Selasa, 21 Juli 2015

Bonsai

Bonsai menurut wikipedia adalah tanaman atau pohon yang dikerdilkan di dalam pot dangkal dengan tujuan membuat miniatur dari bentuk asli pohon besar yang sudah tua di alam bebas.

we know that.

Bonsai, sebuah kata yang tak asing lagi, kita tahu apa itu bonsai, meski tak selalu kita jumpai. Mungkin hanya di daerah saya saja sih. Bahkan, di era saya remaja, bonsai jadi sebuah ledekan hangat bagi seorang kawan yang tentu saja berbadan mungil, alias semampai; semeter tidak sampai.

Secara ringkas, tanaman yang dibonsai harus dipotong dahannya secara rutin sesuai dengan rencana agar tumbuh sesuai dengan rencana. Tentu saja, dahan yang dipotong adalah semua dahan yang tidak diinginkan, dahan yang tumbuh tidak sesuai harapan. Meski dahan itu terlihat bagus, kuat dan sehat. bila tak sesuai dengan bentuk ideal, maka dia harus dipotong. Sebaliknya, meski dahan yang tumbuh ringkih, dahan tersebut akan dirawat; bisa jadi dibiarkan tumbuh, atau dipotong terlebih dahulu agar tumbuh tunas pengganti yang lebih kuat.

Saya tak sedang membahas teknis membuat bonsai, saya bukan ahli bonsai.

Saya hanya sedang teringat akan bonsai saat berbincang dengan seorang kawan, tentang kehidupan.

No one have to take responsibility of my life except myself. I am the united of my past choices
kata-kata itu tertancap kuat di kepala saya akhir-akhir ini. Hingga seorang kawan menyelutuk; 
".. So by seeing the condition that I am in right now,  my choices were not good"

Saya tersentak.
I have nothing to said.

Perlu hampir 45 menit bagi saya untuk berpikir keras, berusaha memahami kata-kata kawan tadi.

Lantas saya teringat, beberapa kali dalam hidup saya, saya merasa telah mengambil keputusan yang 'salah'. Lalu saya mencoba membayangkan, bila saat itu saya mengambil keputusan yang berbeda, bagaimana keadaan saya sekarang? Pasti tidak sama. Mungkin lebih baik, jauh lebih baik, tidak lebih baik atau bahkan tidak baik.

Life is about choices, even it's just a yes no question.
Disadari dan diakui atau tidak, kita selalu punya pilihan untuk kita pilih. Kita yang memilih untuk bangun pagi pukul berapa, dan melakukan apa setelahnya. Kita bisa memilih melanjutkan hari-hari membosankan yang telah kita lalui, atau membuat arah baru. Kita bisa memilih untuk 'memilih' orang yang kita cinta, atau memilih orang yang 'memilih' mencintai kita. Kita bisa memilih merasakan kehadiranNya atau mengabaikanNya. 

Persis seperti bonsai.
Setiap bonsai dibentuk mengacu bentuk dasar tertentu. Tegak lurus, tegak berkelok-kelok, miring, sarung angin, dan sebagainya. 
Seorang pembonsai harus memotong setiap dahan yang tak sesuai dengan bentuk dasar yang diacu. Dahan yang tak diinginkan, yang tak sesuai dengan bentuk dasar acuan, bisa jadi dahan yang sangat bagus sehat, kuat. Tapi 'bagus', 'sehat' dan 'kuat' saja tak cukup. Hingga pada akhirnya, parameter 'benar' maupun 'salah' adalah kesesuaian bentuk bonsai saat ini, dengan bentuk dasar acuan. Hanya dahan yang sesuai dengan bentuk dasar acuan yang boleh tumbuh.

I am not the Bonsai. I have no blue print of my life.

And yes we are, but we do have a blue print. Sebuah tinta biru kehidupan yang bisa jadi belum kita pahami bentuk keseluruhannya. Sebuah rencana kehidupan maha dahsyat yang bekerja secara menakjubkan, mengarhkan kita pada pengambilan keputusan tertentu yang mungkin nampak random, tapi pada akhirnya bagian dari pola yang begitu personal. There is harmony in chaos. Saya menyebutnya Takdir.
(sumber gambar: wikipedia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar