lebih serius dari yang terlihat.<br>
Mpus dirujuk ke Rumah Sakit Hewan Dr Soeparwi, Fakultas Kedokteran Hewan UGM.</p>
<p dir="ltr">Di sana mpus dironsen, dan telah dijadwalkan akan operasi penjahitan dinding perut, lambung dan diafragma pada keesokan harinya, Rabu 18 Mei 2016 pukul 10.00 WIB.</p>
<p dir="ltr">Mpus cukup tenang pada sore hari sebelum ditinggal Kakak Atina.</p>
<p dir="ltr">Lalu malam ini, mpus berjuang sepenuh tenaga...</p>
<p dir="ltr">Pukul 20:39 WIB, pihak RSH menelepon Kakak Atina untuk menyampaikan bahwa Mpus sedang berjuang melewati masa Kritis, sekaligus mohon persetujuan tindakan pacu jantung dan bantuan oksigen.</p>
<p dir="ltr">Mpus dipacu jantung dan dibantu Oksigen, semua berkat dukungan kakak-kakak sekalian.</p>
<p dir="ltr">Stelah perjuangan yang luar biasa, dua puluh tiga menit yang lalu: pukul 22:22 WIB, Dokter kembali menelepon Kakak Atina, menyampaikan bahwa Mpus telah berjuang keras melewati masa kritis. Sekeras perjuangan dokter dan tim untuk memperjuangkan kehidupan bagi mpus.</p>
<p dir="ltr">Tapi ternyata Tuhan punya rencana yang lebih indah untuk Mpus,<br>
Ia jemput mpus di antara perjuangan kerasnya, di antara doa kuat yang mengalir dari Kakak-kakak,di antara peluh Tim Dokter...</p>
<p dir="ltr">Mpus insya Allah tenang disisiNya, kata Bu Dokter.</p>
<p dir="ltr">Kata seorang kawan Kakak Atina,<br>
Mpus telah membuktikan bahwa nyawa, sekecil apapun,layak diperjuangkan hingga titik darah penghabisan.</p>
<p dir="ltr">Terima kasih atas segala doa,<br>
terima kasih atas segala kiriman energi reiki untuk mpus,<br>
Terima kasih untuk segala donasi untuk mpus,<br>
Insya Allah Mpus sudah tersenyum di sana.<br><br></p>
<p dir="ltr">P.S: <br>
Kronologis perawatan Mpus akan diberikan Dokter esok saat RSH sudah buka, sekaligus menjemput jenazah Mpus.<br>
Donasi sampai <u>Selasa</u> malam terkumpul Rp. 4.770.001<br>
Insya Allah akan digunakan untuk melunasi biaya perawatan Mpus,<br>
Lebihnya (yang pasti akan sangat banyak) akan disumbangkan ke lembaga yang mendedikasikan diri ke perawatan kucing liar.<br>
adakah referensi?</p>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzPmVzfGiNiz4xcrkoiRx5J807zYNyzA3gwmakIduEUSHRwkP8cIh8MLKumHUjpI5DxyIRkdAc0GgpCheykIZSThyUhMg7WcTmdXEoGDlvSoGP0Iq_Lqoaaz6xQYiFLih9j1c3plifIcM/s1600/IMG_20160517_151240.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzPmVzfGiNiz4xcrkoiRx5J807zYNyzA3gwmakIduEUSHRwkP8cIh8MLKumHUjpI5DxyIRkdAc0GgpCheykIZSThyUhMg7WcTmdXEoGDlvSoGP0Iq_Lqoaaz6xQYiFLih9j1c3plifIcM/s640/IMG_20160517_151240.jpg"> </a> </div>Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6501909105656579613.post-47898756614153764542016-05-17T03:08:00.001-07:002016-05-17T23:08:30.930-07:00#SaveKucingMasjidPogung<div class="MsoNormal">
Dear Teman-teman,<br>Mohon bantuan untuk kucing malang ini serta bantuan untuk mengeshare agar jadi pelajaran bersama.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_vlnhKh6lLG61InT7W-zhVa5yEXxTzI1qXbBzgNmw7p4qZMbesD2KUGKSINhjG3wOFrAFu7bv4-VkDF7NxAafyS19a1C22q_wvqCwIC5kNLxYE7p4T0ghXkVAGh66hKIv8LUvbnvsI2w/s1600/save+kucing+BR.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_vlnhKh6lLG61InT7W-zhVa5yEXxTzI1qXbBzgNmw7p4qZMbesD2KUGKSINhjG3wOFrAFu7bv4-VkDF7NxAafyS19a1C22q_wvqCwIC5kNLxYE7p4T0ghXkVAGh66hKIv8LUvbnvsI2w/s320/save+kucing+BR.jpg" width="320"></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div><div class="MsoNormal">((Edit Rabu Pagi, 18 Mei 2016: semalam mpus tidak bertahan, kronologi Silahkan Cek update tulisan))</div><div class="MsoNormal"><br></div>
<div class="MsoNormal">
Kronologi:<br>
Senin sore ditemukan di pelataran masjid daerah Pogung Lor, kondisi berbaring lemas,
dikira kelaparan, ternyata ada luka semacam bisul bernanah di perut besar
sekali, tidak mau makan / minum.<br>
Mau dibawa ke klinik hewan kuningan, tapi sudah tutup.<br>
Penanganan awal: disuap susu dengan pipet, tidak mau.</div>
<div class="MsoNormal">
<br>
Selasa siang #Kucing Masjid Pogung dibawa ke klinik hewan kuningan, dikeluarkan
nanahnya, terbukalah lubang sebesar kelingking, mengeluarkan cairan lambung
beserta susu yang sejak malam disuap-paksakan. <br>
Klinik hewan kuningan tidak sanggup menangani. Dirujuk ke RSH FKH UGM karena di
sana bisa ronsen dan bisa operasi.<br>
<br>
Di RSH FKH UGM dironsen,<br>
hasil:<br>
positif ada peluru yang sudah berpindah ke kaki (tidak masalah sekarang, tidak
harus diambil)</div>
<div class="MsoNormal">
Luka tembak menyobek:</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->1.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Dinding perut (menyebabkan udara masuk ke rongga
perut)</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->2.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Diafragma <span style="font-family: Wingdings; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-hansi-theme-font: minor-latin; mso-symbol-font-family: Wingdings;">à</span>
nama kasus hernia diafragma (organ perut naik ke rongga dada, menghimpit rongga
dada, kucing kesulitan bernapas, merendam paru)</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->3.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;">
</span><!--[endif]-->Lambung (cairan lambung keluar ke rongga perut –
jika dibiarkan jadi infeksi perut. Di sisi lain, udara juga masuk ke dalam
lambung <span style="font-family: Wingdings; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-hansi-theme-font: minor-latin; mso-symbol-font-family: Wingdings;">à</span>
dilatasi lambung)<br>
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br>
<!--[endif]--></div>
<div class="MsoNormal">
Kondisi saat ini lemah, dehidrasi berat, tidak bisa lagsung
ditindak.<br>
penanganan sementara diinfus, diberi obat penguat otot paru agar kuat napas
melalui infus, baru bisa dioperasi besoknya (Rabu)<br>
<br>
Ada jadwal operasi besok Rabu 18 Mei 2016 pukul 10.00 WIB<br>
<b>bila setuju operasi</b>, maksimal jam 9
sudah kasih persetujuan operasi + bayar DP.<br>
Perkiraan biaya ke depan:<br>
Operasi +- Rp. 1.500.000</div>
<div class="MsoNormal">
Opname untuk pemulihan +- 1 minggu (Rp. 50.000/day) =
Rp.500.000</div>
<div class="MsoNormal">
Berarti kira-kira akan perlu 2 jutaan.<br>
Biaya yang sudah dikeluarkan: Ronsen, infus, periksa, DP rawat inap dsb
(Rp.300.000)<br>
<br>
menurut dokter,hari ini sampai besok adalah masa kritis #KucingBR, bisa saja
sebelum operasi sudah tidak terselamatkan.<br>
Bila operasi berhasil, harus pemulihan sampai bisa makan normal.<br>
<br>
Catatan penting:<br>
Total biaya besar gaess,<br>
tadi setelah dikeluarin nanahnya, dia agak legaan dikit, tapi secara medis
bukan jaminan dia akan survive, karena <b>menurut
dokter, ini kasus sangat berat dan kompleks</b>.<br>
Kondisi sekarang sama sekali tidak bisa makan-minum karena lambung bolong.<br>
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br>
<!--[endif]--></div>
<div class="MsoNormal">
<br></div>
<div class="MsoNormal">
Catatan maha penting:<br>
Tingkat keberhasilan operasi diafragma hanya +- 10% gaes...<br>
<br>
Jika dirasa berat,</div>
<div class="MsoNormal">
(chance kecil, biaya besar)<br>
maka alternatifnya adalah disuntik mati saja...<br>
<br>
Tapi kalau mau coba sak pol kemampuan, </div>
<br>
<div class="MsoNormal">
Setidaknya kita sudah mencoba melakukan yang terbaik yan
bisa kita lakukan...<br></div>
Atina Hhttp://www.blogger.com/profile/13656933452537343990noreply@blogger.com0