Jumat, 09 November 2018

Sikap Saya Terkait Berita Nalar UGM Pincang atas Kasus Perkosaan oleh Balairung Press.

"Menurut saya tulisan ini cukup lengkap—meski akan lebih baik lagi jika dilengkapi pernyataan dari HS, sang tertuduh."
~Evi Mariani, Remotivi

======
Akhirnya saya menemukan kritik yang cukup komprehensif atas berita tentang (dugaan) pemerkosaan yang dirilis oleh sebuah Balairung beberapa hari yang lalu.

Bahwa saya mendukung penegakan keadilan, iya betul. Keadilan bagi seluruh pihak.

Yang perlu ditekankan di sini adalah peran media yang terikat beberapa fungsi dan etika. Balairung memang 'hanya' pers mahasiswa, tapi justru, di titik inilah, idealisme lebih layak untuk dilatih dan diperjuangkan.

Maka jelas, bagi saya, lepas dari artikel di atas, ada 3 aspek terkait fungsi dan etika yang perlu diingat kembali:

1. Pers harus netral: cover both side. Sangat disayangkan, tulisan Balairung tidak menyertakan pernyataan dari tertuduh. Saya suka istilah tertuduh yang digunakan dalam tulisan Remotivi ini. Karena belum ada kekuatan hukum tetap terkait kasus ini. Maka jelas, atas nama netralitas, semua info yang disajikan masih bersifat dugaan.

Mari tunggu lembaga peradilan menetapkan hukum, sebelum melekatkan stempel (terbukti) salah dan benar pada siapapun.

2. Soal Identitas: saya sangat sepakat dengan tulisan tersebut bahwa seharusnya, media melindungi identitas korban, bukan hanya nama tapi juga informasi lain yang bisa membuka identitasnya (nama sekolah, tempat tinggal).
Saya masih ingat, di masa-masa awal saya bisa membaca koran, hanya usia yang menyertai inisial pelaku. Oleh karena itu, pembaca bisa fokus mengetahui bahwa ada dugaan kasus terjadi, dan pasal apa yang diduga (iya diduga, karena belum terbukti melakukan kejahatan) dilanggar. Jika ada foto, maka selalu ada blok hitam yang menutupi wajah.

Sekarang, nama terduga korban maupun terduga pelaku tersebar ke mana-mana. Netizen bukan lagi fokus untuk mengetahui bahwa sesuatu adalah kejahatan, tapi malah sibuk mencari tahu identitas, yang berujung pada: persekusi

Di titik ini, pers sebagai media pendidikan masyarakat telah gagal.

3. Tentang rinci, atau tidak rinci?
Pers sebagai media informasi memang perlu menyampaikan informasi-informasi yang perlu diketahui oleh masyarakat, tapi ingat, pers juga berfungsi sebagai media pendidikan masyarakat, ada nilai² yang memang perlu disampaikan ke masyarakat.

Di era kekinian, meski bertajuk pers mahasiswa, kita tak bisa naif menganggap bahwa hanya kelompok usia tertentu dengan bekal pengetahuan dan literasi yang cukup, yang membaca berita tersebut.
Maka informasi, perlu disampaikan dengan sebijak mungkin agar pesan utama sampai ke tangan pembaca. Tidak lebih, tidak kurang.

Bahwa telah terjadi dugaan pemerkosaan (atau disebut pelecehan oleh beberapa pihak), bahwa berdasarkan ahli terduga korban (iya terduga, karena belum ada kekuatan hukum tetap) mengalami trauma dll, bahwa menurut sumber, kasus belum tertangani dengan maksimal. Bahwa jika memang terbukti, maka kejahatan tersebut melanggar pasal sekian dan sekian.

Efek penulisan yang rinci bukan hanya membuat pembaca salah fokus. Yang lebih parah adalah, pembaca dengan literasi kurang akan menganggap kasus ini berlebihan; 'ah cuma begitu'.
Padahal, menilik dari term perkosaan, maka segala paksaan yang berkaitan dengan kegiatan seksual, adalah perkosaan.
Pendeknya, segala aktifitas seksual, bila tanpa consent, maka itu adalah perkosaan!
Perlakukan sebagai dugaan pemerkosaan, titik.

Tambahan keterangan:
Balairung, sebagai media pendidikan masyarakat, seharusnya menjelaskan kepada publik dasar penggunaan term 'perkosaan' yang mereka pakai untuk merujuk dugaan kasus tersebut di atas.

Perlu diketahui bahwa term perkosaan yang digunakan untuk merujuk dugaan kasus tersebut berdasar pada term yang digunakan komnas HAM.
Sedangkan di mata hukum, yang bersumber dari KUHP (yang belum direvisi hingga kini) menyebut dugaan kasus di atas sebagai pelecehan.

Perbedaan term ini, menurut saya, penting juga untuk diinformasikan untuk mendidik masyarakat.

Tulisan dari Balairung Press:
http://www.balairungpress.com/2018/11/nalar-pincang-ugm-atas-kasus-perkosaan/

Tulisan tanggapan dari Remotivi:
http://www.remotivi.or.id/amatan/495/Seberapa-Rinci-Wartawan-Bisa-Menulis-Berita-Pemerkosaan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar