Sabtu, 10 September 2016

Pengorbanan, memaknai Idul Adha di Tepian Negeri yang Terlupakan


Tersebutlah kisah Nabi Ibrahim AS yang mendapat perintah dari Tuhan YME untuk menyembelih putra kesayangannya: Ismail. Anak yang telah ditunggu-tunggu kehadirannya dalam waktu yang tak sedikit, bahkan harus langsung ditinggal berdakwah hanya dengan bekal sekantung air. Yang lebih mengejutkan, detik-detik ketika Ibrahim mulai merasa ragu untuk mengerjakan firrman Tuhan, Ismail sang putra tercinta justru menguatkan Ayahandanya:

"Bapa, jika (telah) diperintahkan padamu untuk mempersembahkan diriku kepada Tuhan, niscaya aku rela. Tutuplah matamu,dan akan kututup mataku, agar kautak merasa sedih"

Ribuan tahun kemudian, tersebutlah sekumpulan anak muda masa kini. Cerdas, Tangkas, dan sarat akan gaya kekinian. Tapi semua itu tak menyurutkan cita mereka untuk terbang melintasi nusantara, mengabdi di Bumi Duan Lolat, merajut perubahan dari tepian negeri.

Aku menyebut mereka Pejuang Perubahan. Mereka hadir bukan untuk menjadi matahari kedua, ketiga, keempat. Mereka tidak datang dengan kilauan cahaya. Mereka hadir dari tekad sederhana berbagi harapan. Bersama-sama belajar memanusiakan manusia lewat pendidikan. Bersama-sama menenun bhineka dalam pelukan pertiwi yang terlupakan.

Sebagian dari mereka terbang melintasi nyaris sepanjang negeri, dari pulau Sumatera ke Kepulauan Tanimbar. Sebagian yang lain melepaskan hiruk pikuk Ibukota negara, menuju kesunyian Maluku Tenggara Barat. Sebagian lain bergeming dari kesempatan karir cemerlang berlimpah materi demi ikut membayar janji bangsa: Ikut mencerdaskan anak bangsa.

Sebagian itu, mereka akan segera berjumpa hari raya Idul Adha. Hari dimana biasanya mereka berkumpul dengan keluarga, bercanda ria dengan sanak famili, bersenda gurau dengan yang terkasih. Tapi di hari itu, beberapa hari dari penugasan mereka ke daerah tugas masing-masing, sebagian Pejuang Perubahan ini merelakan hingar-bingar perayaan untuk berada bersama keluarga barudi desa masing-masing. Melepaskan hak merayakan hari besar agama untuk tugas kerelawanan bertajuk Pejuang Perubahan.

Di antara haru yang menyeruak,sungguh hanya doa yang bisa kupanjatkan; "Tuhan, mereka mungkin tak mempersembahkan Kambing,Domba, Sapi, Kerbau terbaik yang bisa disembelih. Tapi lihatlah upadaya mereka, Tuhan. Telah mereka persembahkan waktu sakral ini untuk Bangsa, dari tepian negeri yang terlupakan.Tuhan, pada tangan mereka nasib bangsa kami titipkan, pada peluh mereka harapan kami hidupkan. Terimalah pengorbanan ini, amin"